Tahukah anda ????
Bagian ini adalah info singkat yang akan selalu di Update tiap minggunya, untuk info lengkap tentang pembahasan di bawah ini juha di bahas dalam blog ini. Semoga bermanfaat
Tahukah anda bahwa kota tertua di dunia adalah Gaziantep, Turki (3650 SM ?)Kota yang dulunya dikenal dengan nama Antep yang sekarang menjadi ibukota provisi yang sama dengan namanyamerupakan kota tertua di dunia , Giazantep ini adalah kota tertua yang masih tegak berdiri. Kota ini memiliki sejarah sejauh zaman orang Het (Hittite). Kota ini terus menerus di tinggali semenjak zaman Paleolithic, dan tumbuh besar bersama dengan kekaisaran Ottoman.
Tahukah anda bahwa kota tertua di dunia adalah Gaziantep, Turki (3650 SM ?)Kota yang dulunya dikenal dengan nama Antep yang sekarang menjadi ibukota provisi yang sama dengan namanyamerupakan kota tertua di dunia , Giazantep ini adalah kota tertua yang masih tegak berdiri. Kota ini memiliki sejarah sejauh zaman orang Het (Hittite). Kota ini terus menerus di tinggali semenjak zaman Paleolithic, dan tumbuh besar bersama dengan kekaisaran Ottoman.
Jumat, 04 Desember 2009
Selasa, 27 Oktober 2009
10 Kota Tertua di Dunia
Di bawah ini adalah 10 tempat yang berhasil dilacak dan dinyatakan sebagai kota tertua yang masih berdiri dan hidup dalam dunia modern. Tertarik? Kita baca sama-sama ya:
1. Gaziantep, Turki (3650 SM ?)
Kota yang dulunya dikenal dengan nama Antep yang sekarang menjadi ibukota provisi yang sama dengan namanya, Giazantep ini adalah kota tertua yang masih tegak berdiri. Kota ini memiliki sejarah sejauh zaman orang Het (Hittite). Kota ini terus menerus di tinggali semenjak zaman Paleolithic, dan tumbuh besar bersama dengan kekaisaran Ottoman.
Hari ini, Giazantep adalah kota yang ramah, dan seru dengan berbagai masjid, madrasah, penginapan bahkan pemandian yang berasal dari beberapa abad lalu. Rumah rumah tua dari batu selalu memiliki taman dan pohon anggur yang menghiasi, sehingga setiap anda menoleh, anda akan mendapat pemandangan terindah di dunia. (htc/ari)
1. Gaziantep, Turki (3650 SM ?)
Kota yang dulunya dikenal dengan nama Antep yang sekarang menjadi ibukota provisi yang sama dengan namanya, Giazantep ini adalah kota tertua yang masih tegak berdiri. Kota ini memiliki sejarah sejauh zaman orang Het (Hittite). Kota ini terus menerus di tinggali semenjak zaman Paleolithic, dan tumbuh besar bersama dengan kekaisaran Ottoman.
Hari ini, Giazantep adalah kota yang ramah, dan seru dengan berbagai masjid, madrasah, penginapan bahkan pemandian yang berasal dari beberapa abad lalu. Rumah rumah tua dari batu selalu memiliki taman dan pohon anggur yang menghiasi, sehingga setiap anda menoleh, anda akan mendapat pemandangan terindah di dunia. (htc/ari)
Label:
tahukah anda ???
Psikologi Watak (kepribadian)
oleh : septiansyah rizky yuwana putra
www.dekrizky.com www.dekrizky.net
blog : kuliahpsikologi.dekrizky.com.
Pembentukan kepribadian
Murray setuju dengan freud, bahwa kepribadian teridiri dari id,ego dan super ego.
Menurut murray :
Id : gudangnya impuls yang bersifat primitif dan disini sumber energi dan sumber segala motiv motiv yang dibawa sejak lahir. Berisi impuls impuls ke arah yang baik dan kearah yang jahat. Kekuatan kecenderungan kecenderungan berbeda beda antar individu , karena ada individual differences. Jadi tugas yang dihadapi dalam mengarahkan kecenderungan ID berlainan taraf kesulitannya.
Ego : ego tidak hanya menekankan / menaikkan impuls impuls / motiv tertentu , tetapi ego harus mengatur , mejadwal, mengontrol cara cara menyalurkan motiv motiv lain. Ego sejalan dengan teori psikoanalisisyang ego dipandang sebagai organisator dan integrator central tingkah laku. Sehingga keberhasilan ego mirip faktor penentu bagi penyesuaian diri individu.
Superego : dipandang sebagai hasil penanaman kebudayaan sehingga superego mirip sub sistem yang diinternalisasikan dan didalam individu bertindak sebagai pengatur tingkah laku ( yang akan didahulukan ). Erat kaitannya dengan superego adalah ego ideal. Ego ideal adalah dir yang dicita citakan / sekumpulan ambisi pribdai yang diperjuangkan individu. Dalam perkembangan normal, hubungan antara id, ego dan superego akan berubah. Sebelumnya : yang berkuasa id, maka selanjutnya super ego dan akhirnya ego memegang peranan yang menentukan. Dalam keadaan bahagia : super ego matang ego kuat dan cakap bersama sama mampu mengatur impulls impuls id secara memadai dengan cara yang esecara cultural dibenarkan.
Defnisi kepribadian ( murray )
Komponen definisi kepribadian murray, sbb :
* Kepribadian adalah abstraksi yang dirumuskan teoritikus ( ahli teori ) dan bukan gambaran tingkah laku individu.
* Kepribadian individu adalah rangkaian peristiwa yang secara ideal mencakup rentang hidup sang individu. Sejarah kepribadian yaitu : kepribadian itu sendiri
* Definisi kepribadian harus mencerminkan unsur unsur tingkah laku yang tepat dan berulang, maupun unsur unsur yang baru dan unik
* Kepribadian adalah fungsi yang menata dan mengarahkan dalam diri individu yang punya tujuan :
mengintegrasikan konflik konflik dan rintangan rintangan yang dihadapi, memuaskan kebutuhan kebutuhan individu dan menyusun rencana rencana untuk mencapai tujuan dimasa datang.
* Kepribadian terletak di otak, tanpa otak tidak ada kepribadian
Cara murray merumuskan kepribadian, menunjukkan bahwa dia sangat berorientasi pada pandangan yang memberi bobot memadai pada sejarah organisme termasuk : fungsi kepribadian yang bersifat mengatur, ciri kepribadian yang berulang dan baru pada tingkah laku individu untuk proses proses fisiologis yang mendasari proses psikologis.
Murray mengemukakan L Proceding and serial. Dalam hal ini data pokok psikolog adalah proceding. Proceding adalah interaksi antara subjek dengan objek / subjek dengan subjek dalam jangka waktu cukup lama yang mencakup unsur unsur penting dalam suatu tingkah laku tertentu. Menurut Murray tingkah laku tidak mungkin terlepas dari dimensi waktu . Proceding meerupakan kompromi antara keterbatasan sesesorang bertingkah laku didalam dimensi waktu.
Proceding dapat digolongkan menurut sifatnya :
* Internal contoh melamun, memecahkan masalah
Punya dua aspek yaitu aspek pengalaman subjektif dan tingkah laku objektif. Dalam keadaan tertentu tingkah laku yang berlangsung lama, dalam satu kesatuan yang merupakan proceding yang terputus putus tapi terorganisasi secara terarah bisa disebut serial. Program serial : pengaturan secara teratur atas sub sub tujuan bg rentan menuju masa depan ialah bila berlangsung dengan baik maka akan dicapai keadaan yang diinginkan. contoh : jika ingin jadi doktor, maka orang akan menjalankan sub sub tujuan tersebut yang akan mendekatkan pada tujuan pada tititel doktor. >> masuk kul dokter. Jadwal : sarana untuk mereduksi konflik antara kenutuhan dan objek tujuan yang saling bersaing dengan cara mengatur kecenderungan kecenderungan. Semakin mampu orang menyusun jadwal secara efisien maka akan dapat mengurangi kuantitas maupun intensitas konflik konfliknya. Proses membuat perencanaan maupun hasil proses tersebut disebut ordinasi. Ordinasi menurut murray merupakan proses jiwa yang setingkat dengan kognisi. ( ordinasi : pemahaman seseorang terhadap suatu hal ).
* eksternal contoh berinteraksi dengan orang/ objek dalam suatu lingkungan
Personologi
Dikemukakan oleh murray. Fokus teorinya terletak pada individu dengan kompleksitasnya. Kemudian oleh muray diringkas dalam personologi. Murray tidak menekankan secara umum, pentingnya fungsi lingkungan tapi secara khusus merepresentasikan daya daya lingkungan tersebut. Dalam pandangan murray : masa lampau / sejarah individu benar benar sama pentingnya seperti kenadaan individu dan lingkungannya pada saat ini. Seperti teori psikoanalisa : faktor yang muncul tingkah laku orang dewasa. Contoh : masalah pada kanak
Kesamaan lain, penekanan pentingnya peranan motivasi tak sadar dan khayalan seseorang. Ciri yang penting dalam teori murray : pembahasan yang sangat rinci tentang adanya motivasi. Struktur kepribadian menurut murray dipengaruhi psikoanalistik meskipun dalam berbagai hal terdapat perbedaan dengan freudian. Dalam memakai kata “struktur” murray hati hati karena kata strutur konotasinya sifat itu tetap, teratur dan tunduk pada hukum. tapi murray berpenfapat bahwa kepribadian biasanya berubah ubah. artinya : kepribadian masa kanak dan dewasa mengalami perubahan perkembangan.
Temperamen, watak dan sifat
Temperamen menunjuk pada disposisi yang erat dengan faktor fisik biologis dan sedikit mengalami perubahan dalam perkembangan. Peranan keturunan lebih besar dibanding aspek lain dari kepribadian.
Temperamen adalah gejala karakteristik dan sifat emosi individual termasuk adalah mudah / tidaknya kena rangsangan emosi, kecepatan dan kekuatan beraksi, kwalitas kekuatan suasana hati. Gejala gejala tersebut tergantung faktor konstitusional yang berdasar dari keturunan. Contoh mudah tersinggung.
Watak
Mengisyaratkan norma tingkah laku tertentu dimana individu akan dinilai perbuatannya
Watak adalah kepribadian yang dievakuasi dalam arti normatif contoh Penolong, pemurah, pencuri
Suatu sistem neuropsikis yang diarahkan dengan kemampuan menghadapi berbagai perangsang secara sama, memulai dan membimbing tingkah laku adaptif dan ekspresif secara sama disebut sifat.
sifat mempunyai eksistensi terhadap pribadi dan benar benar ada aku individu.
Sifat umum : common traits
Sifat khusus : personal disposisi
Antara tipe dan sifat
Orang dikatakan mempunyai sifat tapi tidak dapat memiliki tipe. Karena tipe dibuat buat dan mengabaikan sifat khas individu. Kalau sifat dapat mencerminkan keunikan pribadi.
Antara sikap dan sifat
Sifat dan sikap merupakan predisposisi untuk kecenderungan untuk respon. Dan keduanya adalah khas. Kedua2nya dapat memulai atau membimbing tingkah laku dan merupakan faktor genetik dan faktor belajar
Perbedaan sifat dan sikap
Sikap berhubungan langsung dengan suatu objek , sedang sifat tidak.
sifat selalu lebih luas daripada sikap
makin besar jumlah objek yang dikuasai sikap, maka sikap itu makin mirip dengan sifat
Sikap dapat berbeda beda dari yang khusus ke umum
Sikap mengandung penilaian , sifat tidak
www.dekrizky.com www.dekrizky.net
blog : kuliahpsikologi.dekrizky.com.
Pembentukan kepribadian
Murray setuju dengan freud, bahwa kepribadian teridiri dari id,ego dan super ego.
Menurut murray :
Id : gudangnya impuls yang bersifat primitif dan disini sumber energi dan sumber segala motiv motiv yang dibawa sejak lahir. Berisi impuls impuls ke arah yang baik dan kearah yang jahat. Kekuatan kecenderungan kecenderungan berbeda beda antar individu , karena ada individual differences. Jadi tugas yang dihadapi dalam mengarahkan kecenderungan ID berlainan taraf kesulitannya.
Ego : ego tidak hanya menekankan / menaikkan impuls impuls / motiv tertentu , tetapi ego harus mengatur , mejadwal, mengontrol cara cara menyalurkan motiv motiv lain. Ego sejalan dengan teori psikoanalisisyang ego dipandang sebagai organisator dan integrator central tingkah laku. Sehingga keberhasilan ego mirip faktor penentu bagi penyesuaian diri individu.
Superego : dipandang sebagai hasil penanaman kebudayaan sehingga superego mirip sub sistem yang diinternalisasikan dan didalam individu bertindak sebagai pengatur tingkah laku ( yang akan didahulukan ). Erat kaitannya dengan superego adalah ego ideal. Ego ideal adalah dir yang dicita citakan / sekumpulan ambisi pribdai yang diperjuangkan individu. Dalam perkembangan normal, hubungan antara id, ego dan superego akan berubah. Sebelumnya : yang berkuasa id, maka selanjutnya super ego dan akhirnya ego memegang peranan yang menentukan. Dalam keadaan bahagia : super ego matang ego kuat dan cakap bersama sama mampu mengatur impulls impuls id secara memadai dengan cara yang esecara cultural dibenarkan.
Defnisi kepribadian ( murray )
Komponen definisi kepribadian murray, sbb :
* Kepribadian adalah abstraksi yang dirumuskan teoritikus ( ahli teori ) dan bukan gambaran tingkah laku individu.
* Kepribadian individu adalah rangkaian peristiwa yang secara ideal mencakup rentang hidup sang individu. Sejarah kepribadian yaitu : kepribadian itu sendiri
* Definisi kepribadian harus mencerminkan unsur unsur tingkah laku yang tepat dan berulang, maupun unsur unsur yang baru dan unik
* Kepribadian adalah fungsi yang menata dan mengarahkan dalam diri individu yang punya tujuan :
mengintegrasikan konflik konflik dan rintangan rintangan yang dihadapi, memuaskan kebutuhan kebutuhan individu dan menyusun rencana rencana untuk mencapai tujuan dimasa datang.
* Kepribadian terletak di otak, tanpa otak tidak ada kepribadian
Cara murray merumuskan kepribadian, menunjukkan bahwa dia sangat berorientasi pada pandangan yang memberi bobot memadai pada sejarah organisme termasuk : fungsi kepribadian yang bersifat mengatur, ciri kepribadian yang berulang dan baru pada tingkah laku individu untuk proses proses fisiologis yang mendasari proses psikologis.
Murray mengemukakan L Proceding and serial. Dalam hal ini data pokok psikolog adalah proceding. Proceding adalah interaksi antara subjek dengan objek / subjek dengan subjek dalam jangka waktu cukup lama yang mencakup unsur unsur penting dalam suatu tingkah laku tertentu. Menurut Murray tingkah laku tidak mungkin terlepas dari dimensi waktu . Proceding meerupakan kompromi antara keterbatasan sesesorang bertingkah laku didalam dimensi waktu.
Proceding dapat digolongkan menurut sifatnya :
* Internal contoh melamun, memecahkan masalah
Punya dua aspek yaitu aspek pengalaman subjektif dan tingkah laku objektif. Dalam keadaan tertentu tingkah laku yang berlangsung lama, dalam satu kesatuan yang merupakan proceding yang terputus putus tapi terorganisasi secara terarah bisa disebut serial. Program serial : pengaturan secara teratur atas sub sub tujuan bg rentan menuju masa depan ialah bila berlangsung dengan baik maka akan dicapai keadaan yang diinginkan. contoh : jika ingin jadi doktor, maka orang akan menjalankan sub sub tujuan tersebut yang akan mendekatkan pada tujuan pada tititel doktor. >> masuk kul dokter. Jadwal : sarana untuk mereduksi konflik antara kenutuhan dan objek tujuan yang saling bersaing dengan cara mengatur kecenderungan kecenderungan. Semakin mampu orang menyusun jadwal secara efisien maka akan dapat mengurangi kuantitas maupun intensitas konflik konfliknya. Proses membuat perencanaan maupun hasil proses tersebut disebut ordinasi. Ordinasi menurut murray merupakan proses jiwa yang setingkat dengan kognisi. ( ordinasi : pemahaman seseorang terhadap suatu hal ).
* eksternal contoh berinteraksi dengan orang/ objek dalam suatu lingkungan
Personologi
Dikemukakan oleh murray. Fokus teorinya terletak pada individu dengan kompleksitasnya. Kemudian oleh muray diringkas dalam personologi. Murray tidak menekankan secara umum, pentingnya fungsi lingkungan tapi secara khusus merepresentasikan daya daya lingkungan tersebut. Dalam pandangan murray : masa lampau / sejarah individu benar benar sama pentingnya seperti kenadaan individu dan lingkungannya pada saat ini. Seperti teori psikoanalisa : faktor yang muncul tingkah laku orang dewasa. Contoh : masalah pada kanak
Kesamaan lain, penekanan pentingnya peranan motivasi tak sadar dan khayalan seseorang. Ciri yang penting dalam teori murray : pembahasan yang sangat rinci tentang adanya motivasi. Struktur kepribadian menurut murray dipengaruhi psikoanalistik meskipun dalam berbagai hal terdapat perbedaan dengan freudian. Dalam memakai kata “struktur” murray hati hati karena kata strutur konotasinya sifat itu tetap, teratur dan tunduk pada hukum. tapi murray berpenfapat bahwa kepribadian biasanya berubah ubah. artinya : kepribadian masa kanak dan dewasa mengalami perubahan perkembangan.
Temperamen, watak dan sifat
Temperamen menunjuk pada disposisi yang erat dengan faktor fisik biologis dan sedikit mengalami perubahan dalam perkembangan. Peranan keturunan lebih besar dibanding aspek lain dari kepribadian.
Temperamen adalah gejala karakteristik dan sifat emosi individual termasuk adalah mudah / tidaknya kena rangsangan emosi, kecepatan dan kekuatan beraksi, kwalitas kekuatan suasana hati. Gejala gejala tersebut tergantung faktor konstitusional yang berdasar dari keturunan. Contoh mudah tersinggung.
Watak
Mengisyaratkan norma tingkah laku tertentu dimana individu akan dinilai perbuatannya
Watak adalah kepribadian yang dievakuasi dalam arti normatif contoh Penolong, pemurah, pencuri
Suatu sistem neuropsikis yang diarahkan dengan kemampuan menghadapi berbagai perangsang secara sama, memulai dan membimbing tingkah laku adaptif dan ekspresif secara sama disebut sifat.
sifat mempunyai eksistensi terhadap pribadi dan benar benar ada aku individu.
Sifat umum : common traits
Sifat khusus : personal disposisi
Antara tipe dan sifat
Orang dikatakan mempunyai sifat tapi tidak dapat memiliki tipe. Karena tipe dibuat buat dan mengabaikan sifat khas individu. Kalau sifat dapat mencerminkan keunikan pribadi.
Antara sikap dan sifat
Sifat dan sikap merupakan predisposisi untuk kecenderungan untuk respon. Dan keduanya adalah khas. Kedua2nya dapat memulai atau membimbing tingkah laku dan merupakan faktor genetik dan faktor belajar
Perbedaan sifat dan sikap
Sikap berhubungan langsung dengan suatu objek , sedang sifat tidak.
sifat selalu lebih luas daripada sikap
makin besar jumlah objek yang dikuasai sikap, maka sikap itu makin mirip dengan sifat
Sikap dapat berbeda beda dari yang khusus ke umum
Sikap mengandung penilaian , sifat tidak
Label:
Psikologi
Jumat, 23 Oktober 2009
SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT
A. Pendahuluan
Perjalanan perkembangan Filsafat sudah di mulai dari Zaman Yunani Kuno dan terus berkembang hingga saman modern ini. Secara etimologi atau asal kata istilah filsafat berasal dari bahasa Falsafah فلسفة (Arab), Philosphy (Inggris), Philosophie (Belanda, Jerman, Prancis), Metafisika (Eropa), dan kesemuanya ini berasal dari bahasa Yunani Φιλοσοφία “Philosophia” yang terdiri dari dua kata yaitu Philos, Philen, atau Philia yang berarti cinta, dan Sophia yang berarti kebijaksanaan, Kebenaran, Kearifan, dan Pengetahuan. Orang yang mencintai Kebijaksanaan di sebut “philosophos”, filsuf atau filosof.
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa "filsafat" adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis. Hal ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik.
Dalam perkembanganya Filsafat melewati beberapa tahapan periode yaitu zaman Yunani Kuno, zaman Klasik, Abad Pertengahan, dan Abad Modern.
B. Zaman Yunani Kuno
Pada Zaman ini filsafat lebih bercorak “Cosmosentris” yang artinya Pusat pemikiran filsuf-filsuf pada periode ini dimana arah dan perhatian pemikiranya kepada apa yang di amati di sekitar. Mereka berupaya mencari jawaban tentang prinsip pertama (Arkhe dari alam semesta oleh karena itu mereka lebih di kenal dengan julukan “Filsuf-filsuf alam”. Tokoh-tokoh filsafat pada zaman ini yaitu :
1. Thales (625-545 SM)
Thales digelari bapak filsafat “The Father of Philosophy” karena dialah orang yang mula - mula berfisafat (bijaksana). Ia adalah seorang politikus, ahli geometri dan pemikir dipelabuhan miletus yang sangat ramai. Ia juga berjasa dengan meramalkan secara tepat gerhana matahari pada tahun 585 sm.ia tidak tertarik pada mitos tetapi pada pengetahuan mengenai dunia dan bintang, ia adalah pemikir praktis.
Gelar itu diberikan karena ia mengajukan pertanyaan yang amat mendasar, yang jarang diperhatikan orang, juga orang jaman sekarang : “what is the nature of the world stuff ? “(mayer , 1950:18) “apa sebenarnya bahan (Arkhe) alam semesta ini” ? Terlepas dari apapun jawabannya, pertanyaan ini saja telah dapat mengangkat namanya menjadi filosop pertama. Ia sendiri menjawab air. Jawaban ini sebenarnya amat sederhana dan belum tuntas. Belum tuntas karena dari apa air itu ? thales mengambil air sebagai alam semesta barang kali karena ia melihatnya sebagai sesuatu yang amat diperlukan dalam kehidupan, dan menurut pendapatnya bumi ini terapung di atas air (mayer,1950:18).Lihatlah, jawabannya amat sederhana; pertanyaannya jauh lebih berbobot ketimbang jawabanyannya. Masih adakah orang yang beranggapan bahwa bertanya itu tidak penting? Thales menjadi filosof karena ia bertanya. Pertanyaannya itu jawabannya dengan menggunakan akal, bukan menggunakan agama atau kepercayaan lainnya. Alasannya adalah karena air penting bagi kehidupan. Disini akal mulai digunakan lepas dari keyakinan.
2. Anaximandros (640-546 SM)
Anaximander adalah murid Thales yang setia. Ia hidup sekitar 610-546 SM. Ia berpendapat bahwa hakikat dari segala seuatu yang satu itu bukan air, tapi yang satu itu adalah yang tidak terbatas dan tidak terhingga, tak berubah dan meliputi segala-galanya yang disebut “Aperion”. Tidak ada persamaanya dengan salah satu barang yang keliuhatan di dunia ini. Segala sesuatu terjadi dari aperior dan kembali pula kepada aperior. Aperion bukanlah materi seperti yang dikemukakan oleh Thales. Anaximander juga berpendapat bahwa dunia ini hanyalah salah satu bagian dari banyak dunia lainnya.
Anaximandros juga mengatakan bahwa bumi persis berada di pusat jagat raya dengan jarak yang sama terhadap semua badan yang lain. Sedangkan mengenai kehidupan bahwa semua makhluk hidup berasal dari air dan bentuk hidup yang pertama adalah ikan. Dan manusia pertama tumbuh dalam perut ikan.
3. Anaximanes (560-520 SM)
Anaximenes hidup sekitar 560-520 SM. Anaximenes murit dari anaximandros Hidup sekitar 546 SM, Ia berpendapat bahwa bumi secara lepas bergantung di ruangan, ia juga berpendapat bahwa dulunya ada satu substansi tunggal pertama dan suatu hukum alam yang berlaku di dunia, untuk mempertahankan keseimbangan antara unsur – unsur yang berbeda. Anaximander mencoba menjelaskan bahwa subtansi pertama itu bersifat kekal dan ada dengan sendirinya (mayer,1950 :19). Anaximanes mengatakan itu udara. Udara merupakan sumber segala kehidupan, Ia berpendapat bahwa hakikat segala sesuatu yang satu itu adalah udara. Jiwa adalah udara; api adalah udara yang encer; jika dipadatkan pertama-tama udara akan menjadi air, dan jika dipadatkan lagi akan menjadi tanah, dan ahirnya menjadi batu. Ia berpendapat bahwa bumi berbentuk seperti meja bundar. Pembicaraan filosof ini saja telah memperlihatkan bahwa didalam filsafat dapat terdapat lebih dari satu kebenaran tentang satu persoalan. Sebabnya ialah bukti kebenaran teori dalam filsafat terletak pada logis atau tidaknya argumen yang digunakan, bukan terletak pada kongkulasi. Disini sudah kelihatan bibit relativisme yang kelak dikembangkan dalam filsafat sofisme. Pada kata”sofis" itu sendiri terkandung pengertian tipuan, hipkret dan sinis. Menurut para filosof, meraka adalah orang yang kurang terpelajar di dalam sains maupun di dalam filsafat. Mereka itu orang – orang yang menjual kebajikan untuk memperoleh materi. Pemikiran sofis itu mempunyai ciri berupa pandangan yang saling bertentangan. Dalam moral pun mereka di katakan menganut moral yang relatif, jadi buruk dan baik itu adalah relatif. Bagi orang – orang sofis tidak ada generalisasi dengan kata lain tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran itu relatif. Biasanya orang-orang sofis itu disenangi oleh para filosof. Sifat mereka itu amat ditentang oleh Socrates dan plato. Sebagian fisof menentangorang – orang sofis karenamereka mau menerima uang dari ajaran mereka. Kebanyakan orang- orang sofis dating dari kelas rendah di dalam masyarakat karena itu mereka memerlukan uang. Sementara filsof mengatakan bahwa filsafat itu di senangi bukan untuk alat mencari uang.
4. Phytagoras (580-500 SM)
Pythagoras lahir di Samos sekitar 580-500 SM. s asia kecil, Dan ia mengembara ke Yunani pada usianya yang ke 25 Tahun. Ajaran-ajarannya yang pokok di kemukakan oleh Phytagoras adalah :
pertama dikatakan bahwa jiwa tidak dapat mati. Sesudah kematian manusia, jiwa pindah ke dalam hewan, dan setelah hewan itu mati jiwa itu pindah lagi dan seterusnya. Tetapi dengan mensucikan dirinya, jiwa dapat selamat dari reinkarnasi itu.
Kedua dari penemuannya terhadap interval-interval utama dari tangga nada yang diekspresikan dengan perbandingan dengan bilangan-bilangan, Pythagoras menyatakan bahwa suatu gejala fisis dikusai oleh hukum matematis. Bahkan katanya segala-galanya adalah bilangan. Unsur bilangan merupakan prinsip unsur dari segala-galanya. Dengan kata lain, bilangan genap dan ganjil sama dengan terbatasa dan tak terbata.
Ketiga mengenai kosmos, Pythagoras menyatakan untuk pertama kalinya, bahwa jagat raya bukanlah bumi melainkan Hestia (Api), sebagaimana perapian merupakan pusat dari sebuah rumah.
5. Xenophanes (570-? SM)
Xenophanes merupakan pengikut Aliran Pythagoras yang lahir di Kolophon, Asia Kecil, sekitar tahun 545 SM. Dalam filsafatnya ia menegaskan bahwa Tuhan bersifat kekal, tidak mempunyai permulaan dan Tuhan itu Esa bagi seluruhnya. Ke-Esaan Tuhan bagi semua merupakan sesuatu hal yang logis. Hal itu karena kenyataan menunjukkan apabila semua orang memberikan konsep ketuhanan sesuai dengan masing-masing orang, maka hasilnya akan bertentangan dan kabur. Bahkan “kuda menggambarkan Tuhan menurut konsep kuda, sapi demikian juga” kata Xenophanes. Jelas kiranya ide tentang Tuhan menurut Xenophanes adalah Esa dan bersifat universal.
6. Heraklitosn (540-480 SM)
Ia lahir dikota Ephesos diasi minor, ia mempunyai pendangan yang berbeda dengn filosof-filosof sebelumnya. Ia menyatakan bahwa asal segala suatu hanyalah satu yakni api.
Ia memandang bahwa api sebagai anasir yang asal pandangannyasemata-mat tidak terikat pada alam luaran, alam besar, seperti pandangan filosof-filosof Miletos.
Segala kejadian didunia ini serupa dengan api yang tidak putusnya dengan bergantu-ganti memakan dan menghidupi dirinya sendiri segala permulaan adalah mula dari akhirnya. Segala hidup mula dari pada matinya. Didunia ini tidak ada yang tetap semuanya mengalir.
Tidak sulit untuk mengerti apa sebab Heraklitos memilih api. Nyala api senantiasa memakan bahan bakar yang baru dan bahan bakar itu dan berubah menjadi abu dan asap. Oleh karena itu api cocok sekali untuk melambangkan suatu kesatuan dalam perubahan.
7. Parmenides (540-475 SM)
Lahir sekitar tahun 540-475 di Italia Selatan. Ajarannya adalah kenyataan bukanlah gerak dan perubahan melainkan keseluruhan yang bersatu. Dalam pandangan Pamenides ada dua jenis pengetahuan yang disuguhkan yaitu pengetahuan inderawi dan pengetahuan rasional. Apabila dua jenis pengetahuan ini bertentangan satu sama lain maka ia memilih rasio. Dari pemikirannya itu membuka cabang ilmu baru dalam dunia filsafat yaitu penemuannya tentang metafisika sebagai cabang filsafat yang membahasa tentang yang ada.
8. Zeno Zeno (490 – 435 SM)
Zeno lahir di Elea Kota perantaun Yunani di Italia Selatan, Ia adalah murid Parmenides, ia dianggap sebagai peletak dasar dialektika.
Dialektika yaitu suatu arugumentasi yang bertitik tolak dari suatu pengendalian atau hipotesa yang kemudian di tarik suatu kesimpulan. Menurutnya, hipotesa yang dinerikan adalah Suatu kesimpulan yang mustahil, sehingga terbukti bahwa hipotesa itu salah.
9. Empedocles (490-435)
Empedoles lahir di Akragos, Kepulauan Sicilia, ia terkenal dalam bidang kedokteran, Penyair retorika, politik dan Pemikir. Empedocles Sependapat dengan Parmenides, bahwa alam alam semesta di dalamnya.
10. Heraklitosn (540-480 SM)
Ia lahir dikota Ephesos diasi minor, ia mempunyai pendangan yang berbeda dengn filosof-filosof sebelumnya. Ia menyatakan bahwa asal segala suatu hanyalah satu yakni api.
Ia memandang bahwa api sebagai anasir yang asal pandangannyasemata-mat tidak terikat pada alam luaran, alam besar, seperti pandangan filosof-filosof Miletos.
Segala kejadian didunia ini serupa dengan api yang tidak putusnya dengan bergantu-ganti memakan dan menghidupi dirinya sendiri segala permulaan adalah mula dari akhirnya. Segala hidup mula dari pada matinya. Didunia ini tidak ada yang tetap semuanya mengalir.
Tidak sulit untuk mengerti apa sebab Heraklitos memilih api. Nyala api senantiasa memakan bahan bakar yang baru dan bahan bakar itu dan berubah menjadi abu dan asap. Oleh karena itu api cocok sekali untuk melambangkan suatu kesatuan dalam perubahan
11. Anaxagoras (499-420)
Anaxagoras (500—428 SM) adalah filosof lain yang tidak setuju bahwa satu bahan dasar tertentu—air, misalnya—dapat diubah menjadi segala sesuatu yang kita lihat di alam ini. Dia juga tidak dapat menerima bahwa tanah, udara, api, dan air dapat diubah menjadi darah dan tulang.
Anaxagoras berpendapat bahwa alam diciptakan dari partikel-partikel sangat kecil yang tak dapat dilihat mata dan jumlahnya tak terhingga. Lebih jauh, segala sesuatu dapat dibagi menjadi bagian-bagian yang jauh lebih kecil lagi, namun bahkan dalam bagian yang paling kecil masih ada pecahan-pecahan dari semua yang lain. Jika kulit dan tulang bukan merupakan perubahan dari sesuatu yang lain, pasti ada kulit dan tulang, menurutnya, dalam susu yang kita minum dan makanan yang kita santap.
12. Democritos
Democritus yang lahir di Abdera adalah seorang filsuf Yunani yang mengembangkan teori mengenai atom sebagai dasar materi. Karyanya dijadikan sebagai pelopor ilmu fisika materi yang menutup kemungkinan adanya intervensi Tuhan atau Dewa. Dalam bidang Astronomi dia juga orang pertama yang menyatakan pendapat bahwa galaxi Bima Sakti adalah kumpulan cahaya, gugusan bintang yang letaknya saling berjauhan.
Teori Democritus (yang tidak diterima oleh Aristoteles) tidak diacuhkan orang selama Abad Pertengahan dan punya sedikit pengaruh terhadap ilmu pengetahuan. Meski begitu beberapa ilmuwan terkemuka dari abad ke-17 (termasuk Isaac Newton) mendukung pendapat serupa. Tetapi, tak ada teori atom dikemukakan ataupun digunakan dalam penyelidikan ilmiah. Dan lebih penting lagi tak ada seorang pun yang melihat adanya hubungan antara spekulasi filosofis tentang atom dengan hal-hal nyata di bidang kimia. sampai Dalton muncul menyuguhkan "teori kuantitatif" yang jelas dan jemih yang dapat digunakan dalam penafsiran percobaan kimia dan dapat dicoba secara tepat di laboratorium.
C. Zaman Klasik
Padam zaman ini filsafat lebih bercorak “Antrosentris” Artinya filsuf dalam periode ini menjadikan Manusia (Antropos) sebagai objek pemikiran. Tokoh-tokh filsafat pada zaman klasik tersebar di Yunani dan cina.
a. Yunani
1. Socrates
Socrates diperkirakan berprofesi sebagai seorang ahli bangunan (stone mason) untuk mencukupi hidupnya. Penampilan fisiknya pendek dan tidak tampan, akan tetapi karena pesona, karakter dan kepandaiannya ia dapat membuat para aristokrat muda Athena saat itu untuk membentuk kelompok yang belajar kepadanya.Metode pembelajaran Socrates bukanlah dengan cara menjelaskan, melainkan dengan cara mengajukan pertanyaan, menunjukkan kesalahan logika dari jawaban, serta dengan menanyakan lebih jauh lagi, sehingga para siswanya terlatih untuk mampu memperjelas ide-ide mereka sendiri dan dapat mendefinisikan konsep-konsep yang mereka maksud dengan mendetail.Socrates sediri tidak pernah diketahui menuliskan buah pikirannya. Kebanyakan yang kita ketahui mengenai buah pikiran Socrates berasal dari catatan oleh Plato 430-357) SM, dan siswa-siswa lainnya.Salah satu catatan Plato yang terkenal adalah Dialogue, yang isinya berupa percakapan antara dua orang pria tentang berbagai topik filsafat. Socrates percaya bahwa manusia ada untuk suatu tujuan, dan bahwa salah dan benar memainkan peranan yang penting dalam mendefinisikan hubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya. Sebagai seorang pengajar, Socrates dikenang karena keahliannya dalam berbicara dan kepandaian pemikirannya. Socrates percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan diri, dan bahwa manusia pada dasarnya adalah jujur, dan bahwa kejahatan merupakan suatu upaya akibat salah pengarahan yang membebani kondisi seseorang. Pepatahnya yang terkenal: "Kenalilah dirimu".
Socrates percaya bahwa pemerintahan yang ideal harus melibatkan orang-orang yang bijak, yang dipersiapkan dengan baik, dan mengatur kebaikan-kebaikan untuk masyarakat. Ia juga dikenang karena menjelaskan gagasan sistematis bagi pembelajaran mengenai keseimbangan alami lingkungan, yang kemudian akan mengarah pada perkembangan metode ilmu pengetahuan.
2. Plato
Plato memiliki berbagai gagasan tentang filsafat antara lain, Plato pernahmengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada.
3. Aristoteles
Aristoteles yang juga merupakan murit plato ini, juga memiliki beberapa gagasan mengenai filsafat antara lain, ia mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan penyebab-penyebab dari realitas ada. Ia pun mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari “Peri dan selalu peri ada” (Being as being) atau “Peri ada sebagaimana adanya” (Being assuch).
b. Cina
1. Keng-Fu-Tse (551-497 SM)
Konfusius (bentuk Latin dari nama Kong-Fu-Tse, “guru dari suku Kung”) hidup antara 551 dan 497 S.M. Ia mengajar bahwa Tao (”jalan” sebagai prinsip utama dari kenyataan) adalah “jalan manusia”. Artinya: manusia sendirilahyang dapat menjadikan Tao luhur dan mulia, kalau ia hidup dengan baik. Keutamaan merupakan jalan yang dibutuhkan.
Kebaikan hidup dapat dicapai melalui perikemanusiaan (”yen”), yang merupakan model untuk semua orang. Secara hakiki semua orang sama walaupun tindakan mereka berbeda.
2. Lao Tzu
Lao Tzu merupakan ahli filsafat yang terpopuler dan juga merupakan pendiri Taoisme Tionghua: kini. Riwayat hidupnya tidak banyak terdapat dalam catatan historis, tetapi kewujudannya terbukti dalam catatan historis Tiongkok, Shiji.
Kemasyhuran Lǎo Zǐ luas tersebar sehingga kepada Kong Hu Cu. Menurut catatan Zhuangzi, Kong Hu Cu pernah berjumpa dengan Laozi untuk meminta pengajaran akan kesopanan.
3. Mo Tse
Aliran Moisme didirikan oleh Mo Tse, antara 500-400 S.M. Mo Tse mengajarkan bahwa yang terpenting adalah “cinta universal”, kemakmuran untuk semua orang, dan perjuangan bersama-sama untuk memusnahkan kejahatan. Filsafat Moisme sangat pragmatis, langsung terarah kepada yang berguna. Segala sesuatu yang tidak berguna dianggap jahat. Bahwa perang itu jahat serta menghambat kemakmuran umum tidak sukar untuk dimengerti. Tetapi Mo Tse juga melawan musik sebagai sesuatuyang tidak berguna, maka jelek.
D. Abad Pertengahan
Pada masa ini filsafat lebih bercorak “Theosontris” artinya para filsuf pada periode ini menjadikan filsafat sebagai abdi agama atau fisafat di arahkan pada masalah Ketuhanan. Pada abad pertengaan Filsafat di bagi kedalam dua jaman yaitu jaman Patristik dan Skolatik
a. Jaman Patristik
1. Justinus Martir
Justin martir dipandang sebagai kepala apologet. Setelah bertobat ia tetap meneruskan karir filsafatnya dan sebagai seorang Kristen, baik melalui pengajaran lisan maupun tulisan. Tulisannya ada 3, yaitu: 2 dalam tulisan apologetika: 1) kepada pemerintah Roma; 2) kepada Senat. Dia berani dalam pembelaannya dan membayar dengan darahnya sendiri. Ia memateraikan apogetiknya dengan darah, pada saat dia dibawa kepada Rustikus. Mengapa dia berani mati martir, karena dia sudah dipersiapkan sebelumnya dengan melihat orang-orang Kristen sebelumnya juga berani mati martir untuk membela kebenaran. Satu lagi tulisannya adalah “Dialog dengan Trypho”.
2. Tertullianus (155–230)
Quintus Septimius Florens Tertullianus, atau Tertulianus, adalah seorang pemimpin gereja dan penghasil banyak tulisan selama masa awal Kekristenan. Ia lahir, hidup, dan meninggal di Kartago, sekarang Tunisia. Ia dibesarkan dalam keluarga berkebudayaan kafir (pagan) serta terlatih dalam kesusasteraan klasik, penulisan orasi, dan hukum. Pada tahun 196 ketika ia mengalihkan kemampuan intelektualnya pada pokok-pokok Kristen, ia mengubah pola pikir dan kesusasteraan gereja di wilayah Barat hingga digelari "Bapak Teologi Latin" atau "Bapak Gereja Latin". Ia memperkenalkan istilah "Trinitas" (dari kata yang sama dalam bahasa Latin) dalam perbendaharaan kata Kristen; sekaligus kemungkinan, merumuskan "Satu Allah, Tiga Pribadi". Di dalam Apologeticusnya, ia adalah penulis Latin pertama yang menyatakan Kekristenan sebagai vera religio (?), dan sekaligus menurunkan derajat agama klasik Kerajaan dan cara penyembahan lainnya sebagai takhyul belaka.
3. Agustinus
Pertama, Agustinus (354-430). merupakan tokoh filsafat yang telah meletakkan dasar-dasar bagi pemikiran abad pertengahan mengadaptasi platonesme dengan ide-ide Kristen, memberikan formolasi sistematic terhadap filsafat Kristen, Agustinus merupakan sumber/asal usul reformasi yang dilakukan oleh protestan.
Paham teosentris pada Agustinus menghasilakan refolusi dalam pemikiran orang Barat. anggapannya yang meremehkan pengetahuan duniawi, kebenciannya terhadap teori-teori kealaman, imannya kepada tuhan tetap merupakan bagian peradaban modern. sejak zaman Agustinus orang barat lebih memiliki sifat introspektif, karena Agustinuslah diri dalam hubungannya dengan tuhan menjadi penting dalam filsafat. Sehingga kita selalu ingin memperoleh norma yang dapat mengulur tindakan-tindakan kita singkat. Pemikiran Agustinus mempunyai arti penting terhadap manusia modern.
b. Jaman Skolatik
a. Barat
1. Thomas Aquinas (1225-1274)
Thomas mengajarkan Allah sebagai "ada yang tak terbatas" (ipsum esse subsistens). Allah adalah "dzat yang tertinggi", yang memunyai keadaan yang paling tinggi. Allah adalah penggerak yang tidak bergerak. Tampak sekali pengaruh filsafat Aristoteles dalam pandangannya.
Dunia ini dan hidup manusia terbagi atas dua tingkat, yaitu tingkat adikodrati dan kodrati, tingkat atas dan bawah. Tingkat bawah (kodrati) hanya dapat dipahami dengan mempergunakan akal. Hidup kodrati ini kurang sempurna dan ia bisa menjadi sempurna kalau disempurnakan oleh hidup rahmat (adikodrati). "Tabiat kodrati bukan ditiadakan, melainkan disempurnakan oleh rahmat," demikian kata Thomas Aquinas.
2. William Ochham (1285-1349)
William dari Ockham adalah seorang pastur Ordo Fransiskus berkebangsaan Inggris dan filsuf, dari Ockham, desa kecil di Surrey, dekat East Horsley. William mengabdikan diri pada hidup yang papa dan minimalis. Seorang perintis nominalisme, ia terkadang dianggap sebagai bapak epistemologi modern dan filsafat modern umum, berkat pendapatnya yang didukung argumen kuat, bahwa hanya individu yang ada, bukan universal, esensi, atau bentuk supra-individual, dan bahwa universal adalah hasil astraksi dari individu oleh pikiran manusia dan tidak memiliki wujud di-luar-mental. Ockham juga dipandang sebagai salah satu ahli logika terbesar sepanjang masa.
3. Nikolas Cusasus (1401-1464)
Ia sebagai tokoh pemikir yang berada paling akhir masa skolastik. Menurut pendapatnya, terdapat tiga cara untuk mengenal, yaitu lewat indra, akal dan intuisi. Dengan indera kita akan mendapatkan pengetahuan tentang benda-benda berjasad, yang sifatnya tidak sempurna. Dengan akl kita akan mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan indra. Dengan intuisi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi inilah kita akan dapat mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat dipersatukan. Manusia sharusnya menyadari akan keterbatasan akal, sehingga banyak hal yang seharusnya dapat diketahui. Karena keterbatasan akal tersebut, hanya sedikit saja yang dapat diketahui oleh akal. Dengan intuisi inilah diharapkan akan sampai pada kenyataan, yaitu suatu tempat dimana segala sesuatu bentuknya menjadi larut, yaitu Tuhan.
Pemikiran Nicolaus ini sebagai upaya mempersatukan seluruh pemikiran abad pertengahan, yang dibuat ke suatu sintesis yang lebih luas. Sintesis ini mengarah ke masa depan, dari pemikirannya ini tersirat suatu pemikiran para humanis.
b. Timur
1. Al Kindi
Nama lengkap al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya`qub ibn Ishaq ibn Shabbah ibn Imran ibn Isma`il ibn Muhammad ibn al-Asy’ath ibn Qais al-Kindi. Tahun kelahiran dan kematian al-Kindi tidak diketahui secara jelas. Yang dapat dipastikan tentang hal ini adalah bahwa ia hidup pada masa kekhalifahan al-Amin (809-813), al-Ma’mun (813-833), al-Mu’tasim (833-842), al-Wathiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861).
Ia adalah filosof berbangsa Arab dan dipandang sebagai filosof Muslim pertama. Memang, secara etnis, al-Kindi lahir dari keluarga berdarah Arab yang berasal dari suku Kindah, salah satu suku besar daerah Jazirah Arab Selatan. Salah satu kelebihan al-Kindi adalah menghadirkan filsafat Yunani kepada kaum Muslimin setelah terlebih dahulu mengislamkan pikiran-pikiran asing tersebut. Al-Kindi telah menulis hampir seluruh ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat itu. Tetapi, di antara sekian banyak ilmu, ia sangat menghargai matematika. Hal ini disebabkan karena matematika, bagi al-Kindi, adalah mukaddimah bagi siapa saja yang ingin mempelajari filsafat. Mukaddimah ini begitu penting sehingga tidak mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian dalam filsafat tanpa terlebih dulu menguasai matematika. Matematika di sini meliputi ilmu tentang bilangan, harmoni, geometri dan astronomi. Yang paling utama dari seluruh cakupan matematika di sini adalah ilmu bilangan atau aritmatika karena jika bilangan tidak ada, maka tidak akan ada sesuatu apapun. Di sini kita bisa melihat samar-samar pengaruh filsafat Pitagoras.
2. Al Farabi (870-950)
Abū Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Fārābi. dalam beberapa sumber ia dikenal sebagai Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzalagh al-Farabi, juga dikenal di dunia barat sebagai Alpharabius, Al-Farabi, Farabi, dan Abunasir adalah seorang filsuf Islam yang menjadi salah satu ilmuwan dan filsuf terbaik di zamannya. Ia berasal dari Farab, Kazaksta. Sampai umur 50, ia tetap tinggal di Kazakhstan. Tetapi kemudian ia pergi ke Baghdaduntuk menuntut ilmu di sana selama 20 tahun. Lalu ia pergi ke Alepo(Halib), Suriah untuk mengabdi kepada sang raja di sana.
Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang sangat ulung di dunia Islam. Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa Yunani, ia mengenal para filsuf Yunani; Plato, Aristoteles dan Plotinus dengan baik. Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik. Al-Farabi telah menulis berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik, Kitab al-Musiqa. Ia dapat memainkan dan telah menciptakan bebagai alat musik.
3. Al Gazali
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i adalah seorang filosof dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan.
Seperti diketahui, sebelum melakukan kritiknya terhadap filsafat, al-Ghazali terlebih dahulu mempelajari filsafat (baca: filsafat Yunani) secara khusus. Hasilnya, dia mengelompokkan filsafat Yunani menjadi tiga aliran, yaitu: 1) Dahriyyun (mirip aliran materialisme), 2) Thabi’iyyun (mirip aliran naturalis), 3) Ilahiyyun (nirip aliran Deisme). Menurut al-Ghazali, yang pertama, Dahriyyun, mengingkari keterciptaan alam. Alam senantiasa ada dengan dirinya sendiri, tak ada yang menciptakan. Binatang tercipta dari sperma (nutfah) dan nutfah tercipta dari bintang, begitu seterusnya. Aliran ini disebut oleh al-Ghazali sebagai kaum Zindik (Zanadiqah). Aliran yang kedua, yaitu Thabi’iyyun, aliran yang banyak meneliti dan mengagumi ciptaan Tuhan, mengakui adanya Tuhan tetapi justru mereka berkesimpulan “tidak mungkin yang telah tiada kembali”. Menurutnya, jiwa itu akan mati dan tidak akan kembali. Karena itu aliran ini mengingkari adanya akhirat, pahala-surga, siksa-neraka, kiamat dan hisab. Menurut al-Ghazali, meskipun aliran ini meng-imani Tuhan dan sifat-sifat-Nya, tetapi juga temasuk Zanadiqah karena mengingkari hari akhir yang juga menjadi pangkal iman.
Aliran yang ketiga, Ilahiyyun, ialah kelompok yang datang paling kemudian diantara para filosof Yunani. Tokoh-tokohnya adalah Socrates, Plato (murid Socrates) dan Aristoteles (murid Plato). Menurut al-Ghazali, Aristoteles-lah yang berhasil menyusuan logika (manthiq) dan ilmu pengetahuan. Tetapi masih terdapat beberapa hal dari produk pemikirannya yang wajib dikafirkan sebagaimana wajib mengkafirkan pemikiran bid’ah dari para filosof Islam pengikutnya seperti Ibnu Sina dan al-Farabi.
Menurut al-Ghazali, pemikiran filsafat Yunani seperti filsafat Socrates, Plato, dan Aristoteles, bahkan juga filsafat Ibnu Sina dan al-Farabi tidak sesuai dengan yang dicarinya, bahkan kacau (tahafut). Malahan ada yang bertentangan dengan ajaran agama, hal yang membuat al-Ghazali mengkafirkan sebagian pemikiran mereka itu.
4. Al Razi
Ar-Razi juga mengemukakan pendapatnya dalam bidang etika kedokteran. Salah satunya adalah ketika dia mengritik dokter jalanan palsu dan tukang obat yang berkeliling di kota dan desa untuk menjual ramuan. Pada saat yang sama dia juga menyatakan bahwa dokter tidak mungkin mengetahui jawaban atas segala penyakit dan tidak mungkin bisa menyembuhkan semua penyaki, yang secara manusiawi sangatlah tidak mungkin. Tapi untuk meningkatkan mutu seorang dokter, ar-Razi menyarankan para dokter untuk tetap belajar dan terus mencari informasi baru. Dia juga membuat perbedaan antara penyakit yang bsa disembuhkan dan yang tidak bisa disembuhkan. Ar-Razi kemudian menyatakan bahwa seorang dokter tidak bisa disalahkan karena tidak bisa menyembuhkan penyakit kanker dan kusta yang sangat berat. Sebagai tambahan, ar-Razi menyatakan bahwa dia merasa kasihan pada dokter yang bekerja di kerajaan, karena biasanya anggota kerajaan suka tidak mematuhi perintah sang dokter.
Ar-Razi juga mengatakan bahwa tujuan menjadi dokter adalah untuk berbuat baik, bahkan sekalipun kepada musuh dan juga bermanfaat untuk masyarakat sekitar
5. Ibnu Sina
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina. Ia lahir pada tahun 980 M di Asfshana, suatu tempat dekat Bukhara.
Dengan ketajaman otaknya ia banyak mempelajari filsafat dan cabang - cabangnya, kesungguhan yang cukup mengagumkan ini menunjukkan bahwa ketinggian otodidaknya, namun di suatu kali dia harus terpaku menunggu saat ia menyelami ilmu metafisika-nya Arisstoteles, kendati sudah 40 an kali membacanya. Baru setelah ia membaca Agradhu kitab ma waraet thabie’ah li li Aristho-nya Al-Farabi (870 - 950 M), semua persoalan mendapat jawaban dan penjelasan yang terang benderang, bagaikan dia mendapat kunci bagi segala simpanan ilmu metafisika. Maka dengan tulus ikhlas dia mengakui bahwa dia menjadi murid yang setia dari Al-Farabi
Dibidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. Ibnu Sina otodidak dan genius orisinil yang bukan hanya dunia Islam menyanjungnya ia memang merupakan satu bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, yang bukan pinjaman sehingga Roger Bacon, filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan menyatakan dalam Regacy of Islam-nya Alfred Gullaume; “Sebagian besar filsafat Aristoteles sedikitpun tak dapat memberi pengaruh di Barat, karena kitabnya tersembunyi entah dimana, dan sekiranya ada, sangat sukar sekali didapatnya dan sangat susah dipahami dan digemari orang karena peperangan - peperangan yang meraja lela di sebeleah Timur, sampai saatnya Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dan juga pujangga Timur lain membuktikan kembali falsafah Aristoteles disertai dengan penerangan dan keterangan yang luas.”
6. Sukharwarhi
Suhrawardi, dengan demikian telah menapaki jalan baru bagi sebuah konstruksi epistemologis yang luar biasa pada zamannya. Ia mencoba untuk menciptakan suatu harmoni antara kutub-kutub intuitif dan rasionalisme sekaligus. Van Den Bergh misalnya, menyatakan bahwa pemikiran filsafat Suhrawardi tidaklah bersifat khas. Hal ini tidak lain karena dalam konstruksi pemikirannya tidak lain adalah upaya untuk meneruskan filsafat masyriqiyyah Ibnu Sina dan filsafat paripatetik pada umumnya. Senada dengan hal tersebut apa yang disampaikan oleh Nasr, harus diakui bahwa filsafat Suhrawardi merupakan kombinasi dari berbagai kebijaksaan pemikiran terdahulu seperti kebijaksanaan sufisme, hermetisme, kebijaksanaan filosof Yunani dan juga kebijaksaan filosof Persia. Seperti yang diungkapkan oleh Hossein Ziai, Suhrawardi memang menggunakan teks, istilah dan metode Ibnu Sina, namun ia juga menggunakan sumber yang lain, bahkan tidak jarang ia juga memberikan kritik terhadap pemikiran pendahulunya sebagai landasan bagi konstruksi pemikiran filsafat isyraqiyyahnya.
Konstruksi pemikiran Suhrawardi yang didasarkan atas konsep “cahaya” yang kemudian mengarahkanya pada pendekatan intuitif, secara epistemologis konsep ini selayaknya digunakan dalam wilayah humanitas bukan dalam wilayah empirisme atau rasionalisme. Kesadaran kemanusiaan dalam konteks ini bisa dilahirkan dari penajamanan intusi tersebut. Teori tingkat wujud sebagai pancaran dari realitas absolut merupakan dasar dari bentuk kesadaran kesatuan realitas. Wujud yang berbeda dan bertingkat-tingkat adalah sebuah realitas yang niscaya tapi harus difahami jika perbedaan tersebut berasal dan bermuara dari satu realitas tunggal.
Salah satu konsep yang ditawarkan oleh Suhrawardi dengan konsep tingkatan wujud tersebut nampaknya mempunyai momentumnya dalam konteks kekinian. Kehidupan masyarakat yang memiliki tingkat pluralitas dan heterogenitas yang luar biasa telah meniscayakan sebuah logika berfikir yang meniadakan konsep-konsep truth claim, yang satu menafikan yang lain, merasa benar sendiri. Meminjam Istilahnya Al Jabiri, melalui penajaman intuitif, logika-logika “act with” akan lebih mengedepan dari pada logika-logika “act against”.
7. Ibn Rushd (1126-1198)
Abu’l Walid Muhammad ibn Rushd al-Qurtubi (1126-1198), yang lebih dikenal dengan nama Ibn Rushd atau Averroes di dunia Barat, memiliki beberapa posisi unik dalam sejarah filsafat Islam.
Pertama, dia adalah filsuf Islam asal Andalusia yang mungkin cuma satu-satunya di wilayah ini yang setenar dengannya; Ibn Bajjah dan Ibn Thufail adalah dua filsuf lain asal Andalusia tapi kurang berpengaruh seperti Ibn Rushd.
Kedua, dia kerap dijadikan tapal batas akhir perjalanan filsafat Islam klasik dalam karya-karya Barat atau sarjana Muslim yang terpengaruh oleh sarjana Barat. Seakan-akan sesudah Ibn Rushd filsafat Islam mati. Padahal, kenyataannya, menurut Seyyed Hossein Nasr, filsafat Islam justru mulai menunjukkan keotentikan dan kekayaan pemikiran Islam pasca Ibn Rush dengan lahirnya mazhab Isfahan Mir Damad dan Filsafat Hikmah/Transendental (hikmah muta’aliyah) Mulla Shadra.
Ketiga, dia tampil sebagai pembela gigih filsafat dan rasionalitas Islam setelah sejumlah teolog Asy’ariyyah seperti al-Ghazali dan Fakhruddin al-Razi menghujat keras sejumlah isu pokok dalam filsafat Islam. Dia menulis Tahafut al-Tahafut untuk menjawab dan mengklarifikasi 20 isu filosofis yang dibidik oleh Ghazali dalam Tahafut al-Falasifah.
Keempat, terkait erat dengan poin ketiga di muka, Ibn Rushd mencoba membangun argumen keharmonisan akal dan wahyu atau filsafat dan agama (syari’ah) secara umum. Untuk itu dia menulis Fashl al-Maqal (Decisive Treatise) dan Al-Kasyf ‘an Manahij al-Adilla fi ‘Aqa’id al-Milla (Discovery of the Methods of the Proofs). Menurut para sarjana, kedua karya ini bersama Tahafut al-Tahafut merupakan trilogi pemikiran filosofis Ibn Rushd.
8. Muhammad Iqbal
Saat dunia Islam semakin terpuruk dalam jurang mistisisme dan konservatisme yang antiperubahan, lahirlah seorang filosof-penyair: Sir Muhammad Iqbal. Kemunculan Iqbal ibarat mekarnya kuncup teratai di tengah kesunyian telaga. Beliaulah yang berhasil merajut dengan cantiknya khazanah pemikiran Barat dan Islam guna menyegarkan kembali dunia pemikiran Islam. Sikap yang patut ditauladani. Iqbal tidak terapologi dihadapan pemikiran Barat, namun tidak juga melepaskan baju keislamannya. Sederet nama besar dari Timur ke Barat tuntas dijelajahi: Al-Hallaj, Jalaluddin Rumi, Al Ghazali, Nietsche, Kant, Bergson, dan Hegel. Usaha yang tidak sia-sia. Karya besarnya The Reconstruction of Religious Thought in Islam menjadi inspirasi bagi sebagian besar generasi muda Islam yang mendambakan pemikiran Islam yang lebih inklusif, terbuka, dan pluralis. Sikap pluralis Iqbal juga bisa disimak dalam syair-syairnya seputar persahabatan Hindu-Muslim seperti Tarana-I-Hindi (Nyanyian dari India), Hindustani Bachon Ka Qawmi Git (Musik Nasional Anak-Anak India), dan Naya Shiwala (Kuil Baru)
E. Abad Modern
Corak pemikiran filsafat pada masa ini kembali pada masalah “Antroposentris” Serupa dengan zaman Klasik, namun lebih mengagungkan kemampuan akal pikir manusia. Pada abad modern telah dibagi kedalam beberapa aliran sebagai berikut ini :
a. Rasionalisme
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir.
Latarbelakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (scholastic), yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak mampu mengenai hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Pada tokoh aliran Rasionalisme diantaranya adalah Descartes (1596- 1650 M ).
1. Rene Rene Descartes ( 1596- 1650 M )
Rene Descartes filsuf asal prancis yang termasyur dengan arghumen Je pense, donc je suis atau dalam bahasa latin “Cogito Ergo Sum” “aku berpikir maka aku ada” mengatakan bahwa filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal pernyelidikannya adalah mengenai Tuhan, Alam, dan Manusia.
2. Spinoza (1632- 1677 M)
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 M. Nama aslinya adalah barulah Spinoza ia adalah seorang keturunan Yahudi di Amsterdam. Ia lepas dari segala ikatan agama maupun masyarakat, ia mencita- citakan suatu sistem berdasrkan rasionalisme untuk mencapai kebahagiaan bagi manusia.menurut Spinoza aturan atau hukum ynag terdapat pada semua hal itu tidak lain dari aturan dan hukum yang terdapat pada idea. Baik Spinoza maupun lebih ternyata mengikuti pemikiran Descartes itu, dua tokoh terakhir ini juga menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika, dan kedua juga mengikuti metode Descantes.
3. Leibniz
Gottfried Eilhelm von Leibniz lahir pada tahun 1646 M dan meninggal pada tahun 1716 M. ia filosof Jerman, matematikawan, fisikawan, dan sejarawan. Lama menjadi pegawai pemerintahan, pembantu pejabat tinggi Negara. Waktu mudanya ahli piker Jerman ini mempelajari scholastik.
Ia kenal kemudian aliran- aliran filsafat modern dan mahir dalam ilmu. Ia menerima substansi Spinoza akan tetapi tidak menerima paham serba tuhannya (pantesme). Menurut Leibniz substansi itu memang mencantumkan segala dasar kesanggupannya, dari itu mengandung segala kesungguhan pula. Untuk menerangkan permacam- macam didunia ini diterima oleh Leibniz yang disebutnya monaden. Monaden ini semacam cermin yang membayangkan kesempurnaan yang satu itu dengan cara sendiri.
b. Empirisme
Empirisme adalah salah satu aliran dalam filosof yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah Empirisme diambil dari bahasa Yunani yaitu emperia yang berarti coba- coba atau pengalaman. Sebagai tokohnya adalah Francis Bacou , Thomas Hobbes, John Locker, dan David Hume. Karana adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya, pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot. Hal itu terjadi karena filsafat dianggap tidak berguan lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain ilmu pengetahuan yang bermanfaat, pasti, dan benar hanya diperoleh lewat indra ( empiri) dan empirilah satu- satunya sumber pengetahuan. Pemikiran tersebut lahir denagn nama Empirisme.
1. Francis Bacon ( 1210- 1292 M )
Dari mudanya Bacon sudah mempunyai minat terhadap filsafat. Akan tetapi waktu dewasa ia menjabat pangkat- pangkat tinggi dikerjakan inggris kemudian diangkat dalam golongan bangsawan. Setelah berhenti dari jabatannya yang tinggi. Barulah ia mulai menuliskan filsafatnya.
Menurut Franccis Bacon bahwa pengetahuan ynag sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melaui persatuan inderawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang sejati. Denagn demikian bagi Bacon cara memcapai pengetahuan itupun segera nampak dengan jelasnya. Haruslah pengetahuan itu dicapai dengan mempengaruhi induksi. Haruslah kita sekarang memperhatikan yang konkrit, mengumpulkan, mengadakan kelompok- kelompok, itulah tugas ilmu pengetahuan.
2. Thomas Hobbes (1588- 1679 M )
Thomas hobbes adala seorang ahli piker yang lahir di Malmesbury, ia adalah anak dari seorang pendeta. Menurutnya bahwa pengalaman interawi sebagai permulaan segala pengetahuan. Hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan inderalah yang merupakan kebenaran. Pengetahuan kita tak mengatasi pengindraan dengan kata lain pengetahuan yang benar hanyalah pengetahuan indera saja, yang lain tidak.
Ada yang menyebut Hobbes itu menganut sensualisme, karena ia amat mengutamakan sensus (indra) dalam pengetahuan. Tetapi dalam hubungan ini tentulah ia anggap salah satu dari penganut empirisme, yang mengatakan bahwa persantuhan denag indera( impiri) itulah yang menjadi pangkal dan sumber pengetahuan.
Pendapatnya adalah bahwa ilmu filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang sifatnya umum. Menurutnya filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang akibat- akibat atau tentang gejela- gejela yang doperoleh. Sasaran filsafat adalah fakta, yaitu untuk mencari sebab-sebabnya. Segala yang ditentukan oleh sebab, sedangkan prosesnya sesuai dengan hukum ilmu pasti/ ilmu alam.
3. John Locke ( 1932- 1704 M )
John locke dilahirkan di Wrington, dekat Bristol, inggris. Ia adalah filosof yang banyak mempelajari agama Kristen. Disamping sebagai seorang ahli hukum ia juga menyukai filsafat dan teologi, mendalami ilmu kedokteran, dan penelitian kimia. Dalam mencapai kebenaran, sampai seberapa jauh (bagimana) manusia memakai kemampuannya.
Ia hendak menyelidiki kemampuan pengetahuan manusia sampai kemanakah ia dapat mencapai kebenaran dan bagimanakah mencapainya itu. Dalam penelitiannya ia memakai istilah sensation dan reflecaton. Sensation adalah suatu yang dapat berhubungan itu, reflection adalah pengenalan intuitif yang memberikan pengetahuan kepada manusia, yang lebih baik daripada sensation.
John lock berargumen:
a. Dari jalan masuknya pengetahuan kita mengetahui bahwa innate itu tidak ada, memang agak umum orang beranggapan bahwa innate itu ada. Ia itu seperti ditempelkan pada jiwa manusia, dan jiwa membawanya ke dunia ini. Sebenarnya kenyataan telah cukup menjelaskan kepada kita bagaimana pengetahuan itu dating, yakni melalui daya-daya yang alamiah tanpa bantuan kesan-kesan bawaan, dan kita sampai pada keyakinan tanpa suatu pengertian asli.
b. Persetujuan umum adalah argument yang terkuat. Tidak ada sesuatu yang dapat disetujui oleh umum tentang adanya innate idea justru dijadikan alasan untuk mengatakan ia tidak ada.
c. Persetujuan umum membuktikan tidak adanya innate idea.
d. Apa innate itu sebenarnya tidaklah mungkin diakui dan sekaligus juga tidak diakui adanya. Bukti-bukti yang mengatakan ada innate itu ada justru saya jadikan alasan untuk mengatakan ia tidak ada.
e. Tidak juga dicetakkan (distempelkan) pada jiwa sebab pada anak idiot ide yang innate itu tidak ada padahal anak normal dan akan “idiot sama-sama berpikir”.
4. David Hume ( 1711- 1776 M )
David Hume menjadi terkenal oleh bukunya. Buku hume, treatise of human nature (1739 M). ditulisnya tatkala ia masih muda, yaitu tatkala ia berumur dua puluh tahunan. Buku itu tidak terlalu banyak menarik perhatian orang, karenanya hume pindah kesubyek lain, lalu ia menjadi seorang yang terkenal sebagai sejarawan.
Kemudian pada tahun 1748 M ia menulis buku yang memang terkenal, yang disebutnya An Enqury Cincering Human Understanding, waktu mudanya ia juga berpolitik tetapi tak terlalu mendapat sukses. Ia menganalisa pengertian substansi. Seluruh pengetahuan itu tak lain dari jumlah pengaman kita.
Apa saja yang merupakan pengetahuan itu hanya disebabkan oleh pengalaman. Adapun yang bersentuhan dengan indra kita itu sifat-sifat atau gejala-gejala dari hal tersebut. Yang menyebabkan kita mempunyai pengertia sesuatu yang tetap – substansi – itu tidak lain dari perulangan pengalaman yang demikian acap kalinya, sehingga kita menganggap mempunyai pengertian tentang suatu hal, tetapi sebetulnya tidak ada substansi itu hanya anggapan, khayal, sebenarnya tidak ada.
c. Kritisisme atau Marxisme
Aliran ini ini pertama kali di pelopori oleh Karel Marx (1818-1883), Marx berpendapat bahwa, manusia selalu terkait dengan hubungan-hubungan kemasyarakatan. Manusia adalah mahkluk yang bermasyarakat, yang beraktifitas dan terlibat dalam proses produksi. Hakikatnya manusia adalah bekerja (Homo laborans, homo faber). Sehuingga pada perkembangannya melahirkan komunisme.
d. Idealisme
Dalam teori ini di katakan bahwa Ada yang sesungguhnya berada di dalam dunia Ide (Idea). Segala sesuatu yang tampak dan mewujut nyatakan dalam alam indrawi hanya merupakan gambaran atau bayangan dari yang sesungguhnya, yang berada di dunia idea. Dengan kata lain, realistis yang sesungguhnya bukanlah yang kelihatan, melainkan yang tidak kelihatan. Beberapa tokoh dari aliran ini adalah :
1. George Berkeley (1685-1753)
George Berkeley yang merupakan tokoh Idealisme Subjektif menyatakan bahwa satu-satunya realitas yang sesungguhnya ialah aku subjektif yang spiritual. Bagi Berkeley tak ada subtansi material dan sebagainya, seperti Kursi dan meja, karena semuanya itu hanya merupakan koleksi ide yang ada dalam alam pikir sejauh yang dapat di serap.
2. Immanuel kant (1724-1804)
Immanuel kant yang mengemukakan eksponen idealisme transendental,berpendapat bahwa objek pengalaman kita, yaitu yang ada dalam ruang dan waktu, tidak lain dari pada penampilan dari yang tak memiliki eksistensi dan independen di luar pemikiran kita.
3. George Wilhelm Friendrich Hegal (1770-1831)
Idealisme Objektif yang di kembangkan oleh George Wilhelm FriendrichHegal menegaskan bahwa segala sesuatu yang ada adalah satu bentuk dari satu pikiran.
e. Positivisme
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang mengalami banyak perubahan mendasar dalam perjalanan sejarahnya. Istilah Positivisme pertama kali digunakan oleh Francis Biken seorang filosof berkebangsaan Inggeris. Ia berkeyakinan bahwa tanpa adanya pra asumsi, komprehensi-komprehensi pikiran dan apriori akal tidak boleh menarik kesimpulan dengan logika murni maka dari itu harus melakukan observasi atas hukum alam.
f. Evolusionisme
Charles Robert Darwin (1809-1882) adalah orang pertama yang mempelopori aliran ini. Dimana ia mengajukan konsep tentang segala sesuatu termasuk manusia. Pada hakikatnya antara binatang dan manusia serta benda tidak ada bedanya. Di mungkinkan terdapat perkembangan manusia pada masa yang akan dating menjadi lebih sempurna. Berdasarkan teori tersebut di lahirkan teori Evolusi.
g. Materialisme
Dalam aliram materialisme ini menolak hal-hal yang tidak keluihatan.Bagi materialisme, ada yang sesungguhnya adalah yang keberadaanya semata-mata bersifat material atau sama sekali bergantung pada material. Jadi, realitas yang sesungguhnya adalah alam kerbendaan dan segala sesuatu yang mengatasi alam kebendaan itu haruslah di kesampingkan. Oleh sebab itu, Seluruh realitas hanya mungkin di jelaskan secara materialisme. Beberapa tokoh dari aliran ini yaitu :
4. Thomas Hobbes (1588-1679)
Thomas Hobbes berpendapat bahwa seluruh realitas adalah materi yang tidak bergantung pada gagasan dan pikiran kita. Setiap kejadian adalah gerak yang terjadi oleh kehendak, maka seluruh realitas yang tak lain dari materi itu senantiasa berada di dalam gerak.
5. Ludwig Andreas Feuerbach (1804-1872)
Ludwig Andreas Feuerbach menegaskan bahwa materi haruslah menjadi titik pangkal dari segala sesuatu. Bagi Feuerbach alam material adalah realitas yang sesungguhnya. Adapin karena manusia adalah bagian dari alam material itu manusia adalah satu realitas manusia yang begitu egois demi meraih kebahagiaan bagi diri sendiri.
h. Neo Kantianisme
Tokoh aliran ini adalah Herman Cohen (1842-1918), yang mejadi titik tolak pemikiranya adalah segala sesuatu itu baru di katakana ada apabila terlebih dahulu dipikirkan. Artinya ada dan di pikirkan adalah sama sehingga apa yang dipikirkan akan di piker.
i. Pragmatisme
James (1842-1910) adalah salah satu psikolog Amerika yang cukup terkenal. Ia mengajarkan filsafat dan psikologi di Universitas Harvard selama 35 tahun. Dia sangat menentang strukturalis, karena menurutnya aliran ini sangat dangkal, tidak murni dan kurang dapat dipercaya kebenarannya. Kesadaran menurut James bersifat unik dan sangat pribadi, terus-menerus berubah, muncul setiap saat, dan selektif sekali ketika harus memilih dari sekian banyak rangsang yang mengenai seseorang. Yang paling menonjol dan utama ialah, bahwa kesadaran ini mampu membuat manusia menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitarnya. Pengikut fungsionalisme meyakini hal-hal berikut :
1. Psikolog seharusnya meneliti secara mendalam bagaimana proses-proses mental ini berfungsi, dan juga mengenai topik lainnya.
2. Mereka seharusnya menggunakan introspeksi informal, yaitu observasi terhadap diri sendiri serta laporan diri, serta metode obyektif, yaitu yang dapat terbebas dari prasangka, seperti misalnya elsperimen.
3. Psikologi, sebagai ilmu pengetahuan, seharusnya dapat diterapkan di dalam kehidupan kita sehari-hari, misalnya dalam pendidikan, hukum, ataupun perusahaan.
j. Fenomenologi
Pada aliran ini pemikirnya adalah Edmund Husel (1838-1939M) pemikiranya bahwa benda harus diberi kesempatan untu berbicara yaitu dengan cara deskriptif fenomenologi yang harus di dukung oleh metode deduktif. Tujuanya adalah untuk melihat gejalah-gejalah secara Intuitif. Sedangkan, metode deduktif artinya menghayalkan gejalah-gejalah dalam berbagai macam yang berbeda
k. Eksistensialisme
Pelopornya adalah Soren KIerkagand (1813-1855 M ) mengemukakan bahwa kebenaran itu tidak berbeda pada sesuatu system yang umum tetapi berbeda pada eksistensi manusia penuh dengan dosa, sehingga hanya iman pada Kristus sajalah yang dapat mengatasi perasaan bersalah kepada dosa. Tokoh lainya yaitu Frederic Nietze (1844-1900 M) memberkanb tekanan pada sisi kodrat manusiawi yang tidak sadar, vountaristis yang itu bukanlah merenungkan kebenaran, tetapi menghayati kebenaran. Karl Jaspers (1883-1969) menyatakan bahwa eksistensi itu bukanlah merenungkan kebenaran, tetapi menghayati kebenaran. Martin Heidegger (1889-1976) menyatakan bahwa dunia luar yang terdiri dari objek-objek,hanya digunakan pada setiap tindakan dan tujuan kegiatan manusia. Tetapi, meski demikian akan pengetahuan manusia tidak terpisah dengan benda-benda di sekitarnya. Gabriel Marcel (1889-1973) berpendapat bahwa kita harus mampu menjawab pertanyaan, siapakah aku ? dan apakah wujud itu ?. Dan akhirnya, Jean Paul Satre (1905-1905)., menyajikan pemikirannya tentang manusia, terdapat dua tipe ada dan hubungan pemikirannya dengan MArxisme.
l. Neo Thomisme
Paham Neo Thomisme yaitu aliran yang mengikuti pahan Thomas Aqinas, Paham Neo Thomisme menganggap :
1. Ajaran Thomas Aqinas sudah sempurna
2. Ajaran Thomas Aqinas telah sempurna akan tetapi masih terdapat hal-hal yang pada suatu saat belum di bahas.
3. Ajaran Thomas Aqinas Harus diikuti akan tetapi tidak boleh beranggapan bahwa ajarannya betul-betul sempurna.
F. KESIMPULAN
1. Dari hasil
Daftar Pustaka
Achmadi, Drs. Asmoro. 2003. Filsafat Umum. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Darmohiharjo, SH, Prof. Darji dan Shidarta, SH, M.Hum. 2002. Pokok-pokok Filsafat Hukum. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
M. Dagun, Drs.Save.1990. Fisafat Eksistensialisme. Jakarta : Rineka Cipta.
Noor, Hadian. Pengantar Sejarah Filsafat. Malang: Citra Mentari Group. 1997.
Osborne, Richard. Filsafat Untuk Pemula. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2001
Russell, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.
Turnbull, Neil. Bengkel Ilmu Filsafat. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2005.
.
Perjalanan perkembangan Filsafat sudah di mulai dari Zaman Yunani Kuno dan terus berkembang hingga saman modern ini. Secara etimologi atau asal kata istilah filsafat berasal dari bahasa Falsafah فلسفة (Arab), Philosphy (Inggris), Philosophie (Belanda, Jerman, Prancis), Metafisika (Eropa), dan kesemuanya ini berasal dari bahasa Yunani Φιλοσοφία “Philosophia” yang terdiri dari dua kata yaitu Philos, Philen, atau Philia yang berarti cinta, dan Sophia yang berarti kebijaksanaan, Kebenaran, Kearifan, dan Pengetahuan. Orang yang mencintai Kebijaksanaan di sebut “philosophos”, filsuf atau filosof.
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa "filsafat" adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis. Hal ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik.
Dalam perkembanganya Filsafat melewati beberapa tahapan periode yaitu zaman Yunani Kuno, zaman Klasik, Abad Pertengahan, dan Abad Modern.
B. Zaman Yunani Kuno
Pada Zaman ini filsafat lebih bercorak “Cosmosentris” yang artinya Pusat pemikiran filsuf-filsuf pada periode ini dimana arah dan perhatian pemikiranya kepada apa yang di amati di sekitar. Mereka berupaya mencari jawaban tentang prinsip pertama (Arkhe dari alam semesta oleh karena itu mereka lebih di kenal dengan julukan “Filsuf-filsuf alam”. Tokoh-tokoh filsafat pada zaman ini yaitu :
1. Thales (625-545 SM)
Thales digelari bapak filsafat “The Father of Philosophy” karena dialah orang yang mula - mula berfisafat (bijaksana). Ia adalah seorang politikus, ahli geometri dan pemikir dipelabuhan miletus yang sangat ramai. Ia juga berjasa dengan meramalkan secara tepat gerhana matahari pada tahun 585 sm.ia tidak tertarik pada mitos tetapi pada pengetahuan mengenai dunia dan bintang, ia adalah pemikir praktis.
Gelar itu diberikan karena ia mengajukan pertanyaan yang amat mendasar, yang jarang diperhatikan orang, juga orang jaman sekarang : “what is the nature of the world stuff ? “(mayer , 1950:18) “apa sebenarnya bahan (Arkhe) alam semesta ini” ? Terlepas dari apapun jawabannya, pertanyaan ini saja telah dapat mengangkat namanya menjadi filosop pertama. Ia sendiri menjawab air. Jawaban ini sebenarnya amat sederhana dan belum tuntas. Belum tuntas karena dari apa air itu ? thales mengambil air sebagai alam semesta barang kali karena ia melihatnya sebagai sesuatu yang amat diperlukan dalam kehidupan, dan menurut pendapatnya bumi ini terapung di atas air (mayer,1950:18).Lihatlah, jawabannya amat sederhana; pertanyaannya jauh lebih berbobot ketimbang jawabanyannya. Masih adakah orang yang beranggapan bahwa bertanya itu tidak penting? Thales menjadi filosof karena ia bertanya. Pertanyaannya itu jawabannya dengan menggunakan akal, bukan menggunakan agama atau kepercayaan lainnya. Alasannya adalah karena air penting bagi kehidupan. Disini akal mulai digunakan lepas dari keyakinan.
2. Anaximandros (640-546 SM)
Anaximander adalah murid Thales yang setia. Ia hidup sekitar 610-546 SM. Ia berpendapat bahwa hakikat dari segala seuatu yang satu itu bukan air, tapi yang satu itu adalah yang tidak terbatas dan tidak terhingga, tak berubah dan meliputi segala-galanya yang disebut “Aperion”. Tidak ada persamaanya dengan salah satu barang yang keliuhatan di dunia ini. Segala sesuatu terjadi dari aperior dan kembali pula kepada aperior. Aperion bukanlah materi seperti yang dikemukakan oleh Thales. Anaximander juga berpendapat bahwa dunia ini hanyalah salah satu bagian dari banyak dunia lainnya.
Anaximandros juga mengatakan bahwa bumi persis berada di pusat jagat raya dengan jarak yang sama terhadap semua badan yang lain. Sedangkan mengenai kehidupan bahwa semua makhluk hidup berasal dari air dan bentuk hidup yang pertama adalah ikan. Dan manusia pertama tumbuh dalam perut ikan.
3. Anaximanes (560-520 SM)
Anaximenes hidup sekitar 560-520 SM. Anaximenes murit dari anaximandros Hidup sekitar 546 SM, Ia berpendapat bahwa bumi secara lepas bergantung di ruangan, ia juga berpendapat bahwa dulunya ada satu substansi tunggal pertama dan suatu hukum alam yang berlaku di dunia, untuk mempertahankan keseimbangan antara unsur – unsur yang berbeda. Anaximander mencoba menjelaskan bahwa subtansi pertama itu bersifat kekal dan ada dengan sendirinya (mayer,1950 :19). Anaximanes mengatakan itu udara. Udara merupakan sumber segala kehidupan, Ia berpendapat bahwa hakikat segala sesuatu yang satu itu adalah udara. Jiwa adalah udara; api adalah udara yang encer; jika dipadatkan pertama-tama udara akan menjadi air, dan jika dipadatkan lagi akan menjadi tanah, dan ahirnya menjadi batu. Ia berpendapat bahwa bumi berbentuk seperti meja bundar. Pembicaraan filosof ini saja telah memperlihatkan bahwa didalam filsafat dapat terdapat lebih dari satu kebenaran tentang satu persoalan. Sebabnya ialah bukti kebenaran teori dalam filsafat terletak pada logis atau tidaknya argumen yang digunakan, bukan terletak pada kongkulasi. Disini sudah kelihatan bibit relativisme yang kelak dikembangkan dalam filsafat sofisme. Pada kata”sofis" itu sendiri terkandung pengertian tipuan, hipkret dan sinis. Menurut para filosof, meraka adalah orang yang kurang terpelajar di dalam sains maupun di dalam filsafat. Mereka itu orang – orang yang menjual kebajikan untuk memperoleh materi. Pemikiran sofis itu mempunyai ciri berupa pandangan yang saling bertentangan. Dalam moral pun mereka di katakan menganut moral yang relatif, jadi buruk dan baik itu adalah relatif. Bagi orang – orang sofis tidak ada generalisasi dengan kata lain tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran itu relatif. Biasanya orang-orang sofis itu disenangi oleh para filosof. Sifat mereka itu amat ditentang oleh Socrates dan plato. Sebagian fisof menentangorang – orang sofis karenamereka mau menerima uang dari ajaran mereka. Kebanyakan orang- orang sofis dating dari kelas rendah di dalam masyarakat karena itu mereka memerlukan uang. Sementara filsof mengatakan bahwa filsafat itu di senangi bukan untuk alat mencari uang.
4. Phytagoras (580-500 SM)
Pythagoras lahir di Samos sekitar 580-500 SM. s asia kecil, Dan ia mengembara ke Yunani pada usianya yang ke 25 Tahun. Ajaran-ajarannya yang pokok di kemukakan oleh Phytagoras adalah :
pertama dikatakan bahwa jiwa tidak dapat mati. Sesudah kematian manusia, jiwa pindah ke dalam hewan, dan setelah hewan itu mati jiwa itu pindah lagi dan seterusnya. Tetapi dengan mensucikan dirinya, jiwa dapat selamat dari reinkarnasi itu.
Kedua dari penemuannya terhadap interval-interval utama dari tangga nada yang diekspresikan dengan perbandingan dengan bilangan-bilangan, Pythagoras menyatakan bahwa suatu gejala fisis dikusai oleh hukum matematis. Bahkan katanya segala-galanya adalah bilangan. Unsur bilangan merupakan prinsip unsur dari segala-galanya. Dengan kata lain, bilangan genap dan ganjil sama dengan terbatasa dan tak terbata.
Ketiga mengenai kosmos, Pythagoras menyatakan untuk pertama kalinya, bahwa jagat raya bukanlah bumi melainkan Hestia (Api), sebagaimana perapian merupakan pusat dari sebuah rumah.
5. Xenophanes (570-? SM)
Xenophanes merupakan pengikut Aliran Pythagoras yang lahir di Kolophon, Asia Kecil, sekitar tahun 545 SM. Dalam filsafatnya ia menegaskan bahwa Tuhan bersifat kekal, tidak mempunyai permulaan dan Tuhan itu Esa bagi seluruhnya. Ke-Esaan Tuhan bagi semua merupakan sesuatu hal yang logis. Hal itu karena kenyataan menunjukkan apabila semua orang memberikan konsep ketuhanan sesuai dengan masing-masing orang, maka hasilnya akan bertentangan dan kabur. Bahkan “kuda menggambarkan Tuhan menurut konsep kuda, sapi demikian juga” kata Xenophanes. Jelas kiranya ide tentang Tuhan menurut Xenophanes adalah Esa dan bersifat universal.
6. Heraklitosn (540-480 SM)
Ia lahir dikota Ephesos diasi minor, ia mempunyai pendangan yang berbeda dengn filosof-filosof sebelumnya. Ia menyatakan bahwa asal segala suatu hanyalah satu yakni api.
Ia memandang bahwa api sebagai anasir yang asal pandangannyasemata-mat tidak terikat pada alam luaran, alam besar, seperti pandangan filosof-filosof Miletos.
Segala kejadian didunia ini serupa dengan api yang tidak putusnya dengan bergantu-ganti memakan dan menghidupi dirinya sendiri segala permulaan adalah mula dari akhirnya. Segala hidup mula dari pada matinya. Didunia ini tidak ada yang tetap semuanya mengalir.
Tidak sulit untuk mengerti apa sebab Heraklitos memilih api. Nyala api senantiasa memakan bahan bakar yang baru dan bahan bakar itu dan berubah menjadi abu dan asap. Oleh karena itu api cocok sekali untuk melambangkan suatu kesatuan dalam perubahan.
7. Parmenides (540-475 SM)
Lahir sekitar tahun 540-475 di Italia Selatan. Ajarannya adalah kenyataan bukanlah gerak dan perubahan melainkan keseluruhan yang bersatu. Dalam pandangan Pamenides ada dua jenis pengetahuan yang disuguhkan yaitu pengetahuan inderawi dan pengetahuan rasional. Apabila dua jenis pengetahuan ini bertentangan satu sama lain maka ia memilih rasio. Dari pemikirannya itu membuka cabang ilmu baru dalam dunia filsafat yaitu penemuannya tentang metafisika sebagai cabang filsafat yang membahasa tentang yang ada.
8. Zeno Zeno (490 – 435 SM)
Zeno lahir di Elea Kota perantaun Yunani di Italia Selatan, Ia adalah murid Parmenides, ia dianggap sebagai peletak dasar dialektika.
Dialektika yaitu suatu arugumentasi yang bertitik tolak dari suatu pengendalian atau hipotesa yang kemudian di tarik suatu kesimpulan. Menurutnya, hipotesa yang dinerikan adalah Suatu kesimpulan yang mustahil, sehingga terbukti bahwa hipotesa itu salah.
9. Empedocles (490-435)
Empedoles lahir di Akragos, Kepulauan Sicilia, ia terkenal dalam bidang kedokteran, Penyair retorika, politik dan Pemikir. Empedocles Sependapat dengan Parmenides, bahwa alam alam semesta di dalamnya.
10. Heraklitosn (540-480 SM)
Ia lahir dikota Ephesos diasi minor, ia mempunyai pendangan yang berbeda dengn filosof-filosof sebelumnya. Ia menyatakan bahwa asal segala suatu hanyalah satu yakni api.
Ia memandang bahwa api sebagai anasir yang asal pandangannyasemata-mat tidak terikat pada alam luaran, alam besar, seperti pandangan filosof-filosof Miletos.
Segala kejadian didunia ini serupa dengan api yang tidak putusnya dengan bergantu-ganti memakan dan menghidupi dirinya sendiri segala permulaan adalah mula dari akhirnya. Segala hidup mula dari pada matinya. Didunia ini tidak ada yang tetap semuanya mengalir.
Tidak sulit untuk mengerti apa sebab Heraklitos memilih api. Nyala api senantiasa memakan bahan bakar yang baru dan bahan bakar itu dan berubah menjadi abu dan asap. Oleh karena itu api cocok sekali untuk melambangkan suatu kesatuan dalam perubahan
11. Anaxagoras (499-420)
Anaxagoras (500—428 SM) adalah filosof lain yang tidak setuju bahwa satu bahan dasar tertentu—air, misalnya—dapat diubah menjadi segala sesuatu yang kita lihat di alam ini. Dia juga tidak dapat menerima bahwa tanah, udara, api, dan air dapat diubah menjadi darah dan tulang.
Anaxagoras berpendapat bahwa alam diciptakan dari partikel-partikel sangat kecil yang tak dapat dilihat mata dan jumlahnya tak terhingga. Lebih jauh, segala sesuatu dapat dibagi menjadi bagian-bagian yang jauh lebih kecil lagi, namun bahkan dalam bagian yang paling kecil masih ada pecahan-pecahan dari semua yang lain. Jika kulit dan tulang bukan merupakan perubahan dari sesuatu yang lain, pasti ada kulit dan tulang, menurutnya, dalam susu yang kita minum dan makanan yang kita santap.
12. Democritos
Democritus yang lahir di Abdera adalah seorang filsuf Yunani yang mengembangkan teori mengenai atom sebagai dasar materi. Karyanya dijadikan sebagai pelopor ilmu fisika materi yang menutup kemungkinan adanya intervensi Tuhan atau Dewa. Dalam bidang Astronomi dia juga orang pertama yang menyatakan pendapat bahwa galaxi Bima Sakti adalah kumpulan cahaya, gugusan bintang yang letaknya saling berjauhan.
Teori Democritus (yang tidak diterima oleh Aristoteles) tidak diacuhkan orang selama Abad Pertengahan dan punya sedikit pengaruh terhadap ilmu pengetahuan. Meski begitu beberapa ilmuwan terkemuka dari abad ke-17 (termasuk Isaac Newton) mendukung pendapat serupa. Tetapi, tak ada teori atom dikemukakan ataupun digunakan dalam penyelidikan ilmiah. Dan lebih penting lagi tak ada seorang pun yang melihat adanya hubungan antara spekulasi filosofis tentang atom dengan hal-hal nyata di bidang kimia. sampai Dalton muncul menyuguhkan "teori kuantitatif" yang jelas dan jemih yang dapat digunakan dalam penafsiran percobaan kimia dan dapat dicoba secara tepat di laboratorium.
C. Zaman Klasik
Padam zaman ini filsafat lebih bercorak “Antrosentris” Artinya filsuf dalam periode ini menjadikan Manusia (Antropos) sebagai objek pemikiran. Tokoh-tokh filsafat pada zaman klasik tersebar di Yunani dan cina.
a. Yunani
1. Socrates
Socrates diperkirakan berprofesi sebagai seorang ahli bangunan (stone mason) untuk mencukupi hidupnya. Penampilan fisiknya pendek dan tidak tampan, akan tetapi karena pesona, karakter dan kepandaiannya ia dapat membuat para aristokrat muda Athena saat itu untuk membentuk kelompok yang belajar kepadanya.Metode pembelajaran Socrates bukanlah dengan cara menjelaskan, melainkan dengan cara mengajukan pertanyaan, menunjukkan kesalahan logika dari jawaban, serta dengan menanyakan lebih jauh lagi, sehingga para siswanya terlatih untuk mampu memperjelas ide-ide mereka sendiri dan dapat mendefinisikan konsep-konsep yang mereka maksud dengan mendetail.Socrates sediri tidak pernah diketahui menuliskan buah pikirannya. Kebanyakan yang kita ketahui mengenai buah pikiran Socrates berasal dari catatan oleh Plato 430-357) SM, dan siswa-siswa lainnya.Salah satu catatan Plato yang terkenal adalah Dialogue, yang isinya berupa percakapan antara dua orang pria tentang berbagai topik filsafat. Socrates percaya bahwa manusia ada untuk suatu tujuan, dan bahwa salah dan benar memainkan peranan yang penting dalam mendefinisikan hubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya. Sebagai seorang pengajar, Socrates dikenang karena keahliannya dalam berbicara dan kepandaian pemikirannya. Socrates percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan diri, dan bahwa manusia pada dasarnya adalah jujur, dan bahwa kejahatan merupakan suatu upaya akibat salah pengarahan yang membebani kondisi seseorang. Pepatahnya yang terkenal: "Kenalilah dirimu".
Socrates percaya bahwa pemerintahan yang ideal harus melibatkan orang-orang yang bijak, yang dipersiapkan dengan baik, dan mengatur kebaikan-kebaikan untuk masyarakat. Ia juga dikenang karena menjelaskan gagasan sistematis bagi pembelajaran mengenai keseimbangan alami lingkungan, yang kemudian akan mengarah pada perkembangan metode ilmu pengetahuan.
2. Plato
Plato memiliki berbagai gagasan tentang filsafat antara lain, Plato pernahmengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada.
3. Aristoteles
Aristoteles yang juga merupakan murit plato ini, juga memiliki beberapa gagasan mengenai filsafat antara lain, ia mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan penyebab-penyebab dari realitas ada. Ia pun mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari “Peri dan selalu peri ada” (Being as being) atau “Peri ada sebagaimana adanya” (Being assuch).
b. Cina
1. Keng-Fu-Tse (551-497 SM)
Konfusius (bentuk Latin dari nama Kong-Fu-Tse, “guru dari suku Kung”) hidup antara 551 dan 497 S.M. Ia mengajar bahwa Tao (”jalan” sebagai prinsip utama dari kenyataan) adalah “jalan manusia”. Artinya: manusia sendirilahyang dapat menjadikan Tao luhur dan mulia, kalau ia hidup dengan baik. Keutamaan merupakan jalan yang dibutuhkan.
Kebaikan hidup dapat dicapai melalui perikemanusiaan (”yen”), yang merupakan model untuk semua orang. Secara hakiki semua orang sama walaupun tindakan mereka berbeda.
2. Lao Tzu
Lao Tzu merupakan ahli filsafat yang terpopuler dan juga merupakan pendiri Taoisme Tionghua: kini. Riwayat hidupnya tidak banyak terdapat dalam catatan historis, tetapi kewujudannya terbukti dalam catatan historis Tiongkok, Shiji.
Kemasyhuran Lǎo Zǐ luas tersebar sehingga kepada Kong Hu Cu. Menurut catatan Zhuangzi, Kong Hu Cu pernah berjumpa dengan Laozi untuk meminta pengajaran akan kesopanan.
3. Mo Tse
Aliran Moisme didirikan oleh Mo Tse, antara 500-400 S.M. Mo Tse mengajarkan bahwa yang terpenting adalah “cinta universal”, kemakmuran untuk semua orang, dan perjuangan bersama-sama untuk memusnahkan kejahatan. Filsafat Moisme sangat pragmatis, langsung terarah kepada yang berguna. Segala sesuatu yang tidak berguna dianggap jahat. Bahwa perang itu jahat serta menghambat kemakmuran umum tidak sukar untuk dimengerti. Tetapi Mo Tse juga melawan musik sebagai sesuatuyang tidak berguna, maka jelek.
D. Abad Pertengahan
Pada masa ini filsafat lebih bercorak “Theosontris” artinya para filsuf pada periode ini menjadikan filsafat sebagai abdi agama atau fisafat di arahkan pada masalah Ketuhanan. Pada abad pertengaan Filsafat di bagi kedalam dua jaman yaitu jaman Patristik dan Skolatik
a. Jaman Patristik
1. Justinus Martir
Justin martir dipandang sebagai kepala apologet. Setelah bertobat ia tetap meneruskan karir filsafatnya dan sebagai seorang Kristen, baik melalui pengajaran lisan maupun tulisan. Tulisannya ada 3, yaitu: 2 dalam tulisan apologetika: 1) kepada pemerintah Roma; 2) kepada Senat. Dia berani dalam pembelaannya dan membayar dengan darahnya sendiri. Ia memateraikan apogetiknya dengan darah, pada saat dia dibawa kepada Rustikus. Mengapa dia berani mati martir, karena dia sudah dipersiapkan sebelumnya dengan melihat orang-orang Kristen sebelumnya juga berani mati martir untuk membela kebenaran. Satu lagi tulisannya adalah “Dialog dengan Trypho”.
2. Tertullianus (155–230)
Quintus Septimius Florens Tertullianus, atau Tertulianus, adalah seorang pemimpin gereja dan penghasil banyak tulisan selama masa awal Kekristenan. Ia lahir, hidup, dan meninggal di Kartago, sekarang Tunisia. Ia dibesarkan dalam keluarga berkebudayaan kafir (pagan) serta terlatih dalam kesusasteraan klasik, penulisan orasi, dan hukum. Pada tahun 196 ketika ia mengalihkan kemampuan intelektualnya pada pokok-pokok Kristen, ia mengubah pola pikir dan kesusasteraan gereja di wilayah Barat hingga digelari "Bapak Teologi Latin" atau "Bapak Gereja Latin". Ia memperkenalkan istilah "Trinitas" (dari kata yang sama dalam bahasa Latin) dalam perbendaharaan kata Kristen; sekaligus kemungkinan, merumuskan "Satu Allah, Tiga Pribadi". Di dalam Apologeticusnya, ia adalah penulis Latin pertama yang menyatakan Kekristenan sebagai vera religio (?), dan sekaligus menurunkan derajat agama klasik Kerajaan dan cara penyembahan lainnya sebagai takhyul belaka.
3. Agustinus
Pertama, Agustinus (354-430). merupakan tokoh filsafat yang telah meletakkan dasar-dasar bagi pemikiran abad pertengahan mengadaptasi platonesme dengan ide-ide Kristen, memberikan formolasi sistematic terhadap filsafat Kristen, Agustinus merupakan sumber/asal usul reformasi yang dilakukan oleh protestan.
Paham teosentris pada Agustinus menghasilakan refolusi dalam pemikiran orang Barat. anggapannya yang meremehkan pengetahuan duniawi, kebenciannya terhadap teori-teori kealaman, imannya kepada tuhan tetap merupakan bagian peradaban modern. sejak zaman Agustinus orang barat lebih memiliki sifat introspektif, karena Agustinuslah diri dalam hubungannya dengan tuhan menjadi penting dalam filsafat. Sehingga kita selalu ingin memperoleh norma yang dapat mengulur tindakan-tindakan kita singkat. Pemikiran Agustinus mempunyai arti penting terhadap manusia modern.
b. Jaman Skolatik
a. Barat
1. Thomas Aquinas (1225-1274)
Thomas mengajarkan Allah sebagai "ada yang tak terbatas" (ipsum esse subsistens). Allah adalah "dzat yang tertinggi", yang memunyai keadaan yang paling tinggi. Allah adalah penggerak yang tidak bergerak. Tampak sekali pengaruh filsafat Aristoteles dalam pandangannya.
Dunia ini dan hidup manusia terbagi atas dua tingkat, yaitu tingkat adikodrati dan kodrati, tingkat atas dan bawah. Tingkat bawah (kodrati) hanya dapat dipahami dengan mempergunakan akal. Hidup kodrati ini kurang sempurna dan ia bisa menjadi sempurna kalau disempurnakan oleh hidup rahmat (adikodrati). "Tabiat kodrati bukan ditiadakan, melainkan disempurnakan oleh rahmat," demikian kata Thomas Aquinas.
2. William Ochham (1285-1349)
William dari Ockham adalah seorang pastur Ordo Fransiskus berkebangsaan Inggris dan filsuf, dari Ockham, desa kecil di Surrey, dekat East Horsley. William mengabdikan diri pada hidup yang papa dan minimalis. Seorang perintis nominalisme, ia terkadang dianggap sebagai bapak epistemologi modern dan filsafat modern umum, berkat pendapatnya yang didukung argumen kuat, bahwa hanya individu yang ada, bukan universal, esensi, atau bentuk supra-individual, dan bahwa universal adalah hasil astraksi dari individu oleh pikiran manusia dan tidak memiliki wujud di-luar-mental. Ockham juga dipandang sebagai salah satu ahli logika terbesar sepanjang masa.
3. Nikolas Cusasus (1401-1464)
Ia sebagai tokoh pemikir yang berada paling akhir masa skolastik. Menurut pendapatnya, terdapat tiga cara untuk mengenal, yaitu lewat indra, akal dan intuisi. Dengan indera kita akan mendapatkan pengetahuan tentang benda-benda berjasad, yang sifatnya tidak sempurna. Dengan akl kita akan mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan indra. Dengan intuisi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi inilah kita akan dapat mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat dipersatukan. Manusia sharusnya menyadari akan keterbatasan akal, sehingga banyak hal yang seharusnya dapat diketahui. Karena keterbatasan akal tersebut, hanya sedikit saja yang dapat diketahui oleh akal. Dengan intuisi inilah diharapkan akan sampai pada kenyataan, yaitu suatu tempat dimana segala sesuatu bentuknya menjadi larut, yaitu Tuhan.
Pemikiran Nicolaus ini sebagai upaya mempersatukan seluruh pemikiran abad pertengahan, yang dibuat ke suatu sintesis yang lebih luas. Sintesis ini mengarah ke masa depan, dari pemikirannya ini tersirat suatu pemikiran para humanis.
b. Timur
1. Al Kindi
Nama lengkap al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya`qub ibn Ishaq ibn Shabbah ibn Imran ibn Isma`il ibn Muhammad ibn al-Asy’ath ibn Qais al-Kindi. Tahun kelahiran dan kematian al-Kindi tidak diketahui secara jelas. Yang dapat dipastikan tentang hal ini adalah bahwa ia hidup pada masa kekhalifahan al-Amin (809-813), al-Ma’mun (813-833), al-Mu’tasim (833-842), al-Wathiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861).
Ia adalah filosof berbangsa Arab dan dipandang sebagai filosof Muslim pertama. Memang, secara etnis, al-Kindi lahir dari keluarga berdarah Arab yang berasal dari suku Kindah, salah satu suku besar daerah Jazirah Arab Selatan. Salah satu kelebihan al-Kindi adalah menghadirkan filsafat Yunani kepada kaum Muslimin setelah terlebih dahulu mengislamkan pikiran-pikiran asing tersebut. Al-Kindi telah menulis hampir seluruh ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat itu. Tetapi, di antara sekian banyak ilmu, ia sangat menghargai matematika. Hal ini disebabkan karena matematika, bagi al-Kindi, adalah mukaddimah bagi siapa saja yang ingin mempelajari filsafat. Mukaddimah ini begitu penting sehingga tidak mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian dalam filsafat tanpa terlebih dulu menguasai matematika. Matematika di sini meliputi ilmu tentang bilangan, harmoni, geometri dan astronomi. Yang paling utama dari seluruh cakupan matematika di sini adalah ilmu bilangan atau aritmatika karena jika bilangan tidak ada, maka tidak akan ada sesuatu apapun. Di sini kita bisa melihat samar-samar pengaruh filsafat Pitagoras.
2. Al Farabi (870-950)
Abū Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Fārābi. dalam beberapa sumber ia dikenal sebagai Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzalagh al-Farabi, juga dikenal di dunia barat sebagai Alpharabius, Al-Farabi, Farabi, dan Abunasir adalah seorang filsuf Islam yang menjadi salah satu ilmuwan dan filsuf terbaik di zamannya. Ia berasal dari Farab, Kazaksta. Sampai umur 50, ia tetap tinggal di Kazakhstan. Tetapi kemudian ia pergi ke Baghdaduntuk menuntut ilmu di sana selama 20 tahun. Lalu ia pergi ke Alepo(Halib), Suriah untuk mengabdi kepada sang raja di sana.
Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang sangat ulung di dunia Islam. Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa Yunani, ia mengenal para filsuf Yunani; Plato, Aristoteles dan Plotinus dengan baik. Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik. Al-Farabi telah menulis berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik, Kitab al-Musiqa. Ia dapat memainkan dan telah menciptakan bebagai alat musik.
3. Al Gazali
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i adalah seorang filosof dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan.
Seperti diketahui, sebelum melakukan kritiknya terhadap filsafat, al-Ghazali terlebih dahulu mempelajari filsafat (baca: filsafat Yunani) secara khusus. Hasilnya, dia mengelompokkan filsafat Yunani menjadi tiga aliran, yaitu: 1) Dahriyyun (mirip aliran materialisme), 2) Thabi’iyyun (mirip aliran naturalis), 3) Ilahiyyun (nirip aliran Deisme). Menurut al-Ghazali, yang pertama, Dahriyyun, mengingkari keterciptaan alam. Alam senantiasa ada dengan dirinya sendiri, tak ada yang menciptakan. Binatang tercipta dari sperma (nutfah) dan nutfah tercipta dari bintang, begitu seterusnya. Aliran ini disebut oleh al-Ghazali sebagai kaum Zindik (Zanadiqah). Aliran yang kedua, yaitu Thabi’iyyun, aliran yang banyak meneliti dan mengagumi ciptaan Tuhan, mengakui adanya Tuhan tetapi justru mereka berkesimpulan “tidak mungkin yang telah tiada kembali”. Menurutnya, jiwa itu akan mati dan tidak akan kembali. Karena itu aliran ini mengingkari adanya akhirat, pahala-surga, siksa-neraka, kiamat dan hisab. Menurut al-Ghazali, meskipun aliran ini meng-imani Tuhan dan sifat-sifat-Nya, tetapi juga temasuk Zanadiqah karena mengingkari hari akhir yang juga menjadi pangkal iman.
Aliran yang ketiga, Ilahiyyun, ialah kelompok yang datang paling kemudian diantara para filosof Yunani. Tokoh-tokohnya adalah Socrates, Plato (murid Socrates) dan Aristoteles (murid Plato). Menurut al-Ghazali, Aristoteles-lah yang berhasil menyusuan logika (manthiq) dan ilmu pengetahuan. Tetapi masih terdapat beberapa hal dari produk pemikirannya yang wajib dikafirkan sebagaimana wajib mengkafirkan pemikiran bid’ah dari para filosof Islam pengikutnya seperti Ibnu Sina dan al-Farabi.
Menurut al-Ghazali, pemikiran filsafat Yunani seperti filsafat Socrates, Plato, dan Aristoteles, bahkan juga filsafat Ibnu Sina dan al-Farabi tidak sesuai dengan yang dicarinya, bahkan kacau (tahafut). Malahan ada yang bertentangan dengan ajaran agama, hal yang membuat al-Ghazali mengkafirkan sebagian pemikiran mereka itu.
4. Al Razi
Ar-Razi juga mengemukakan pendapatnya dalam bidang etika kedokteran. Salah satunya adalah ketika dia mengritik dokter jalanan palsu dan tukang obat yang berkeliling di kota dan desa untuk menjual ramuan. Pada saat yang sama dia juga menyatakan bahwa dokter tidak mungkin mengetahui jawaban atas segala penyakit dan tidak mungkin bisa menyembuhkan semua penyaki, yang secara manusiawi sangatlah tidak mungkin. Tapi untuk meningkatkan mutu seorang dokter, ar-Razi menyarankan para dokter untuk tetap belajar dan terus mencari informasi baru. Dia juga membuat perbedaan antara penyakit yang bsa disembuhkan dan yang tidak bisa disembuhkan. Ar-Razi kemudian menyatakan bahwa seorang dokter tidak bisa disalahkan karena tidak bisa menyembuhkan penyakit kanker dan kusta yang sangat berat. Sebagai tambahan, ar-Razi menyatakan bahwa dia merasa kasihan pada dokter yang bekerja di kerajaan, karena biasanya anggota kerajaan suka tidak mematuhi perintah sang dokter.
Ar-Razi juga mengatakan bahwa tujuan menjadi dokter adalah untuk berbuat baik, bahkan sekalipun kepada musuh dan juga bermanfaat untuk masyarakat sekitar
5. Ibnu Sina
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina. Ia lahir pada tahun 980 M di Asfshana, suatu tempat dekat Bukhara.
Dengan ketajaman otaknya ia banyak mempelajari filsafat dan cabang - cabangnya, kesungguhan yang cukup mengagumkan ini menunjukkan bahwa ketinggian otodidaknya, namun di suatu kali dia harus terpaku menunggu saat ia menyelami ilmu metafisika-nya Arisstoteles, kendati sudah 40 an kali membacanya. Baru setelah ia membaca Agradhu kitab ma waraet thabie’ah li li Aristho-nya Al-Farabi (870 - 950 M), semua persoalan mendapat jawaban dan penjelasan yang terang benderang, bagaikan dia mendapat kunci bagi segala simpanan ilmu metafisika. Maka dengan tulus ikhlas dia mengakui bahwa dia menjadi murid yang setia dari Al-Farabi
Dibidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. Ibnu Sina otodidak dan genius orisinil yang bukan hanya dunia Islam menyanjungnya ia memang merupakan satu bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, yang bukan pinjaman sehingga Roger Bacon, filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan menyatakan dalam Regacy of Islam-nya Alfred Gullaume; “Sebagian besar filsafat Aristoteles sedikitpun tak dapat memberi pengaruh di Barat, karena kitabnya tersembunyi entah dimana, dan sekiranya ada, sangat sukar sekali didapatnya dan sangat susah dipahami dan digemari orang karena peperangan - peperangan yang meraja lela di sebeleah Timur, sampai saatnya Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dan juga pujangga Timur lain membuktikan kembali falsafah Aristoteles disertai dengan penerangan dan keterangan yang luas.”
6. Sukharwarhi
Suhrawardi, dengan demikian telah menapaki jalan baru bagi sebuah konstruksi epistemologis yang luar biasa pada zamannya. Ia mencoba untuk menciptakan suatu harmoni antara kutub-kutub intuitif dan rasionalisme sekaligus. Van Den Bergh misalnya, menyatakan bahwa pemikiran filsafat Suhrawardi tidaklah bersifat khas. Hal ini tidak lain karena dalam konstruksi pemikirannya tidak lain adalah upaya untuk meneruskan filsafat masyriqiyyah Ibnu Sina dan filsafat paripatetik pada umumnya. Senada dengan hal tersebut apa yang disampaikan oleh Nasr, harus diakui bahwa filsafat Suhrawardi merupakan kombinasi dari berbagai kebijaksaan pemikiran terdahulu seperti kebijaksanaan sufisme, hermetisme, kebijaksanaan filosof Yunani dan juga kebijaksaan filosof Persia. Seperti yang diungkapkan oleh Hossein Ziai, Suhrawardi memang menggunakan teks, istilah dan metode Ibnu Sina, namun ia juga menggunakan sumber yang lain, bahkan tidak jarang ia juga memberikan kritik terhadap pemikiran pendahulunya sebagai landasan bagi konstruksi pemikiran filsafat isyraqiyyahnya.
Konstruksi pemikiran Suhrawardi yang didasarkan atas konsep “cahaya” yang kemudian mengarahkanya pada pendekatan intuitif, secara epistemologis konsep ini selayaknya digunakan dalam wilayah humanitas bukan dalam wilayah empirisme atau rasionalisme. Kesadaran kemanusiaan dalam konteks ini bisa dilahirkan dari penajamanan intusi tersebut. Teori tingkat wujud sebagai pancaran dari realitas absolut merupakan dasar dari bentuk kesadaran kesatuan realitas. Wujud yang berbeda dan bertingkat-tingkat adalah sebuah realitas yang niscaya tapi harus difahami jika perbedaan tersebut berasal dan bermuara dari satu realitas tunggal.
Salah satu konsep yang ditawarkan oleh Suhrawardi dengan konsep tingkatan wujud tersebut nampaknya mempunyai momentumnya dalam konteks kekinian. Kehidupan masyarakat yang memiliki tingkat pluralitas dan heterogenitas yang luar biasa telah meniscayakan sebuah logika berfikir yang meniadakan konsep-konsep truth claim, yang satu menafikan yang lain, merasa benar sendiri. Meminjam Istilahnya Al Jabiri, melalui penajaman intuitif, logika-logika “act with” akan lebih mengedepan dari pada logika-logika “act against”.
7. Ibn Rushd (1126-1198)
Abu’l Walid Muhammad ibn Rushd al-Qurtubi (1126-1198), yang lebih dikenal dengan nama Ibn Rushd atau Averroes di dunia Barat, memiliki beberapa posisi unik dalam sejarah filsafat Islam.
Pertama, dia adalah filsuf Islam asal Andalusia yang mungkin cuma satu-satunya di wilayah ini yang setenar dengannya; Ibn Bajjah dan Ibn Thufail adalah dua filsuf lain asal Andalusia tapi kurang berpengaruh seperti Ibn Rushd.
Kedua, dia kerap dijadikan tapal batas akhir perjalanan filsafat Islam klasik dalam karya-karya Barat atau sarjana Muslim yang terpengaruh oleh sarjana Barat. Seakan-akan sesudah Ibn Rushd filsafat Islam mati. Padahal, kenyataannya, menurut Seyyed Hossein Nasr, filsafat Islam justru mulai menunjukkan keotentikan dan kekayaan pemikiran Islam pasca Ibn Rush dengan lahirnya mazhab Isfahan Mir Damad dan Filsafat Hikmah/Transendental (hikmah muta’aliyah) Mulla Shadra.
Ketiga, dia tampil sebagai pembela gigih filsafat dan rasionalitas Islam setelah sejumlah teolog Asy’ariyyah seperti al-Ghazali dan Fakhruddin al-Razi menghujat keras sejumlah isu pokok dalam filsafat Islam. Dia menulis Tahafut al-Tahafut untuk menjawab dan mengklarifikasi 20 isu filosofis yang dibidik oleh Ghazali dalam Tahafut al-Falasifah.
Keempat, terkait erat dengan poin ketiga di muka, Ibn Rushd mencoba membangun argumen keharmonisan akal dan wahyu atau filsafat dan agama (syari’ah) secara umum. Untuk itu dia menulis Fashl al-Maqal (Decisive Treatise) dan Al-Kasyf ‘an Manahij al-Adilla fi ‘Aqa’id al-Milla (Discovery of the Methods of the Proofs). Menurut para sarjana, kedua karya ini bersama Tahafut al-Tahafut merupakan trilogi pemikiran filosofis Ibn Rushd.
8. Muhammad Iqbal
Saat dunia Islam semakin terpuruk dalam jurang mistisisme dan konservatisme yang antiperubahan, lahirlah seorang filosof-penyair: Sir Muhammad Iqbal. Kemunculan Iqbal ibarat mekarnya kuncup teratai di tengah kesunyian telaga. Beliaulah yang berhasil merajut dengan cantiknya khazanah pemikiran Barat dan Islam guna menyegarkan kembali dunia pemikiran Islam. Sikap yang patut ditauladani. Iqbal tidak terapologi dihadapan pemikiran Barat, namun tidak juga melepaskan baju keislamannya. Sederet nama besar dari Timur ke Barat tuntas dijelajahi: Al-Hallaj, Jalaluddin Rumi, Al Ghazali, Nietsche, Kant, Bergson, dan Hegel. Usaha yang tidak sia-sia. Karya besarnya The Reconstruction of Religious Thought in Islam menjadi inspirasi bagi sebagian besar generasi muda Islam yang mendambakan pemikiran Islam yang lebih inklusif, terbuka, dan pluralis. Sikap pluralis Iqbal juga bisa disimak dalam syair-syairnya seputar persahabatan Hindu-Muslim seperti Tarana-I-Hindi (Nyanyian dari India), Hindustani Bachon Ka Qawmi Git (Musik Nasional Anak-Anak India), dan Naya Shiwala (Kuil Baru)
E. Abad Modern
Corak pemikiran filsafat pada masa ini kembali pada masalah “Antroposentris” Serupa dengan zaman Klasik, namun lebih mengagungkan kemampuan akal pikir manusia. Pada abad modern telah dibagi kedalam beberapa aliran sebagai berikut ini :
a. Rasionalisme
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir.
Latarbelakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (scholastic), yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak mampu mengenai hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Pada tokoh aliran Rasionalisme diantaranya adalah Descartes (1596- 1650 M ).
1. Rene Rene Descartes ( 1596- 1650 M )
Rene Descartes filsuf asal prancis yang termasyur dengan arghumen Je pense, donc je suis atau dalam bahasa latin “Cogito Ergo Sum” “aku berpikir maka aku ada” mengatakan bahwa filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal pernyelidikannya adalah mengenai Tuhan, Alam, dan Manusia.
2. Spinoza (1632- 1677 M)
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 M. Nama aslinya adalah barulah Spinoza ia adalah seorang keturunan Yahudi di Amsterdam. Ia lepas dari segala ikatan agama maupun masyarakat, ia mencita- citakan suatu sistem berdasrkan rasionalisme untuk mencapai kebahagiaan bagi manusia.menurut Spinoza aturan atau hukum ynag terdapat pada semua hal itu tidak lain dari aturan dan hukum yang terdapat pada idea. Baik Spinoza maupun lebih ternyata mengikuti pemikiran Descartes itu, dua tokoh terakhir ini juga menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika, dan kedua juga mengikuti metode Descantes.
3. Leibniz
Gottfried Eilhelm von Leibniz lahir pada tahun 1646 M dan meninggal pada tahun 1716 M. ia filosof Jerman, matematikawan, fisikawan, dan sejarawan. Lama menjadi pegawai pemerintahan, pembantu pejabat tinggi Negara. Waktu mudanya ahli piker Jerman ini mempelajari scholastik.
Ia kenal kemudian aliran- aliran filsafat modern dan mahir dalam ilmu. Ia menerima substansi Spinoza akan tetapi tidak menerima paham serba tuhannya (pantesme). Menurut Leibniz substansi itu memang mencantumkan segala dasar kesanggupannya, dari itu mengandung segala kesungguhan pula. Untuk menerangkan permacam- macam didunia ini diterima oleh Leibniz yang disebutnya monaden. Monaden ini semacam cermin yang membayangkan kesempurnaan yang satu itu dengan cara sendiri.
b. Empirisme
Empirisme adalah salah satu aliran dalam filosof yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah Empirisme diambil dari bahasa Yunani yaitu emperia yang berarti coba- coba atau pengalaman. Sebagai tokohnya adalah Francis Bacou , Thomas Hobbes, John Locker, dan David Hume. Karana adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya, pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot. Hal itu terjadi karena filsafat dianggap tidak berguan lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain ilmu pengetahuan yang bermanfaat, pasti, dan benar hanya diperoleh lewat indra ( empiri) dan empirilah satu- satunya sumber pengetahuan. Pemikiran tersebut lahir denagn nama Empirisme.
1. Francis Bacon ( 1210- 1292 M )
Dari mudanya Bacon sudah mempunyai minat terhadap filsafat. Akan tetapi waktu dewasa ia menjabat pangkat- pangkat tinggi dikerjakan inggris kemudian diangkat dalam golongan bangsawan. Setelah berhenti dari jabatannya yang tinggi. Barulah ia mulai menuliskan filsafatnya.
Menurut Franccis Bacon bahwa pengetahuan ynag sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melaui persatuan inderawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang sejati. Denagn demikian bagi Bacon cara memcapai pengetahuan itupun segera nampak dengan jelasnya. Haruslah pengetahuan itu dicapai dengan mempengaruhi induksi. Haruslah kita sekarang memperhatikan yang konkrit, mengumpulkan, mengadakan kelompok- kelompok, itulah tugas ilmu pengetahuan.
2. Thomas Hobbes (1588- 1679 M )
Thomas hobbes adala seorang ahli piker yang lahir di Malmesbury, ia adalah anak dari seorang pendeta. Menurutnya bahwa pengalaman interawi sebagai permulaan segala pengetahuan. Hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan inderalah yang merupakan kebenaran. Pengetahuan kita tak mengatasi pengindraan dengan kata lain pengetahuan yang benar hanyalah pengetahuan indera saja, yang lain tidak.
Ada yang menyebut Hobbes itu menganut sensualisme, karena ia amat mengutamakan sensus (indra) dalam pengetahuan. Tetapi dalam hubungan ini tentulah ia anggap salah satu dari penganut empirisme, yang mengatakan bahwa persantuhan denag indera( impiri) itulah yang menjadi pangkal dan sumber pengetahuan.
Pendapatnya adalah bahwa ilmu filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang sifatnya umum. Menurutnya filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang akibat- akibat atau tentang gejela- gejela yang doperoleh. Sasaran filsafat adalah fakta, yaitu untuk mencari sebab-sebabnya. Segala yang ditentukan oleh sebab, sedangkan prosesnya sesuai dengan hukum ilmu pasti/ ilmu alam.
3. John Locke ( 1932- 1704 M )
John locke dilahirkan di Wrington, dekat Bristol, inggris. Ia adalah filosof yang banyak mempelajari agama Kristen. Disamping sebagai seorang ahli hukum ia juga menyukai filsafat dan teologi, mendalami ilmu kedokteran, dan penelitian kimia. Dalam mencapai kebenaran, sampai seberapa jauh (bagimana) manusia memakai kemampuannya.
Ia hendak menyelidiki kemampuan pengetahuan manusia sampai kemanakah ia dapat mencapai kebenaran dan bagimanakah mencapainya itu. Dalam penelitiannya ia memakai istilah sensation dan reflecaton. Sensation adalah suatu yang dapat berhubungan itu, reflection adalah pengenalan intuitif yang memberikan pengetahuan kepada manusia, yang lebih baik daripada sensation.
John lock berargumen:
a. Dari jalan masuknya pengetahuan kita mengetahui bahwa innate itu tidak ada, memang agak umum orang beranggapan bahwa innate itu ada. Ia itu seperti ditempelkan pada jiwa manusia, dan jiwa membawanya ke dunia ini. Sebenarnya kenyataan telah cukup menjelaskan kepada kita bagaimana pengetahuan itu dating, yakni melalui daya-daya yang alamiah tanpa bantuan kesan-kesan bawaan, dan kita sampai pada keyakinan tanpa suatu pengertian asli.
b. Persetujuan umum adalah argument yang terkuat. Tidak ada sesuatu yang dapat disetujui oleh umum tentang adanya innate idea justru dijadikan alasan untuk mengatakan ia tidak ada.
c. Persetujuan umum membuktikan tidak adanya innate idea.
d. Apa innate itu sebenarnya tidaklah mungkin diakui dan sekaligus juga tidak diakui adanya. Bukti-bukti yang mengatakan ada innate itu ada justru saya jadikan alasan untuk mengatakan ia tidak ada.
e. Tidak juga dicetakkan (distempelkan) pada jiwa sebab pada anak idiot ide yang innate itu tidak ada padahal anak normal dan akan “idiot sama-sama berpikir”.
4. David Hume ( 1711- 1776 M )
David Hume menjadi terkenal oleh bukunya. Buku hume, treatise of human nature (1739 M). ditulisnya tatkala ia masih muda, yaitu tatkala ia berumur dua puluh tahunan. Buku itu tidak terlalu banyak menarik perhatian orang, karenanya hume pindah kesubyek lain, lalu ia menjadi seorang yang terkenal sebagai sejarawan.
Kemudian pada tahun 1748 M ia menulis buku yang memang terkenal, yang disebutnya An Enqury Cincering Human Understanding, waktu mudanya ia juga berpolitik tetapi tak terlalu mendapat sukses. Ia menganalisa pengertian substansi. Seluruh pengetahuan itu tak lain dari jumlah pengaman kita.
Apa saja yang merupakan pengetahuan itu hanya disebabkan oleh pengalaman. Adapun yang bersentuhan dengan indra kita itu sifat-sifat atau gejala-gejala dari hal tersebut. Yang menyebabkan kita mempunyai pengertia sesuatu yang tetap – substansi – itu tidak lain dari perulangan pengalaman yang demikian acap kalinya, sehingga kita menganggap mempunyai pengertian tentang suatu hal, tetapi sebetulnya tidak ada substansi itu hanya anggapan, khayal, sebenarnya tidak ada.
c. Kritisisme atau Marxisme
Aliran ini ini pertama kali di pelopori oleh Karel Marx (1818-1883), Marx berpendapat bahwa, manusia selalu terkait dengan hubungan-hubungan kemasyarakatan. Manusia adalah mahkluk yang bermasyarakat, yang beraktifitas dan terlibat dalam proses produksi. Hakikatnya manusia adalah bekerja (Homo laborans, homo faber). Sehuingga pada perkembangannya melahirkan komunisme.
d. Idealisme
Dalam teori ini di katakan bahwa Ada yang sesungguhnya berada di dalam dunia Ide (Idea). Segala sesuatu yang tampak dan mewujut nyatakan dalam alam indrawi hanya merupakan gambaran atau bayangan dari yang sesungguhnya, yang berada di dunia idea. Dengan kata lain, realistis yang sesungguhnya bukanlah yang kelihatan, melainkan yang tidak kelihatan. Beberapa tokoh dari aliran ini adalah :
1. George Berkeley (1685-1753)
George Berkeley yang merupakan tokoh Idealisme Subjektif menyatakan bahwa satu-satunya realitas yang sesungguhnya ialah aku subjektif yang spiritual. Bagi Berkeley tak ada subtansi material dan sebagainya, seperti Kursi dan meja, karena semuanya itu hanya merupakan koleksi ide yang ada dalam alam pikir sejauh yang dapat di serap.
2. Immanuel kant (1724-1804)
Immanuel kant yang mengemukakan eksponen idealisme transendental,berpendapat bahwa objek pengalaman kita, yaitu yang ada dalam ruang dan waktu, tidak lain dari pada penampilan dari yang tak memiliki eksistensi dan independen di luar pemikiran kita.
3. George Wilhelm Friendrich Hegal (1770-1831)
Idealisme Objektif yang di kembangkan oleh George Wilhelm FriendrichHegal menegaskan bahwa segala sesuatu yang ada adalah satu bentuk dari satu pikiran.
e. Positivisme
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang mengalami banyak perubahan mendasar dalam perjalanan sejarahnya. Istilah Positivisme pertama kali digunakan oleh Francis Biken seorang filosof berkebangsaan Inggeris. Ia berkeyakinan bahwa tanpa adanya pra asumsi, komprehensi-komprehensi pikiran dan apriori akal tidak boleh menarik kesimpulan dengan logika murni maka dari itu harus melakukan observasi atas hukum alam.
f. Evolusionisme
Charles Robert Darwin (1809-1882) adalah orang pertama yang mempelopori aliran ini. Dimana ia mengajukan konsep tentang segala sesuatu termasuk manusia. Pada hakikatnya antara binatang dan manusia serta benda tidak ada bedanya. Di mungkinkan terdapat perkembangan manusia pada masa yang akan dating menjadi lebih sempurna. Berdasarkan teori tersebut di lahirkan teori Evolusi.
g. Materialisme
Dalam aliram materialisme ini menolak hal-hal yang tidak keluihatan.Bagi materialisme, ada yang sesungguhnya adalah yang keberadaanya semata-mata bersifat material atau sama sekali bergantung pada material. Jadi, realitas yang sesungguhnya adalah alam kerbendaan dan segala sesuatu yang mengatasi alam kebendaan itu haruslah di kesampingkan. Oleh sebab itu, Seluruh realitas hanya mungkin di jelaskan secara materialisme. Beberapa tokoh dari aliran ini yaitu :
4. Thomas Hobbes (1588-1679)
Thomas Hobbes berpendapat bahwa seluruh realitas adalah materi yang tidak bergantung pada gagasan dan pikiran kita. Setiap kejadian adalah gerak yang terjadi oleh kehendak, maka seluruh realitas yang tak lain dari materi itu senantiasa berada di dalam gerak.
5. Ludwig Andreas Feuerbach (1804-1872)
Ludwig Andreas Feuerbach menegaskan bahwa materi haruslah menjadi titik pangkal dari segala sesuatu. Bagi Feuerbach alam material adalah realitas yang sesungguhnya. Adapin karena manusia adalah bagian dari alam material itu manusia adalah satu realitas manusia yang begitu egois demi meraih kebahagiaan bagi diri sendiri.
h. Neo Kantianisme
Tokoh aliran ini adalah Herman Cohen (1842-1918), yang mejadi titik tolak pemikiranya adalah segala sesuatu itu baru di katakana ada apabila terlebih dahulu dipikirkan. Artinya ada dan di pikirkan adalah sama sehingga apa yang dipikirkan akan di piker.
i. Pragmatisme
James (1842-1910) adalah salah satu psikolog Amerika yang cukup terkenal. Ia mengajarkan filsafat dan psikologi di Universitas Harvard selama 35 tahun. Dia sangat menentang strukturalis, karena menurutnya aliran ini sangat dangkal, tidak murni dan kurang dapat dipercaya kebenarannya. Kesadaran menurut James bersifat unik dan sangat pribadi, terus-menerus berubah, muncul setiap saat, dan selektif sekali ketika harus memilih dari sekian banyak rangsang yang mengenai seseorang. Yang paling menonjol dan utama ialah, bahwa kesadaran ini mampu membuat manusia menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitarnya. Pengikut fungsionalisme meyakini hal-hal berikut :
1. Psikolog seharusnya meneliti secara mendalam bagaimana proses-proses mental ini berfungsi, dan juga mengenai topik lainnya.
2. Mereka seharusnya menggunakan introspeksi informal, yaitu observasi terhadap diri sendiri serta laporan diri, serta metode obyektif, yaitu yang dapat terbebas dari prasangka, seperti misalnya elsperimen.
3. Psikologi, sebagai ilmu pengetahuan, seharusnya dapat diterapkan di dalam kehidupan kita sehari-hari, misalnya dalam pendidikan, hukum, ataupun perusahaan.
j. Fenomenologi
Pada aliran ini pemikirnya adalah Edmund Husel (1838-1939M) pemikiranya bahwa benda harus diberi kesempatan untu berbicara yaitu dengan cara deskriptif fenomenologi yang harus di dukung oleh metode deduktif. Tujuanya adalah untuk melihat gejalah-gejalah secara Intuitif. Sedangkan, metode deduktif artinya menghayalkan gejalah-gejalah dalam berbagai macam yang berbeda
k. Eksistensialisme
Pelopornya adalah Soren KIerkagand (1813-1855 M ) mengemukakan bahwa kebenaran itu tidak berbeda pada sesuatu system yang umum tetapi berbeda pada eksistensi manusia penuh dengan dosa, sehingga hanya iman pada Kristus sajalah yang dapat mengatasi perasaan bersalah kepada dosa. Tokoh lainya yaitu Frederic Nietze (1844-1900 M) memberkanb tekanan pada sisi kodrat manusiawi yang tidak sadar, vountaristis yang itu bukanlah merenungkan kebenaran, tetapi menghayati kebenaran. Karl Jaspers (1883-1969) menyatakan bahwa eksistensi itu bukanlah merenungkan kebenaran, tetapi menghayati kebenaran. Martin Heidegger (1889-1976) menyatakan bahwa dunia luar yang terdiri dari objek-objek,hanya digunakan pada setiap tindakan dan tujuan kegiatan manusia. Tetapi, meski demikian akan pengetahuan manusia tidak terpisah dengan benda-benda di sekitarnya. Gabriel Marcel (1889-1973) berpendapat bahwa kita harus mampu menjawab pertanyaan, siapakah aku ? dan apakah wujud itu ?. Dan akhirnya, Jean Paul Satre (1905-1905)., menyajikan pemikirannya tentang manusia, terdapat dua tipe ada dan hubungan pemikirannya dengan MArxisme.
l. Neo Thomisme
Paham Neo Thomisme yaitu aliran yang mengikuti pahan Thomas Aqinas, Paham Neo Thomisme menganggap :
1. Ajaran Thomas Aqinas sudah sempurna
2. Ajaran Thomas Aqinas telah sempurna akan tetapi masih terdapat hal-hal yang pada suatu saat belum di bahas.
3. Ajaran Thomas Aqinas Harus diikuti akan tetapi tidak boleh beranggapan bahwa ajarannya betul-betul sempurna.
F. KESIMPULAN
1. Dari hasil
Daftar Pustaka
Achmadi, Drs. Asmoro. 2003. Filsafat Umum. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Darmohiharjo, SH, Prof. Darji dan Shidarta, SH, M.Hum. 2002. Pokok-pokok Filsafat Hukum. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
M. Dagun, Drs.Save.1990. Fisafat Eksistensialisme. Jakarta : Rineka Cipta.
Noor, Hadian. Pengantar Sejarah Filsafat. Malang: Citra Mentari Group. 1997.
Osborne, Richard. Filsafat Untuk Pemula. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2001
Russell, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.
Turnbull, Neil. Bengkel Ilmu Filsafat. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2005.
.
Label:
Filsafat
Rabu, 21 Oktober 2009
Positivisme
Positivisme
Teori Positivisme Logikal
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang mengalami banyak perubahan mendasar dalam perjalanan sejarahnya. Istilah Positivisme pertama kali digunakan oleh Francis Biken seorang filosof berkebangsaan Inggeris. Ia berkeyakinan bahwa tanpa adanya pra asumsi, komprehensi-komprehensi pikiran dan apriori akal tidak boleh menarik kesimpulan dengan logika murni maka dari itu harus melakukan observasi atas hukum alam.
Istilah ini kemudian juga digunakan oleh Agust Comte dan dipatok secara mutlak sebagai tahapan paling akhir sesudah tahapan-tahapan agama dan filsafat. Agust Comte berkeyakinan bahwa makrifat-makrifat manusia melewati tiga tahapan sejarah: pertama, tahapan agama dan ketuhanan, pada tahapan ini untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi hanya berpegang kepada kehendak Tuhan atau Tuhan-Tuhan; tahapan kedua, adalah tahapan filsafat, yang menjelaskan fenomena-fenomena dengan pemahaman-pemahaman metafisika seperti kausalitas, substansi dan aksiden, esensi dan eksistensi; dan adapun Positivisme sebagai tahapan ketiga, menafikan semua bentuk tafsir agama dan tinjauan filsafat serta hanya mengedepankan metode empiris dalam menyingkap fenomena-fenomena.
Pada tahun 1930 M, istilah Positivisme berubah lewat kelompok lingkaran Wina menjadi Positivisme Logikal, dengan tujuan menghidupkan kembali prinsip tradisi empiris abad ke 19. Lingkaran Wina menerima pengelompokan proposisi yang dilakukan Hume dengan analitis dan sintetis, dan berasaskan ini kebenaran proposisi-proposisi empiris dikategorikan bermakna apabila ditegaskan dengan penyaksian dan eksperimen, dan proposisi-proposisi metafisika yang tidak dapat dieksprimenkan maka dikategorikan sebagai tidak bermakna dan tidak memiliki kebenaran. Kesimpulan pandangan ini adalah agama dan filsafat (proposisi-proposisi agama dan filsafat) ambiguitas dan tidak bermakna, karena menurut kaum positivisme syarat suatu proposisi memiliki makna adalah harus bersifat analitis, yakni predikat diperoleh dari dzat subyek kemudian dipredikasikan atas subyek itu sendiri dan kebenarannya lahir dari proposisi itu sendiri serta pengingkarannya menyebabkan kontradiksi, atau mesti bersifat empiris, yakni melalui proses observasi dan pembuktian
Dengan demikian, sebagaimana ungkapan Kornop ? salah seorang anggota dari Lingkaran Wina ? dalam suatu risalah berjudul "Menolak metafisika dengan analisis logikal teologi", kalimat-kalimat yang mengungkapkan perasaan(affective), seperti: alangkah indahnya cuaca! Atau pertanyaan, seperti: Di manakah letak kota Qum? Atau kalimat-kalimat perintah, metafisika dan agama, karena kalimat-kalimat dan proposisi-proposisi tersebut tidak melewati proses observasi dan eksprimen maka serupa dengan proposisi-proposisi yang tidak benar (bohong)
Kaum Positivisme, seiring dengan perjalanan waktu, mengubah pandangannya yang ekstrim dan perlahan-lahan tidak menegaskan kemestian pembuktian dan eksperimen dalam menguji kebenaran suatu proposisi dan bahkan eksprimen tidak lagi dijadikan tolok ukur kebenaran proposisi. Mereka menyadari bahwa jika tolok ukur kebenaran (memiliki makna) proposisi-proposisi adalah melewati proses pembuktian dan eksperimen, maka sangat banyak proposisi-proposisi empiris yang tidak akan bermakna (tidak benar), karena tidak dapat dibuktikan secara yakin (100%). Mazhab filsafat ini dalam bagian lain mengakui bahwa manusia tidak mampu menyingkap hakikat realitas ? dalam bentuk pembuktian, penegasan, dan bahkan pembatalan ? tetapi hanya sebatas pemuasan akal.
name=”_ednref18″>[18]
Kesimpulan dari semua pandangan kaum Positivisme adalah bahwa proposisi-proposisi agama yang karena tidak melewati observasi dan eksprimen maka tidak dikategorikan sebagai makrifat dan pengetahuan yang bermakna (baca: proposisi agama tidak benar) dan bahasa agama karena tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara eksprimen, maka tidak menjadi makna yang dapat diperhitungkan.
Mazhab Positivisme mendapatkan kritikan dan sanggahan yang berat dari pendukung-pendukungnya sendiri, seperti Wittgenstein dan Poper, dibawah ini akan diungkapkan sebagian dari kritikan-kritikan mereka:
Teori evolusi dan tiga tahapan dari Agust Comte sama sekali tidak memiliki bukti sejarah yang otentik dan argumen keilmuan yang akurat, landasan ketidakbenaran teori tersebut adalah karena menghubungkan tahapan-tahapan sejarah dari sistem masyarakat Eropa pada zaman itu dan kemudian menggeneralisasikan pada seluruh tahapan sejarah dunia. Di samping itu, dalam filsafat ilmu kontemporer para ilmuwan telah membahas dan mengkaji tentang kebutuhan ilmu terhadap filsafat dan pengaruh metafisika terhadap teori-teori ilmu.
Demikian pula asas Positivisme tentang tolok ukur kebenaran proposisi yang menetapkan bahwa proposisi hanya memiliki makna (kebenaran) apabila dapat dieksperimenkan dan diobservasi. Dan proposisi-proposisi yang non-empiris dikatakan tidak bermakna sebenarnya tidak berangkat dari asas analisis dan tautologi (kebenaran tampak dari dirinya sendiri) dan juga bukan berdasarkan sintetis yang dapat dibuktikan dengan penyaksian dan eksperimen.
Kaum Positivisme memandang bahwa seluruh proposisi-proposisi metafisika tidak bermakna; padahal sebagian dari proposisi tersebut bersifat analitik, seperti: setiap akibat membutuhkan sebab; sedangkan menurut mereka proposisi-proposisi analitik adalah bermakna.
Menurut mazhab ini, secara prinsipil proposisi-proposisi agama tidak sampai pada tahapan yang benar dan bohong, oleh karena itu, penegasian benar dan bohong dari pendukung mazhab ini yang dinisbahkan terhadap proposisi-proposisi agama adalah tidak bermakna.
Kritikan kita yang paling mendasar terhadap Positivisme adalah menyangkut masalah-masalah yang prinsipil dan berasas. Di samping kita mengakui kebenaran metode empiris juga memandang sah metode logikal dan rasional dalam meraih makrifat. Kita memandang benar semua metode logikal, rasional, syuhudi, naqli (teks suci) dan sejarah.
Setelah kami menampilkan dua bentuk pendekatan dan teori terhadap bahasa agama yang terdapat dalam teologi dan filsafat Kristen dan Barat, untuk tidak larut dalam pembahasan yang berkepanjangan, maka kami cukupkan pengenalan terhadapnya dengan menggunakan dua pendekatan dan teori tersebut. Kendatipun pada hakikatnya pembahasan bahasa agama yang ada pada teologi dan filsafat Kristen dan Barat ini adalah jauh lebih luas serta sangat kompleks (masih terdapat berbagai aliran dan pandangan, seperti teori analitik bahasa, teori simbolik, teori permainan bahasa (language game) dan?), bahkan boleh dikatakan bahwa hingga sekarang ini, pembahasan tersebut belum tuntas dan masih belum ditemukan pemecahannya yang akurat yang bebas dari berbagai kelemahan dan kritikan.
Adapun dalam teologi dan filsafat Islam meskipun pembahasan ini tidak begitu luas dan tidak terdapat berbagai aliran dan pandangan, akan tetapi berkat kemurnian dan keorisinalan ajaran Islam (kitab suci al-Qur’an) serta ilham dan petunjuk yang didapatkan oleh para teolog dan filosof Islam dari kitab suci tersebut sehingga menyebabkan pandangan dan pemikiran mereka dalam masalah ini mengarah pada kesatuan dan keselarasan universal (misalnya mereka berpandangan bahwa proposisi-proposisi agama adalah bermakna), walaupun masih terdapat perbedaan secara partikular, misalnya perdebatan tentang sifat-sifat Tuhan dan sifat-sifat makhluk-Nya apakah bersifat homonim atau univokal.
Teori Positivisme Logikal
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang mengalami banyak perubahan mendasar dalam perjalanan sejarahnya. Istilah Positivisme pertama kali digunakan oleh Francis Biken seorang filosof berkebangsaan Inggeris. Ia berkeyakinan bahwa tanpa adanya pra asumsi, komprehensi-komprehensi pikiran dan apriori akal tidak boleh menarik kesimpulan dengan logika murni maka dari itu harus melakukan observasi atas hukum alam.
Istilah ini kemudian juga digunakan oleh Agust Comte dan dipatok secara mutlak sebagai tahapan paling akhir sesudah tahapan-tahapan agama dan filsafat. Agust Comte berkeyakinan bahwa makrifat-makrifat manusia melewati tiga tahapan sejarah: pertama, tahapan agama dan ketuhanan, pada tahapan ini untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi hanya berpegang kepada kehendak Tuhan atau Tuhan-Tuhan; tahapan kedua, adalah tahapan filsafat, yang menjelaskan fenomena-fenomena dengan pemahaman-pemahaman metafisika seperti kausalitas, substansi dan aksiden, esensi dan eksistensi; dan adapun Positivisme sebagai tahapan ketiga, menafikan semua bentuk tafsir agama dan tinjauan filsafat serta hanya mengedepankan metode empiris dalam menyingkap fenomena-fenomena.
Pada tahun 1930 M, istilah Positivisme berubah lewat kelompok lingkaran Wina menjadi Positivisme Logikal, dengan tujuan menghidupkan kembali prinsip tradisi empiris abad ke 19. Lingkaran Wina menerima pengelompokan proposisi yang dilakukan Hume dengan analitis dan sintetis, dan berasaskan ini kebenaran proposisi-proposisi empiris dikategorikan bermakna apabila ditegaskan dengan penyaksian dan eksperimen, dan proposisi-proposisi metafisika yang tidak dapat dieksprimenkan maka dikategorikan sebagai tidak bermakna dan tidak memiliki kebenaran. Kesimpulan pandangan ini adalah agama dan filsafat (proposisi-proposisi agama dan filsafat) ambiguitas dan tidak bermakna, karena menurut kaum positivisme syarat suatu proposisi memiliki makna adalah harus bersifat analitis, yakni predikat diperoleh dari dzat subyek kemudian dipredikasikan atas subyek itu sendiri dan kebenarannya lahir dari proposisi itu sendiri serta pengingkarannya menyebabkan kontradiksi, atau mesti bersifat empiris, yakni melalui proses observasi dan pembuktian
Dengan demikian, sebagaimana ungkapan Kornop ? salah seorang anggota dari Lingkaran Wina ? dalam suatu risalah berjudul "Menolak metafisika dengan analisis logikal teologi", kalimat-kalimat yang mengungkapkan perasaan(affective), seperti: alangkah indahnya cuaca! Atau pertanyaan, seperti: Di manakah letak kota Qum? Atau kalimat-kalimat perintah, metafisika dan agama, karena kalimat-kalimat dan proposisi-proposisi tersebut tidak melewati proses observasi dan eksprimen maka serupa dengan proposisi-proposisi yang tidak benar (bohong)
Kaum Positivisme, seiring dengan perjalanan waktu, mengubah pandangannya yang ekstrim dan perlahan-lahan tidak menegaskan kemestian pembuktian dan eksperimen dalam menguji kebenaran suatu proposisi dan bahkan eksprimen tidak lagi dijadikan tolok ukur kebenaran proposisi. Mereka menyadari bahwa jika tolok ukur kebenaran (memiliki makna) proposisi-proposisi adalah melewati proses pembuktian dan eksperimen, maka sangat banyak proposisi-proposisi empiris yang tidak akan bermakna (tidak benar), karena tidak dapat dibuktikan secara yakin (100%). Mazhab filsafat ini dalam bagian lain mengakui bahwa manusia tidak mampu menyingkap hakikat realitas ? dalam bentuk pembuktian, penegasan, dan bahkan pembatalan ? tetapi hanya sebatas pemuasan akal.
name=”_ednref18″>[18]
Kesimpulan dari semua pandangan kaum Positivisme adalah bahwa proposisi-proposisi agama yang karena tidak melewati observasi dan eksprimen maka tidak dikategorikan sebagai makrifat dan pengetahuan yang bermakna (baca: proposisi agama tidak benar) dan bahasa agama karena tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara eksprimen, maka tidak menjadi makna yang dapat diperhitungkan.
Mazhab Positivisme mendapatkan kritikan dan sanggahan yang berat dari pendukung-pendukungnya sendiri, seperti Wittgenstein dan Poper, dibawah ini akan diungkapkan sebagian dari kritikan-kritikan mereka:
Teori evolusi dan tiga tahapan dari Agust Comte sama sekali tidak memiliki bukti sejarah yang otentik dan argumen keilmuan yang akurat, landasan ketidakbenaran teori tersebut adalah karena menghubungkan tahapan-tahapan sejarah dari sistem masyarakat Eropa pada zaman itu dan kemudian menggeneralisasikan pada seluruh tahapan sejarah dunia. Di samping itu, dalam filsafat ilmu kontemporer para ilmuwan telah membahas dan mengkaji tentang kebutuhan ilmu terhadap filsafat dan pengaruh metafisika terhadap teori-teori ilmu.
Demikian pula asas Positivisme tentang tolok ukur kebenaran proposisi yang menetapkan bahwa proposisi hanya memiliki makna (kebenaran) apabila dapat dieksperimenkan dan diobservasi. Dan proposisi-proposisi yang non-empiris dikatakan tidak bermakna sebenarnya tidak berangkat dari asas analisis dan tautologi (kebenaran tampak dari dirinya sendiri) dan juga bukan berdasarkan sintetis yang dapat dibuktikan dengan penyaksian dan eksperimen.
Kaum Positivisme memandang bahwa seluruh proposisi-proposisi metafisika tidak bermakna; padahal sebagian dari proposisi tersebut bersifat analitik, seperti: setiap akibat membutuhkan sebab; sedangkan menurut mereka proposisi-proposisi analitik adalah bermakna.
Menurut mazhab ini, secara prinsipil proposisi-proposisi agama tidak sampai pada tahapan yang benar dan bohong, oleh karena itu, penegasian benar dan bohong dari pendukung mazhab ini yang dinisbahkan terhadap proposisi-proposisi agama adalah tidak bermakna.
Kritikan kita yang paling mendasar terhadap Positivisme adalah menyangkut masalah-masalah yang prinsipil dan berasas. Di samping kita mengakui kebenaran metode empiris juga memandang sah metode logikal dan rasional dalam meraih makrifat. Kita memandang benar semua metode logikal, rasional, syuhudi, naqli (teks suci) dan sejarah.
Setelah kami menampilkan dua bentuk pendekatan dan teori terhadap bahasa agama yang terdapat dalam teologi dan filsafat Kristen dan Barat, untuk tidak larut dalam pembahasan yang berkepanjangan, maka kami cukupkan pengenalan terhadapnya dengan menggunakan dua pendekatan dan teori tersebut. Kendatipun pada hakikatnya pembahasan bahasa agama yang ada pada teologi dan filsafat Kristen dan Barat ini adalah jauh lebih luas serta sangat kompleks (masih terdapat berbagai aliran dan pandangan, seperti teori analitik bahasa, teori simbolik, teori permainan bahasa (language game) dan?), bahkan boleh dikatakan bahwa hingga sekarang ini, pembahasan tersebut belum tuntas dan masih belum ditemukan pemecahannya yang akurat yang bebas dari berbagai kelemahan dan kritikan.
Adapun dalam teologi dan filsafat Islam meskipun pembahasan ini tidak begitu luas dan tidak terdapat berbagai aliran dan pandangan, akan tetapi berkat kemurnian dan keorisinalan ajaran Islam (kitab suci al-Qur’an) serta ilham dan petunjuk yang didapatkan oleh para teolog dan filosof Islam dari kitab suci tersebut sehingga menyebabkan pandangan dan pemikiran mereka dalam masalah ini mengarah pada kesatuan dan keselarasan universal (misalnya mereka berpandangan bahwa proposisi-proposisi agama adalah bermakna), walaupun masih terdapat perbedaan secara partikular, misalnya perdebatan tentang sifat-sifat Tuhan dan sifat-sifat makhluk-Nya apakah bersifat homonim atau univokal.
Al-Kindi: Sejarah Singkat dan Pemikirannya
Al-Kindi: Sejarah Singkat dan Pemikirannya
Posted on 11. Dec, 2007 by ave in Pemikiran
Al Kindi AverroesNama lengkap al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya`qub ibn Ishaq ibn Shabbah ibn Imran ibn Isma`il ibn Muhammad ibn al-Asy’ath ibn Qais al-Kindi. Tahun kelahiran dan kematian al-Kindi tidak diketahui secara jelas. Yang dapat dipastikan tentang hal ini adalah bahwa ia hidup pada masa kekhalifahan al-Amin (809-813), al-Ma’mun (813-833), al-Mu’tasim (833-842), al-Wathiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861).
Al-Kindi hidup pada masa penerjemahan besar-besaan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab. Dan memang, sejak didirikannya Bayt al-Hikmah oleh al-Ma’mun, al-Kindi sendiri turut aktif dalam kegiatan penerjemahan ini. Di samping menerjemah, al-Kindi juga memperbaiki terjemahan-terjemahan sebelumnya. Karena keahlian dan keluasan pandangannya, ia diangkat sebagai ahli di istana dan menjadi guru putra Khalifah al-Mu’tasim, Ahmad.
Ia adalah filosof berbangsa Arab dan dipandang sebagai filosof Muslim pertama. Memang, secara etnis, al-Kindi lahir dari keluarga berdarah Arab yang berasal dari suku Kindah, salah satu suku besar daerah Jazirah Arab Selatan. Salah satu kelebihan al-Kindi adalah menghadirkan filsafat Yunani kepada kaum Muslimin setelah terlebih dahulu mengislamkan pikiran-pikiran asing tersebut.
Al-Kindi telah menulis hampir seluruh ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat itu. Tetapi, di antara sekian banyak ilmu, ia sangat menghargai matematika. Hal ini disebabkan karena matematika, bagi al-Kindi, adalah mukaddimah bagi siapa saja yang ingin mempelajari filsafat. Mukaddimah ini begitu penting sehingga tidak mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian dalam filsafat tanpa terlebih dulu menguasai matematika. Matematika di sini meliputi ilmu tentang bilangan, harmoni, geometri dan astronomi.
Yang paling utama dari seluruh cakupan matematika di sini adalah ilmu bilangan atau aritmatika karena jika bilangan tidak ada, maka tidak akan ada sesuatu apapun. Di sini kita bisa melihat samar-samar pengaruh filsafat Pitagoras.
Al-Kindi membagi daya jiwa menjadi tiga: daya bernafsu (appetitive), daya pemarah (irascible), dan daya berpikir (cognitive atau rational). Sebagaimana Plato, ia membandingkan ketiga kekuatan jiwa ini dengan mengibaratkan daya berpikir sebagai sais kereta dan dua kekuatan lainnya (pemarah dan nafsu) sebagai dua ekor kuda yang menarik kereta tersebut. Jika akal budi dapat berkembang dengan baik, maka dua daya jiwa lainnya dapat dikendalikan dengan baik pula. Orang yang hidupnya dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu birahi dan amarah diibaratkan al-Kindi seperti anjing dan babi, sedang bagi mereka yang menjadikan akal budi sebagai tuannya, mereka diibaratkan sebagai raja.
Menurut al-Kindi, fungsi filsafat sesungguhnya bukan untuk menggugat kebenaran wahyu atau untuk menuntut keunggulan yang lancang atau menuntut persamaan dengan wahyu. Filsafat haruslah sama sekali tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi menuju kebenaran dan mau merendahkan dirinya sebagai penunjang bagi wahyu.
Ia mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala sesuatu sejauh jangkauan pengetahuan manusia. Karena itu, al-Kindi dengan tegas mengatakan bahwa filsafat memiliki keterbatasan dan bahwa ia tidak dapat mengatasi problem semisal mukjizat, surga, neraka, dan kehidupan akhirat. Dalam semangat ini pula, al-Kindi mempertahankan penciptaan dunia ex nihilio, kebangkitan jasmani, mukjizat, keabsahan wahyu, dan kelahiran dan kehancuran dunia oleh Tuhan.
(Source: Sekilas sejarah pemikiran filosof di atas dinukil dari buku Tujuh Filsuf Pembuka Pintu Gerbang Filsafat Modern, diterbitkan oleh LKiS, dikarang oleh Zainul Hamdi -warga Averroes)
Posted on 11. Dec, 2007 by ave in Pemikiran
Al Kindi AverroesNama lengkap al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya`qub ibn Ishaq ibn Shabbah ibn Imran ibn Isma`il ibn Muhammad ibn al-Asy’ath ibn Qais al-Kindi. Tahun kelahiran dan kematian al-Kindi tidak diketahui secara jelas. Yang dapat dipastikan tentang hal ini adalah bahwa ia hidup pada masa kekhalifahan al-Amin (809-813), al-Ma’mun (813-833), al-Mu’tasim (833-842), al-Wathiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861).
Al-Kindi hidup pada masa penerjemahan besar-besaan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab. Dan memang, sejak didirikannya Bayt al-Hikmah oleh al-Ma’mun, al-Kindi sendiri turut aktif dalam kegiatan penerjemahan ini. Di samping menerjemah, al-Kindi juga memperbaiki terjemahan-terjemahan sebelumnya. Karena keahlian dan keluasan pandangannya, ia diangkat sebagai ahli di istana dan menjadi guru putra Khalifah al-Mu’tasim, Ahmad.
Ia adalah filosof berbangsa Arab dan dipandang sebagai filosof Muslim pertama. Memang, secara etnis, al-Kindi lahir dari keluarga berdarah Arab yang berasal dari suku Kindah, salah satu suku besar daerah Jazirah Arab Selatan. Salah satu kelebihan al-Kindi adalah menghadirkan filsafat Yunani kepada kaum Muslimin setelah terlebih dahulu mengislamkan pikiran-pikiran asing tersebut.
Al-Kindi telah menulis hampir seluruh ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat itu. Tetapi, di antara sekian banyak ilmu, ia sangat menghargai matematika. Hal ini disebabkan karena matematika, bagi al-Kindi, adalah mukaddimah bagi siapa saja yang ingin mempelajari filsafat. Mukaddimah ini begitu penting sehingga tidak mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian dalam filsafat tanpa terlebih dulu menguasai matematika. Matematika di sini meliputi ilmu tentang bilangan, harmoni, geometri dan astronomi.
Yang paling utama dari seluruh cakupan matematika di sini adalah ilmu bilangan atau aritmatika karena jika bilangan tidak ada, maka tidak akan ada sesuatu apapun. Di sini kita bisa melihat samar-samar pengaruh filsafat Pitagoras.
Al-Kindi membagi daya jiwa menjadi tiga: daya bernafsu (appetitive), daya pemarah (irascible), dan daya berpikir (cognitive atau rational). Sebagaimana Plato, ia membandingkan ketiga kekuatan jiwa ini dengan mengibaratkan daya berpikir sebagai sais kereta dan dua kekuatan lainnya (pemarah dan nafsu) sebagai dua ekor kuda yang menarik kereta tersebut. Jika akal budi dapat berkembang dengan baik, maka dua daya jiwa lainnya dapat dikendalikan dengan baik pula. Orang yang hidupnya dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu birahi dan amarah diibaratkan al-Kindi seperti anjing dan babi, sedang bagi mereka yang menjadikan akal budi sebagai tuannya, mereka diibaratkan sebagai raja.
Menurut al-Kindi, fungsi filsafat sesungguhnya bukan untuk menggugat kebenaran wahyu atau untuk menuntut keunggulan yang lancang atau menuntut persamaan dengan wahyu. Filsafat haruslah sama sekali tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi menuju kebenaran dan mau merendahkan dirinya sebagai penunjang bagi wahyu.
Ia mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala sesuatu sejauh jangkauan pengetahuan manusia. Karena itu, al-Kindi dengan tegas mengatakan bahwa filsafat memiliki keterbatasan dan bahwa ia tidak dapat mengatasi problem semisal mukjizat, surga, neraka, dan kehidupan akhirat. Dalam semangat ini pula, al-Kindi mempertahankan penciptaan dunia ex nihilio, kebangkitan jasmani, mukjizat, keabsahan wahyu, dan kelahiran dan kehancuran dunia oleh Tuhan.
(Source: Sekilas sejarah pemikiran filosof di atas dinukil dari buku Tujuh Filsuf Pembuka Pintu Gerbang Filsafat Modern, diterbitkan oleh LKiS, dikarang oleh Zainul Hamdi -warga Averroes)
FILSAFAT SKOLASTIK
Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school yang berarti sekolah. Jadi, skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.
Beberapa pengertian dari corak khas skolastik yaitu:
* Filsafat skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak semata-mata agama. Skolastik ini sebagai bagian dari kebudayaan abad pertengahan yang religius.
* Filsafat skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teolog atau filsafat yang rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berfikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian, baik buruk. Dari rumusan tersebut kemudian muncul istilah skolastik Yahudi, skolastik Arab dan lain-lainnya.
* Filsafat skolastik adalah suatu system filsafat yang termasuk jajaran pengetahuan alam kodrat, akan dimasukkan ke dalam bentuk sintesis yang lebih tinggi antara kepercayaan dan akal.
* Filsafat skolastik adalah filsafat Nasrani karena banyak dipengaruhi oleh ajaran gereja.
FILSAFAT SKOLASTIK MELALUI LIMA TOKOHNYA SERTA PENDAPATNYA
1. Peter Abaelardus (1079-1180)
Ia dilahirkan di Le Pallet, Prancis. Ia mempunyai kepribadian yang keras dan pandangannya sangat tajam sehingga sering kali bertengkar dengan para ahli piker dan pejabat gereja. Iua termasuk orang konseptualisme dan sarjana terkenal dalam sastra romantic, seklaigus sebagai rasionalistik, artinya peranan akal dapat menundukan iman. Iman harus mau didahului akal. Yang harus dipercaya adalah apa yang telah disetujui atau dapat diterima oleh akal.
Berbeda dengan Anselmus yang mengatakan bahwa berfikir harus sejalan dengan iman, Abealardus memberikan alas an bahwa berfikir itu berada di luar iman (diluar kepercayaan). Karena itu berfikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan metode dialekta yang tanpa ragu-ragu ditunjukan dalam teologi, yaitu bahwa teologi harus memberikan tempat bagi semua bukti-bukti. Dengan demikian, dalam teologi itu iman hamper kehilangan tempat. Ia mencontohkan, seperti ajaran Trinitas juga berdasarkan pada bukti-bukti, termasuk bukti dalam wahyu Tuhan.
2. Albertus Magnus (1203-1280)
Disamping sebagai biarawan, Albertus Magnus juga dikenal sebagai cendikiawan abad pertengahan. Ia lehir dengan nama Albert von Bollstadt yang juga dikenal sebagai “doctor universalis” dan “doctor magnus” kemudian bernama Albertus Magnus (Albert the Great). Ia mempunyai kepandaian luar biasa. Di universitas Padua ia belajar artes liberales. Ilmu-ilmu pengetahuan alam, kedokteran, filsafat aristoteles, belajar teologi di Bulogna, dan masuk ordo Dominican tahun 1223, kemudian masuk ke Koln menjadi dosen filsafat dan teologi.
Terakhir ia diangkat sebagai uskup agung. Pola pemikirannya meniru Ibnu Rusyd dalam menulis tentang Aristoteles. Dalam bidang ilmu pengetahuan, ia mengadakan penelitian dalam ilmu biologi dan ilmu kimia.
3. Thomas Aquinas (1225-1274)
Nama sebenarnya adalah Santo Thomas Aquinas, yang artinya Thomas yang suci dari Aquinas. Di samping sebagai ahli piker, ia juga seorang dokter gereja bangsa Italia. Ia lahir di Rocca Secca, Napoli, Italia. Karya Thomas Aquinas telah menandai taraf yang tinggi dari aliran Skolatisisme pada abad pertengahan.
Menurut pendapatnya, semua kebenaran asalnya dari Tuhan. Kebenaran diungkapkan dengan jalan yang berbeda-beda, sedangkan iman berjalan di luar jangkauan pemikiran. Ia menghimbau agar orang-orang untuk mengetahui hukum alamiah (pemikiran) yang terungkap dalam kepercayaan. Tidak ada kontradiksi antara pemikiran dan iman. Semua kebenaran mulai timbul secara ketuhanan walaupun iman diungkapkan lewat beberapa kebenaran yang berada diluar kekuatan piker.
Thomas telah menafsirkan pandangan bahwa Tuhan sebagai Tukang Boyong yang tidak berubah dan yang tidak berhubungan dengan atau tidak mempunyai pengetahuan tentang kejahatan-kejahatan di dunia. Tuhan tidak pernah mencipta dunia, tetapi zat dan pemikirannya tetap abadi.
Selanjutnya ia katakana bahwa iman lebih tinggi dan berada diluar pemikiran yang berkenaan sifat Tuhan dan alam semesta. Timbulnya pokok persoalan yang actual dan praktis dari gagasannya adalah “pemikirannya dan kepercayaannya telah menemukan kebenaran mutlak yang harus diterima oleh orang-orang lain”. Pandangannya inilah yang menjadikan perlawanan kaum Prostetan karena sikapnya yang otoriter.
4. Wiliam Ockham (1285-1349)
Ia merupakan ahli piker Inggris yang beraliran skolastik. Karena terlibat dalam pertengkaran umum dengan Paus John XXII, ia dipenjara di Avignon, tetapi ia dapat melarikan diir dan mencari perlindungannya pada Kaisar Louis IV. Ia menolak ajaran Thomas dan mendalikan bahwa kenyataan itu hanya terdapat pada benda-benda satu demi satu, dan hal-hal yang umum itu hanya tanda-tanda abstrak.
Menurut pendapatnya, pikiran manusia hanya dapat mengetahui barang-barang atau kejadian-kejadian individual. Konsepo-konsep atau kesimpulan-kesimpulan umum tentang alam hanya merupakan abstraksi buatan tanpa kenyataan. Pemikiran yang demikian ini, dapat dilalui hanya lewat intuisi, bukan lewat logika. Di samping itu, ia membantah anggapan skolastik bahwa logika dapat membuktikan doktrin teologis. Hal ini akan membawa kesulitan dirinya yang pada waktu itu sebagai pengusahanya Paus John XXII.
5. Nicholas Cusasus (1401-1464)
Ia sebagai tokoh pemikir yang berada paling akhir masa skolastik. Menurut pendapatnya, terdapat tiga cara untuk mengenal, yaitu lewat indra, akal dan intuisi. Dengan indera kita akan mendapatkan pengetahuan tentang benda-benda berjasad, yang sifatnya tidak sempurna. Dengan akl kita akan mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan indra. Dengan intuisi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi inilah kita akan dapat mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat dipersatukan. Manusia sharusnya menyadari akan keterbatasan akal, sehingga banyak hal yang seharusnya dapat diketahui. Karena keterbatasan akal tersebut, hanya sedikit saja yang dapat diketahui oleh akal. Dengan intuisi inilah diharapkan akan sampai pada kenyataan, yaitu suatu tempat dimana segala sesuatu bentuknya menjadi larut, yaitu Tuhan.
Pemikiran Nicolaus ini sebagai upaya mempersatukan seluruh pemikiran abad pertengahan, yang dibuat ke suatu sintesis yang lebih luas. Sintesis ini mengarah ke masa depan, dari pemikirannya ini tersirat suatu pemikiran para humanis.
Beberapa pengertian dari corak khas skolastik yaitu:
* Filsafat skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak semata-mata agama. Skolastik ini sebagai bagian dari kebudayaan abad pertengahan yang religius.
* Filsafat skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teolog atau filsafat yang rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berfikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian, baik buruk. Dari rumusan tersebut kemudian muncul istilah skolastik Yahudi, skolastik Arab dan lain-lainnya.
* Filsafat skolastik adalah suatu system filsafat yang termasuk jajaran pengetahuan alam kodrat, akan dimasukkan ke dalam bentuk sintesis yang lebih tinggi antara kepercayaan dan akal.
* Filsafat skolastik adalah filsafat Nasrani karena banyak dipengaruhi oleh ajaran gereja.
FILSAFAT SKOLASTIK MELALUI LIMA TOKOHNYA SERTA PENDAPATNYA
1. Peter Abaelardus (1079-1180)
Ia dilahirkan di Le Pallet, Prancis. Ia mempunyai kepribadian yang keras dan pandangannya sangat tajam sehingga sering kali bertengkar dengan para ahli piker dan pejabat gereja. Iua termasuk orang konseptualisme dan sarjana terkenal dalam sastra romantic, seklaigus sebagai rasionalistik, artinya peranan akal dapat menundukan iman. Iman harus mau didahului akal. Yang harus dipercaya adalah apa yang telah disetujui atau dapat diterima oleh akal.
Berbeda dengan Anselmus yang mengatakan bahwa berfikir harus sejalan dengan iman, Abealardus memberikan alas an bahwa berfikir itu berada di luar iman (diluar kepercayaan). Karena itu berfikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan metode dialekta yang tanpa ragu-ragu ditunjukan dalam teologi, yaitu bahwa teologi harus memberikan tempat bagi semua bukti-bukti. Dengan demikian, dalam teologi itu iman hamper kehilangan tempat. Ia mencontohkan, seperti ajaran Trinitas juga berdasarkan pada bukti-bukti, termasuk bukti dalam wahyu Tuhan.
2. Albertus Magnus (1203-1280)
Disamping sebagai biarawan, Albertus Magnus juga dikenal sebagai cendikiawan abad pertengahan. Ia lehir dengan nama Albert von Bollstadt yang juga dikenal sebagai “doctor universalis” dan “doctor magnus” kemudian bernama Albertus Magnus (Albert the Great). Ia mempunyai kepandaian luar biasa. Di universitas Padua ia belajar artes liberales. Ilmu-ilmu pengetahuan alam, kedokteran, filsafat aristoteles, belajar teologi di Bulogna, dan masuk ordo Dominican tahun 1223, kemudian masuk ke Koln menjadi dosen filsafat dan teologi.
Terakhir ia diangkat sebagai uskup agung. Pola pemikirannya meniru Ibnu Rusyd dalam menulis tentang Aristoteles. Dalam bidang ilmu pengetahuan, ia mengadakan penelitian dalam ilmu biologi dan ilmu kimia.
3. Thomas Aquinas (1225-1274)
Nama sebenarnya adalah Santo Thomas Aquinas, yang artinya Thomas yang suci dari Aquinas. Di samping sebagai ahli piker, ia juga seorang dokter gereja bangsa Italia. Ia lahir di Rocca Secca, Napoli, Italia. Karya Thomas Aquinas telah menandai taraf yang tinggi dari aliran Skolatisisme pada abad pertengahan.
Menurut pendapatnya, semua kebenaran asalnya dari Tuhan. Kebenaran diungkapkan dengan jalan yang berbeda-beda, sedangkan iman berjalan di luar jangkauan pemikiran. Ia menghimbau agar orang-orang untuk mengetahui hukum alamiah (pemikiran) yang terungkap dalam kepercayaan. Tidak ada kontradiksi antara pemikiran dan iman. Semua kebenaran mulai timbul secara ketuhanan walaupun iman diungkapkan lewat beberapa kebenaran yang berada diluar kekuatan piker.
Thomas telah menafsirkan pandangan bahwa Tuhan sebagai Tukang Boyong yang tidak berubah dan yang tidak berhubungan dengan atau tidak mempunyai pengetahuan tentang kejahatan-kejahatan di dunia. Tuhan tidak pernah mencipta dunia, tetapi zat dan pemikirannya tetap abadi.
Selanjutnya ia katakana bahwa iman lebih tinggi dan berada diluar pemikiran yang berkenaan sifat Tuhan dan alam semesta. Timbulnya pokok persoalan yang actual dan praktis dari gagasannya adalah “pemikirannya dan kepercayaannya telah menemukan kebenaran mutlak yang harus diterima oleh orang-orang lain”. Pandangannya inilah yang menjadikan perlawanan kaum Prostetan karena sikapnya yang otoriter.
4. Wiliam Ockham (1285-1349)
Ia merupakan ahli piker Inggris yang beraliran skolastik. Karena terlibat dalam pertengkaran umum dengan Paus John XXII, ia dipenjara di Avignon, tetapi ia dapat melarikan diir dan mencari perlindungannya pada Kaisar Louis IV. Ia menolak ajaran Thomas dan mendalikan bahwa kenyataan itu hanya terdapat pada benda-benda satu demi satu, dan hal-hal yang umum itu hanya tanda-tanda abstrak.
Menurut pendapatnya, pikiran manusia hanya dapat mengetahui barang-barang atau kejadian-kejadian individual. Konsepo-konsep atau kesimpulan-kesimpulan umum tentang alam hanya merupakan abstraksi buatan tanpa kenyataan. Pemikiran yang demikian ini, dapat dilalui hanya lewat intuisi, bukan lewat logika. Di samping itu, ia membantah anggapan skolastik bahwa logika dapat membuktikan doktrin teologis. Hal ini akan membawa kesulitan dirinya yang pada waktu itu sebagai pengusahanya Paus John XXII.
5. Nicholas Cusasus (1401-1464)
Ia sebagai tokoh pemikir yang berada paling akhir masa skolastik. Menurut pendapatnya, terdapat tiga cara untuk mengenal, yaitu lewat indra, akal dan intuisi. Dengan indera kita akan mendapatkan pengetahuan tentang benda-benda berjasad, yang sifatnya tidak sempurna. Dengan akl kita akan mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan indra. Dengan intuisi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi inilah kita akan dapat mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat dipersatukan. Manusia sharusnya menyadari akan keterbatasan akal, sehingga banyak hal yang seharusnya dapat diketahui. Karena keterbatasan akal tersebut, hanya sedikit saja yang dapat diketahui oleh akal. Dengan intuisi inilah diharapkan akan sampai pada kenyataan, yaitu suatu tempat dimana segala sesuatu bentuknya menjadi larut, yaitu Tuhan.
Pemikiran Nicolaus ini sebagai upaya mempersatukan seluruh pemikiran abad pertengahan, yang dibuat ke suatu sintesis yang lebih luas. Sintesis ini mengarah ke masa depan, dari pemikirannya ini tersirat suatu pemikiran para humanis.
Rangkuman Filsafat Cina
Join Date: May 2008
Location: Nusa KambangaN
Posts: 1,646
Thank(s): 0/721
Rep Power: 3
rh0m4ir4m4 belum punya reputasi
Filsafat China adalah salah satu dari filsafat tertua di dunia dan dipercaya menjadi salah satu filsafat dasar dari 3 filsafat dasar yang mempengaruhi sejarah perkembangan filsafat dunia.
Filsafat dasar lainnya adalah Filsafat India dan Filsafat Barat. Masing-masing filsafat tentunya sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang berkembang dari masa ke masa. Di bawah ini saya kutip sejarah filsafat China dari situs Filsafat Kita. Mohon ditanggapi baik dari segi kebudayaan, sejarah ataupun agama, karena ini juga adalah rangkuman dari seorang peminat filsafat Indonesia.
FILSAFAT CHINA
Ada tiga tema pokok sepanjang sejarah filsafat cina, yakni harmoni, toleransi dan perikemanusiaan. Selalu dicarikan keseimbangan, harmoni, suatu jalan tengah antara dua ekstrem: antara manusia dan sesama, antara manusia dan alam, antara manusia dan surga. Toleransi kelihatan dalam keterbukaan untuk pendapat-pendapat yang sama sekali berbeda dari pendapat-pendapat pribadi, suatu sikap perdamaian yang memungkinkan pluralitas yang luar biasa, juga dalam bidang agama. Kemudian, perikemanusiaan. Pemikiran Cina lebih antroposentris daripada filsafat India dan filsafat Barat. Manusia-lah yang selalu merupakan pusat filsafat Cina.
Ketika kebudayaan Yunani masih berpendapat bahwa manusia dan dewa-dewa semua dikuasai oleh suatu nasib buta (”Moira”), dan ketika kebudayaan India masih mengajar bahwa kita di dunia ini tertahan dalam roda reinkarnasi yang terus-menerus, maka di Cina sudah diajarkan bahwa manusia sendiri dapat menentukan nasibnya dan tujuannya. Filsafat Cina dibagi atas empat periode besar:
1. Jaman Klasik (600-200 S.M.)
Menurut tradisi, periode ini ditandai oleh seratus sekolah filsafat:seratus aliran yang semuanya mempunyai ajaran yang berbeda. Namun, kelihatan juga sejumlah konsep yang dipentingkan secara umum, misalnya “tao” (”jalan”), “te” (”keutamaan” atau “seni hidup”), “yen” (”perikemanusiaan”), “i” (”keadilan”), “t’ien” (”surga”)dan “yin-yang” (harmoni kedua prinsip induk, prinsip aktif-laki-laki dan prinsip pasif-perempuan). Sekolah-sekolah terpenting dalam jaman klasik adalah:
Konfusianisme
Konfusius (bentuk Latin dari nama Kong-Fu-Tse, “guru dari suku Kung”) hidup antara 551 dan 497 S.M. Ia mengajar bahwa Tao (”jalan” sebagai prinsip utama dari kenyataan) adalah “jalan manusia”. Artinya: manusia sendirilahyang dapat menjadikan Tao luhur dan mulia, kalau ia hidup dengan baik. Keutamaan merupakan jalan yang dibutuhkan.
Kebaikan hidup dapat dicapai melalui perikemanusiaan (”yen”), yang merupakan model untuk semua orang. Secara hakiki semua orang sama walaupun tindakan mereka berbeda.
Taoisme
Taoisme diajarkan oleh Lao Tse (”guru tua”) yang hidup sekitar 550 S.M. Lao Tse melawan Konfusius. Menurut Lao Tse, bukan “jalan manusia” melainkan “jalan alam”-lah yang merupakan Tao. Tao menurut Lao Tse adalah prinsip kenyataan objektif, substansi abadi yang bersifat tunggal, mutlak dan tak-ternamai. Ajaran Lao Tse lebih-lebih metafisika, sedangkan ajaran Konfusius lebih-lebih etika. Puncak metafisika Taoisme adalah kesadaran bahwa kita tidak tahu apa-apa tentang Tao. Kesadaran ini juga dipentingkan diIndia (ajaran “neti”, “na-itu”: “tidak begitu”) dan dalam filsafat Barat (di mana kesadaran ini disebut “docta ignorantia”, “ketidaktahuan yang berilmu”).
Yin-Yang
“Yin” dan “Yang” adalah dua prinsip induk dari seluruh kenyataan. Yin itu bersifat pasif, prinsip ketenangan, surga, bulan, air dan perempuan, simbol untuk kematian dan untuk yang dingin. Yang itu prinsip aktif, prinsip gerak, bumi, matahari, api, dan laki-laki, simbol untuk hidup dan untuk yang panas. Segala sesuatu dalam kenyataan kita merupakan sintesis harmonis dari derajat Yin tertentu dan derajat Yang tertentu.
Moisme
Aliran Moisme didirikan oleh Mo Tse, antara 500-400 S.M. Mo Tse mengajarkan bahwa yang terpenting adalah “cinta universal”, kemakmuran untuk semua orang, dan perjuangan bersama-sama untuk memusnahkan kejahatan. Filsafat Moisme sangat pragmatis, langsung terarah kepada yang berguna. Segala sesuatu yang tidak berguna dianggap jahat. Bahwa perang itu jahat serta menghambat kemakmuran umum tidak sukar untuk dimengerti. Tetapi Mo Tse juga melawan musik sebagai sesuatuyang tidak berguna, maka jelek.
Ming Chia
Ming Chia atau “sekolah nama-nama”, menyibukkan diri dengan analisis istilah-istilah dan perkataan-perkataan. Ming Chia, yang juga disebut “sekolah dialektik”, dapat dibandingkan dengan aliran sofisme dalam filsafat Yunani. Ajaran mereka penting sebagai analisisdan kritik yang mempertajam perhatian untuk pemakaian bahasa yang tepat, dan yang memperkembangkan logika dan tatabahasa. Selain itu dalam Ming Chia juga terdapat khayalan tentang hal-hal
seperti “eksistensi”, “relativitas”, “kausalitas”, “ruang” dan “waktu”.
Fa Chia
Fa Chia atau “sekolah hukum”, cukup berbeda dari semua aliran klasik lain. Sekolah hukum tidak berpikir tentang manusia, surga atau dunia, melainkan tentang soal-soal praktisdan politik. Fa Chia mengajarkan bahwa kekuasaan politik tidak harus mulai dari contoh baik yang diberikan oleh kaisar atau pembesar-pembesar lain, melainkan dari suatu sistem undang-undang yang keras sekali.
Tentang keenam sekolah klasik tersebut, kadang-kadang dikatakan bahwa mereka berasal dari keenam golongan dalam masyarakat Cina. Berturut-turut: (1) kaum ilmuwan, (2) rahib-rahib, (3) okultisme (dari ahli-ahli magi), (4) kasta ksatria, (5) para pendebat, dan (6) ahli-ahli politik.
2. Jaman Neo-Taoisme dan Buddhisme (200 S.M.-1000 M.)
Bersama dengan perkembangan Buddhisme di Cina, konsep Tao mendapat arti baru. Tao sekarang dibandingkan dengan “Nirwana” dari ajaran Buddha, yaitu “transendensi di seberang segala namadan konsep”, “di seberang adanya”.
3. Jaman Neo-Konfusianisme (1000-1900)
Dari tahun 1000 M. Konfusianisme klasik kembali menjadi ajaran filsafat terpenting. Buddhisme ternyata memuat unsur-unsur yang bertentangan dengan corak berpikir Cina. Kepentingan dunia ini, kepentingan hidup berkeluarga dan kemakmuran material, yang merupakan nilai-nilai tradisional di Cina, sema sekali dilalaikan, bahkan disangkal dalam Buddhisme, sehingga ajaran ini oleh orang dianggap sebagai sesuatu yang sama sekali asing.
4. Jaman Modern (setelah 1900)
Sejarah modern mulai di Cina sekitar tahun 1900. Pada permulaaan abad kedua puluh pengaruh filsafat Barat cukup besar. Banyak tulisan pemikir-pemikir Barat diterjemahkan ke dalam bahasaCina. Aliran filsafat yang terpopuler adalah pragmatisme, jenis filsafat yang lahir di Amerika Serikat. Setelah pengaruh Barat ini mulailah suatu reaksi, kecenderungan kembali ke tradisi pribumi. Terutama sejak 1950, filsafatCina dikuasai pemikiran Marx, Lenin dan Mao Tse Tung.
Inilah sejarah perkembangan filsafat China, yang merupakan filsafat Timur. Yang termasuk kepada filsafat Barat misalnya filsafat Yunani, filsafat Helenisme, “filsafat Kristiani”, filsafat Islam, filsafat jaman renaissance, jaman moderndan masa kini.
Location: Nusa KambangaN
Posts: 1,646
Thank(s): 0/721
Rep Power: 3
rh0m4ir4m4 belum punya reputasi
Filsafat China adalah salah satu dari filsafat tertua di dunia dan dipercaya menjadi salah satu filsafat dasar dari 3 filsafat dasar yang mempengaruhi sejarah perkembangan filsafat dunia.
Filsafat dasar lainnya adalah Filsafat India dan Filsafat Barat. Masing-masing filsafat tentunya sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang berkembang dari masa ke masa. Di bawah ini saya kutip sejarah filsafat China dari situs Filsafat Kita. Mohon ditanggapi baik dari segi kebudayaan, sejarah ataupun agama, karena ini juga adalah rangkuman dari seorang peminat filsafat Indonesia.
FILSAFAT CHINA
Ada tiga tema pokok sepanjang sejarah filsafat cina, yakni harmoni, toleransi dan perikemanusiaan. Selalu dicarikan keseimbangan, harmoni, suatu jalan tengah antara dua ekstrem: antara manusia dan sesama, antara manusia dan alam, antara manusia dan surga. Toleransi kelihatan dalam keterbukaan untuk pendapat-pendapat yang sama sekali berbeda dari pendapat-pendapat pribadi, suatu sikap perdamaian yang memungkinkan pluralitas yang luar biasa, juga dalam bidang agama. Kemudian, perikemanusiaan. Pemikiran Cina lebih antroposentris daripada filsafat India dan filsafat Barat. Manusia-lah yang selalu merupakan pusat filsafat Cina.
Ketika kebudayaan Yunani masih berpendapat bahwa manusia dan dewa-dewa semua dikuasai oleh suatu nasib buta (”Moira”), dan ketika kebudayaan India masih mengajar bahwa kita di dunia ini tertahan dalam roda reinkarnasi yang terus-menerus, maka di Cina sudah diajarkan bahwa manusia sendiri dapat menentukan nasibnya dan tujuannya. Filsafat Cina dibagi atas empat periode besar:
1. Jaman Klasik (600-200 S.M.)
Menurut tradisi, periode ini ditandai oleh seratus sekolah filsafat:seratus aliran yang semuanya mempunyai ajaran yang berbeda. Namun, kelihatan juga sejumlah konsep yang dipentingkan secara umum, misalnya “tao” (”jalan”), “te” (”keutamaan” atau “seni hidup”), “yen” (”perikemanusiaan”), “i” (”keadilan”), “t’ien” (”surga”)dan “yin-yang” (harmoni kedua prinsip induk, prinsip aktif-laki-laki dan prinsip pasif-perempuan). Sekolah-sekolah terpenting dalam jaman klasik adalah:
Konfusianisme
Konfusius (bentuk Latin dari nama Kong-Fu-Tse, “guru dari suku Kung”) hidup antara 551 dan 497 S.M. Ia mengajar bahwa Tao (”jalan” sebagai prinsip utama dari kenyataan) adalah “jalan manusia”. Artinya: manusia sendirilahyang dapat menjadikan Tao luhur dan mulia, kalau ia hidup dengan baik. Keutamaan merupakan jalan yang dibutuhkan.
Kebaikan hidup dapat dicapai melalui perikemanusiaan (”yen”), yang merupakan model untuk semua orang. Secara hakiki semua orang sama walaupun tindakan mereka berbeda.
Taoisme
Taoisme diajarkan oleh Lao Tse (”guru tua”) yang hidup sekitar 550 S.M. Lao Tse melawan Konfusius. Menurut Lao Tse, bukan “jalan manusia” melainkan “jalan alam”-lah yang merupakan Tao. Tao menurut Lao Tse adalah prinsip kenyataan objektif, substansi abadi yang bersifat tunggal, mutlak dan tak-ternamai. Ajaran Lao Tse lebih-lebih metafisika, sedangkan ajaran Konfusius lebih-lebih etika. Puncak metafisika Taoisme adalah kesadaran bahwa kita tidak tahu apa-apa tentang Tao. Kesadaran ini juga dipentingkan diIndia (ajaran “neti”, “na-itu”: “tidak begitu”) dan dalam filsafat Barat (di mana kesadaran ini disebut “docta ignorantia”, “ketidaktahuan yang berilmu”).
Yin-Yang
“Yin” dan “Yang” adalah dua prinsip induk dari seluruh kenyataan. Yin itu bersifat pasif, prinsip ketenangan, surga, bulan, air dan perempuan, simbol untuk kematian dan untuk yang dingin. Yang itu prinsip aktif, prinsip gerak, bumi, matahari, api, dan laki-laki, simbol untuk hidup dan untuk yang panas. Segala sesuatu dalam kenyataan kita merupakan sintesis harmonis dari derajat Yin tertentu dan derajat Yang tertentu.
Moisme
Aliran Moisme didirikan oleh Mo Tse, antara 500-400 S.M. Mo Tse mengajarkan bahwa yang terpenting adalah “cinta universal”, kemakmuran untuk semua orang, dan perjuangan bersama-sama untuk memusnahkan kejahatan. Filsafat Moisme sangat pragmatis, langsung terarah kepada yang berguna. Segala sesuatu yang tidak berguna dianggap jahat. Bahwa perang itu jahat serta menghambat kemakmuran umum tidak sukar untuk dimengerti. Tetapi Mo Tse juga melawan musik sebagai sesuatuyang tidak berguna, maka jelek.
Ming Chia
Ming Chia atau “sekolah nama-nama”, menyibukkan diri dengan analisis istilah-istilah dan perkataan-perkataan. Ming Chia, yang juga disebut “sekolah dialektik”, dapat dibandingkan dengan aliran sofisme dalam filsafat Yunani. Ajaran mereka penting sebagai analisisdan kritik yang mempertajam perhatian untuk pemakaian bahasa yang tepat, dan yang memperkembangkan logika dan tatabahasa. Selain itu dalam Ming Chia juga terdapat khayalan tentang hal-hal
seperti “eksistensi”, “relativitas”, “kausalitas”, “ruang” dan “waktu”.
Fa Chia
Fa Chia atau “sekolah hukum”, cukup berbeda dari semua aliran klasik lain. Sekolah hukum tidak berpikir tentang manusia, surga atau dunia, melainkan tentang soal-soal praktisdan politik. Fa Chia mengajarkan bahwa kekuasaan politik tidak harus mulai dari contoh baik yang diberikan oleh kaisar atau pembesar-pembesar lain, melainkan dari suatu sistem undang-undang yang keras sekali.
Tentang keenam sekolah klasik tersebut, kadang-kadang dikatakan bahwa mereka berasal dari keenam golongan dalam masyarakat Cina. Berturut-turut: (1) kaum ilmuwan, (2) rahib-rahib, (3) okultisme (dari ahli-ahli magi), (4) kasta ksatria, (5) para pendebat, dan (6) ahli-ahli politik.
2. Jaman Neo-Taoisme dan Buddhisme (200 S.M.-1000 M.)
Bersama dengan perkembangan Buddhisme di Cina, konsep Tao mendapat arti baru. Tao sekarang dibandingkan dengan “Nirwana” dari ajaran Buddha, yaitu “transendensi di seberang segala namadan konsep”, “di seberang adanya”.
3. Jaman Neo-Konfusianisme (1000-1900)
Dari tahun 1000 M. Konfusianisme klasik kembali menjadi ajaran filsafat terpenting. Buddhisme ternyata memuat unsur-unsur yang bertentangan dengan corak berpikir Cina. Kepentingan dunia ini, kepentingan hidup berkeluarga dan kemakmuran material, yang merupakan nilai-nilai tradisional di Cina, sema sekali dilalaikan, bahkan disangkal dalam Buddhisme, sehingga ajaran ini oleh orang dianggap sebagai sesuatu yang sama sekali asing.
4. Jaman Modern (setelah 1900)
Sejarah modern mulai di Cina sekitar tahun 1900. Pada permulaaan abad kedua puluh pengaruh filsafat Barat cukup besar. Banyak tulisan pemikir-pemikir Barat diterjemahkan ke dalam bahasaCina. Aliran filsafat yang terpopuler adalah pragmatisme, jenis filsafat yang lahir di Amerika Serikat. Setelah pengaruh Barat ini mulailah suatu reaksi, kecenderungan kembali ke tradisi pribumi. Terutama sejak 1950, filsafatCina dikuasai pemikiran Marx, Lenin dan Mao Tse Tung.
Inilah sejarah perkembangan filsafat China, yang merupakan filsafat Timur. Yang termasuk kepada filsafat Barat misalnya filsafat Yunani, filsafat Helenisme, “filsafat Kristiani”, filsafat Islam, filsafat jaman renaissance, jaman moderndan masa kini.
fiLSAFAT
Pythagoras 582 SM � 496 SM
Pythagoras adalah seorang matematikawan dan filsuf Yunani yang paling terkenal melalui teoremanya. Mendapat julukan sebagai �Bapak Bilangan� atau �Bapak Matematika� dan memberi sumbangan yang penting terhadap filsafat dan ajaran keagamaan pada akhir abad ke-6 SM. Kehidupan dan ajarannya tidak begitu jelas akibat banyaknya legenda dan kisah buatan mengenai dirinya. Salah satu petinggalan pythagoras yang terkenal adalah teoremanya. Teorema Pythagoras menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa dari suatu segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki kakinya (sisi siku sikunya).
Walaupun fakta di dalam teorema ini telah banyak diketahui sebelum lahirnya pythagoras, namun teorema ini dikreditkan kepadanya karena ia yang pertama kali membuktikan pengamatan ini secara matematis. Pythagoras dan muridnya percaya bahwa segala sesuatu di dunia ini berhubungan dengan matematika dan merasa bahwa segalanya dapat diprediksikan dan diukur dalam siklus berritme. Ia percaya keindahan matematika disebabkan segala fenomena alam dapat dinyatakan dalam bilangan atau perbandingan bilangan.
Democritus 460 SM � 370 SM
Democritus yang lahir di Abdera adalah seorang filsuf Yunani yang mengembangkan teori mengenai atom sebagai dasar materi. Karyanya dijadikan sebagai pelopor ilmu fisika materi yang menutup kemungkinan adanya intervensi Tuhan atau Dewa. Dalam bidang Astronomi dia juga orang pertama yang menyatakan pendapat bahwa galaxi Bima Sakti adalah kumpulan cahaya, gugusan bintang yang letaknya saling berjauhan.
Teori Democritus (yang tidak diterima oleh Aristoteles) tidak diacuhkan orang selama Abad Pertengahan dan punya sedikit pengaruh terhadap ilmu pengetahuan. Meski begitu beberapa ilmuwan terkemuka dari abad ke-17 (termasuk Isaac Newton) mendukung pendapat serupa. Tetapi, tak ada teori atom dikemukakan ataupun digunakan dalam penyelidikan ilmiah. Dan lebih penting lagi tak ada seorang pun yang melihat adanya hubungan antara spekulasi filosofis tentang atom dengan hal-hal nyata di bidang kimia. sampai Dalton muncul menyuguhkan "teori kuantitatif" yang jelas dan jemih yang dapat digunakan dalam penafsiran percobaan kimia dan dapat dicoba secara tepat di laboratorium.
Pythagoras adalah seorang matematikawan dan filsuf Yunani yang paling terkenal melalui teoremanya. Mendapat julukan sebagai �Bapak Bilangan� atau �Bapak Matematika� dan memberi sumbangan yang penting terhadap filsafat dan ajaran keagamaan pada akhir abad ke-6 SM. Kehidupan dan ajarannya tidak begitu jelas akibat banyaknya legenda dan kisah buatan mengenai dirinya. Salah satu petinggalan pythagoras yang terkenal adalah teoremanya. Teorema Pythagoras menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa dari suatu segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki kakinya (sisi siku sikunya).
Walaupun fakta di dalam teorema ini telah banyak diketahui sebelum lahirnya pythagoras, namun teorema ini dikreditkan kepadanya karena ia yang pertama kali membuktikan pengamatan ini secara matematis. Pythagoras dan muridnya percaya bahwa segala sesuatu di dunia ini berhubungan dengan matematika dan merasa bahwa segalanya dapat diprediksikan dan diukur dalam siklus berritme. Ia percaya keindahan matematika disebabkan segala fenomena alam dapat dinyatakan dalam bilangan atau perbandingan bilangan.
Democritus 460 SM � 370 SM
Democritus yang lahir di Abdera adalah seorang filsuf Yunani yang mengembangkan teori mengenai atom sebagai dasar materi. Karyanya dijadikan sebagai pelopor ilmu fisika materi yang menutup kemungkinan adanya intervensi Tuhan atau Dewa. Dalam bidang Astronomi dia juga orang pertama yang menyatakan pendapat bahwa galaxi Bima Sakti adalah kumpulan cahaya, gugusan bintang yang letaknya saling berjauhan.
Teori Democritus (yang tidak diterima oleh Aristoteles) tidak diacuhkan orang selama Abad Pertengahan dan punya sedikit pengaruh terhadap ilmu pengetahuan. Meski begitu beberapa ilmuwan terkemuka dari abad ke-17 (termasuk Isaac Newton) mendukung pendapat serupa. Tetapi, tak ada teori atom dikemukakan ataupun digunakan dalam penyelidikan ilmiah. Dan lebih penting lagi tak ada seorang pun yang melihat adanya hubungan antara spekulasi filosofis tentang atom dengan hal-hal nyata di bidang kimia. sampai Dalton muncul menyuguhkan "teori kuantitatif" yang jelas dan jemih yang dapat digunakan dalam penafsiran percobaan kimia dan dapat dicoba secara tepat di laboratorium.
Filsafat yunai XXXX
Aku akan mengemukakan garis besar cara pikir orang-orang menyangkut filsafat, dari Yunani kuno hingga zaman kita sekarang. Namun kita akan menempatkan segala sesuatunya dalam tatanan yang benar.
Karena beberapa filosof hidup di zaman yang berbeda—dan barangkali dalam kebudayaan yang sama sekali berbeda dengan kita—sebaiknya kita berusaha mengetahui apakah proyek masing—masing filosof tersebut. Yang aku maksudkan di sini adalah kita harus berusaha untuk menangkap secara tepat apa yang ingin diketahui oleh sang filosof. Seorang filosof mungkin ingin tahu bagaimana tanaman dan binatang muncul. Yang lain mungkin ingin tahu apakah manusia mempunyai jiwa yang kekal.
Begitu kita telah menentukan apa proyek khusus filosof tertentu, akan lebih mudah untuk mengikuti jalur pemikirannya, sebab tak seorang filosof pun yang memusatkan perhatiannya pada seluruh filsafat.
Kisah jalur pemikiran para filosof juga merupakan kisah kaum pria. Para wanita di masa lampau direndahkan baik sebagai perempuan maupun sebagai makhluk primer, yang patut disayangkan sebab banyak sekali pengalaman sangat penting yang hilang karenanya. Baru pada abad kini sajalah kaum wanita benar-benar menunjukkan peran mereka dalam sejarah filsafat.
PARA FILOSOF ALAM
Para filosof Yunani paling awal kadang-kadang disebut filosof alam sebab mereka hanya menaruh perhatian pada alam dan proses-prosesnya.
Kita telah bertanya pada diri sendiri dari mana datangnya segala sesuatu. Sekarang ini banyak orang membayangkan bahwa pada suatu waktu sesuatu pasti muncul dari ketiadaan. Gagasan ini begitu tersebar luas di kalangan orang-orang Yunani. Karena satu atau lain alasan, mereka berpendapat bahwa “sesuatu” itu selalu ada.
Bagaimana segala sesuatu dapat muncul dari ketiadaan karenanya bukanlah pertanyaan yang penting sekali. Di lain pihak, orang-orang Yunani takjub melihat bagaimana ikan hidup dapat muncul di air, dan pohon-pohon besr dan bunga—bunga berwarna cemerlang dapat muncul dari tanah yang mati. Belum lagi bagaimana seorang bayi dapat muncul dari rahim ibunya.
Para filosof mengamati dengan mata mereka sendiri bahwa alam selalu berubah. Bagaimana perubahan semacam itu dapat terjadi?
Bagaimana sesuatu dapat berubah dri zat menjadi benda hidup, misalnya?
Semua filosof paling awal sama-sama percaya bahwa pasti ada suatu zat dasar di akar seluruh perubahan. Bagaimana mereka sampai pada gagasan ini sulit kita ketahui. Kita hanya tahu bahwa pandangan itu lambat laun berkembang. Pasti ada suatu zat dasar yang merupakan penyebab tersembunyi dari semua perubahan di alam. Pasti ada “sesuatu” yang darinya segala sesuatu berasal dan kepadanya segala sesuatu akan kembali.
Bagi kita, bagian yang paling menarik sesungguhnya bukan solusi—solusi apa yang berhasil dicapai para filosof paling awal ini, melainkan pertanyaan-pertanyaan mana yang mereka ajukan dan jenis jawaban apa yang mereka cari. Kita lebih tertarik pada bagaimana mereka berpikir daripada apa yang sebenarnya mereka pikirkan.
Kita tahu bahwa mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan perubahan yang dapat mereka amati di dunia fisik. Mereka mencari hukum-hukum alam yang mendasarinya. Mereka ingin memahami apa yang tengah terjadi di sekitar mereka tanpa harus kembali pada mitos-mitos kuno. Yang paling penting, mereka ingin memahami proses yang sesungguhnya dengan menelaah alam itu sendiri. Ini sangat berbeda dengan menjelaskan guntur dan halilintar atau musim salju dan musim semi dengan menciptakan dongeng mengenai dewa-dewa.
Maka filsafat lambat-laun membebaskan dirinya dari agama. Kita dapat mengatakan bahwa para filosof alam mengambil langkah pertama menuju penalaran ilmiah, dan dengan demikian menjadi pendahulu dari apa yang kemudian dinamakan sains. Dari semua yang dikatakan dan ditulis oleh para filosof alam hanya sedikit yagn sampai pada kita. Yang sedikit itu kita ketahui dari tulisan Aristoteles, yang hidup dua abad kemudian. Dia hanya mengacu pada kesimpulan-kesimpulan yang berhasil dicapai para filosof terdahulu itu. Jadi kita tidak tahu dengan jalan apa mereka sampai pada kesimpulan-kesimpulan tersebut. Tapi dari apa yang kita ketahui itu kita dapat memastikan bahwa proyek para filosof Yunani paling awal adalah menyangkut masalah bahan dasar dan perubahan-perubahan di alam.
Tiga Filosof dari Miletus
Filosof pertama yang kita kenal adalah Thales, yang berasal dari Miletus, sebuah koloni Yunani di Asia Kecil. Dia berkelana ke banyak negeri, termasuk Mesir, dimana dia dikatakan pernah menghitung tinggi sebuah piramid dengan mengukur bayangannya pada saat yang tepat ketika panjang bayangannya sendiri sama dengan tinggi badannya. Dia juga dikisahkan pernah meramalkan secara tepat terjadinya gerhana matahari pada 585 SM.
Thales beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu adalah air. Kita tidak tahu pasti apa yang dimaksudkannya dengan itu, dia mungkin percaya bahwa seluruh kehidupan berasal dari air—dan seluruh kehidupan kembali ke air lagi ketika sudah berakhir.
Selama perjalanannya di Mesir dia pasti telah mengamati bagaimana tanaman mulai tumbuh begitu banjir sungai Nil surut dari wilayah daratan di Delta Nil. Barangkali dia juga mengamati bahwa katak dan cacing muncul di tempat-tempat yang baru dibasahi hujan.
Besar kemungkinan bahwa Thales memikirkan tentang cara air berubah menjadi es atau uap—dan kemudian berubah menjadi air kembali.
Thales juga diperkirakan pernah berkata bahwa “semua benda itu penuh dengan dewa.” Apa yang dimaksudkannya dengan itu tidak dapat kita pastikan. Barangkali, mengingat bagaimana tanah yang hitam merupakan sumber dari segala sesuatu, mulai dari bunga dan hasil panen hingga serangga dan kecoa, dia membayangkan bahwa tanah itu penuh dengan “kuman kehidupan” yang sangat kecil dan tidak terlihat oleh mata. Satu hal sudah jelas—dia tidak berbicara tentang dewa-dewanya Homer.
Filosof berikutnya yang kita dengar adalah Anaximander, yang juga hidup di Miletus pada masa yang kira-kira sama dengan masa hidup Thales. Dia beranggapan bahwa dunia kita hanyalah salah satu dari banyak sekali dunia yang muncul dan sirna di dalam sesuatu yang disebutnya sebagai yang tak terbatas. Tidak begitu mudah untuk menjelaskan apa yang dimaksudkannya dengan yang tidak terbatas, tapi tampaknya jelas bahwa dia tidak sedang memikirkan tentang suatu zat yang dikenal dengan cara seperti yang dibayangkan Thales. Barangkali yang dimaksudkannya adalah bahwa zat yang merupakan sumber segala benda pastilah sesuatu yang berbeda dari benda-benda yang diciptakannya. Karena semua benda ciptaan itu terbatas, maka sesuatu yang muncul sebelum dan sesudah benda tersebut pastilah “tak terbatas”. Jelas bahwa zat dasar itu tidak mungkin sesuatu yang sangat biasa seperti air.
Filosof ke tiga dari Miletus adalah Anaximenes (kira-kira 570—526 SM). Dia beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu pastilah “udara” atau “uap”. Anaximenes tentu saja mengenal teori Thales menyangkut air. Taoi darimanakah asalnya air? Anaximenes beranggapan bahwa air adalah udara yang dipadatkan. Kita mengetahui bahwa ketika hujan turun, air diperas dari udara. Jika air diperas lebih keras lagi, ia menjadi tanah, pikirnya. Dia mungkin pernah melihat bagaimana tanah dan pasir terperas keluar dari es yang meleleh. Dia juga beranggapan bahwa api adalah udara yang dijernihkan. Menurut Anaximenes, udara karenanya adalah asal-usul tanah, air, dan api.
Tidak jauh berbeda jika dikatakan air adalah hasil dari tanah. Barangkali Anaximenes mengira bahwa tanah, udahara, dan api semuanya dibutuhkan untuk menciptakan kehidupan, tapi sumber dari segala sesuatu adalah udara atau uap. Maka, seperti Thales, dia beranggapan bahwa pasti ada sesuatu zat dasar yang merupakan sumber dari seluruh perubahan alam.
Tidak ada yang dapat muncul dari ketiadaan
Ketiga filosof Miletus ini semuanya percaya bahwa pada keberadaan satu zat dasar sebagai sumber dari segala hal. Namun bagaimana mungkin suatu zat dapat dengan tiba-tiba berubah menjadi sesuatu yang lain? Kita dapat menyebut ini masalah perubahan.
Sejak sekitar 500 SM, ada sekelompok filosof di koloni Yunani Elea di Italia Selatan. “Orang-orang Elea” ini tertarik pada masalah ini.
Yang paling penting diantara para filosof ini adalah Parmenides (kira-kira 540-480 SM). Parmenides beranggapan bahwa segala sesuatu yang ada pasti telah selalu ada. Gagasan ini tidak asing bagi orang-orang Yunani. Mereka menganggap sudah selayaknya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini abadi. Tidak ada sesuatu yang muncul dari ketiadaan, pikir Parmenides. Dan tidak ada sesuatu pun yang ada dapat menjadi tiada.
Namun Parmenides membawa gagasan itu lebih jauh. Dia beranggapan bahwa tidak ada yang disebut perubahan aktual. Tidak ada yang dapat menjadi sesuatu yang berbeda dari yang sebelumnya.
Parmenides sadar, tentu saja, bahwa alam selalu berubah terus-menerus. Dia merasakan dengan indra-indranya bahwa segala sesuatu berubah. Namun dia tidak dapat menyamakan ini dengan apa yang dikatakan oleh akalnya. Jika dipaksa memilih antara bergantung pada perasaan atau pada akalnya, dia memilih akal.
Kamu kenal ungkapan “Aku baru percaya kalau sudah melihatnya.” Tapi Parmenides bahkan tidak mempercayai segala sesuatu sekalipun dia sudah melihatnya. Dia yakin bahwa indera-indera kita memberikan gambaran yang tidak tepat tentangg dunia, suatu gambaran yang tidak sesuai dengan akal kita. Sebagai seorang filosof, dia beranggapan bahwa tugasnyalah mengungkapkan segala bentuk ilusi perseptual.
Keyakinan yang tak tergoyahkan pada akal manusia dinamakan rasionalisme. Rasionalis adalah seseorang yang percaya bahwa akal manusia merupakan sumber utama pengetahuan kita tentang dunia.
Segala Sesuatu Mengalir
Rekan sezaman Parmenides adalah Heraclitus (kira-kira 540—480 SM), yang berasal dari Ephesus di Asia Kecil. Dia beranggapan bahwa perubahan terus-menerus, atau aliran, sesungguhnya merupakan ciri alam yang paling mendasar. Barangkali dapat kita katakan bahwa Heraclitus mempunyai keyakinan lebih besar pada apa yang dapat dirasakannya daripada Parmenides.
“Segala sesuatu terus mengalir,” kata Heraclitus. Segala sesuatu mengalami perubahan terus-menerus dan selalu bergerak, tidak ada yang menetap. Karena itu kita “tidak dapat melangkah dua kali ke dalam sungai yang sama.” Kalau saya melangkah ke dlam sungai untuk kedua kalinya, maka saya atau sungainya sudah berubah.
Heraclitus mengemukakan bahwa dunia itu dicirikan dengan adanya kebalikan. Jika kita tidak pernah sakit, kita tidak tahu seperti apa rasanya sehat. Jika kita tidak mengenal kelaparan, kita tidak akan merasakan senangnya menjadi kenyang. Jika tidak pernah ada perang, kita tidak dapat menghargai perdamaian. Dan jika tidak ada musim salju, kita tidak akan pernah melihat musim semi.
Yang baik maupun yang buruk mempunyai tempat sendiri-sendiri yang tak terelakkan dalam tatanan dari segala sesuatu, demikian keyakinan Heraclitus. Tanpa saling-pengaruh antara dua hal yang berkebalikan itu maka dunia tidak akan pernah ada.
“Tuhan adalah siang dan malam, musim salju dan musim panas, perang dan damai, kelaparan dan kekenyangan,” katanya. Dia menggunakan istilah “Tuhan,” namun jelas dia tak mengacu pada dewa-dewa dalam mitologi. Bagi Heraclitus, Tuhan—atau Dewa—adalah sesuatu yang mencakup seluruh dunia. Sesungguhnyalah, Tuhan dapat dilihat paling jelas dalam perubahan dan pertentangan alam yang terjadi terus menerus.
Sebagai ganti istilah “Tuhan,” Heraclitus sering menggunakan kata Yunani logos, yang berarti akal. Meskipun kita, manusia, tidak selalu berpikir sama atau mempunyai tingkatan akal yang sama, Heraclitus yakin bahwa ada semacam “akal universal” yang menuntun segala sesuatu yang terjadi di alam.
“Akal universal” atau “hukum universal” ini adalah sesuatu yang ada dalam diri kita semua, dan sesuatu yang menjadi penuntun setiap orang. Namun toh kebanyakan manusia hidup dengan akal mereka masing-masing, pikir Heraclitus. Secara umum, dia merendahkan rekan-rekannya sesama manusia. “Pendapat dari kebanyakan orang,” katanya, “adalah seperti mainan bayi.”
Maka di tengah segala perubahan dan pertentangan yang terus-menerus terjadi di alam ini, Heraclitus melihat adanya satu entitas atau ke-satu-an. “Sesuatu” ini, yang merupakan sumber dari segala sesuatu, dinamakannya Tuhan atau logos.
Empat Unsur Dasar
Dalam satu hal, Parmenides dan Heraclitus saling bertentangan. Akal Parmenides menegaskan bahwa tidak ada sesuatu yang dapat berubah. Persepsi indra Herclitus menegaskan bahwa alam selalu berubah. Yang mana diantara keduanya yang benar? Haruskah kita biarkan akal yang berkuasa atau haruskan kita bergantung pada indra kita?
Parmenides dan Heraclitus sama-sama mengemukakan dua hal:
Parmenides mengemukakan:
a) bahwa tidak ada sesuatu yang berubah, dan
b) bahwa persepsi indra kita karenanya tidak dapat dipercaya.
Heraclitus, sebaliknya, mengemukakan:
a) bahwa segala sesuatu berubah (“segala sesuatu mengalir”), dan
b) bahwa persepsi indra kita dapat dipercaya.
Para filosof tidak mungkin dapat berselisih paham lebih jauh lagi. Tapi siapa yang benar? Adalah Empedocles (kira-kira 490-430 SM) dari Sicilia yang menuntun mereka keluar dari kekacauan yagn telah mereka masuki itu.
Dia berpendapat bahwa mereka berdua benar dalam salah satu penegasan namun mereka salah dalam penegasan yang lain.
Empedocles mendapat bahwa penyebab dari pertentangan mereka adalah bahwa kedua filosof itu sama-sama mengemukakan adanya hanya satu unsur. Jika ini benar, kesenjangan antara apa yang dikemukakan akal dan apa “yang dapat kita lihat dengan mata kita sendiri” tidak akan dapat disatukan.
Air jelas tidak dapat berubah menjadi seekor ikan atau kupu-kupu. Sesungguhnya, air tidak dapat berubah. Air murni akan tetap menjadi murni. Maka Parmenides benar dengan keyakinannya bahwa “tidak ada sesuatu yang berubah.”
Namun pada saat yang sama Empedocles setuju dengan Heraclitus bahwa kita harus mempercayai bukti dari indra-indra kita. Kita harus mempercayai apa yang kita lihat, dan apa yang kita lihat itu adalah bahwa alam berubah.
Empedocles menyimpulkan bahwa gagasan mengenai satu zat dasar itulah yang harus ditolak. Baik air maupun udara semata—mata tidak dapat berubah menjadi rumpurn mawar atau kupu-kupu. Sumber alam tida mungkin hanya satu “unsur” saja.
Empedocles yakin bahwa setelah dipertimbangkan, alam itu terdiri dari empat unsur, atau “akar” sebagaimana dia mengistilahkan. Keempat akar ini adalah tanah, air, api, dan air.
Semua proses alam disebabkan oleh menyatu atau terpisahnya keempat unsur ini. Sebab semua benda merupakan campuran dari tanah, udara, api, dan air, namun dalam proporsi yang beragam. Jika sebatang bunga atau seekor binatang mati, katanya, keempat unsur itu terpisah lagi. Kita dapat mengamati perubahan-perubahan ini dengan mata telanjang. Namun tanah dan udara, api dan air tetap abadi, “tak tersentuh” oleh semua campuran dimana mereka menjadi bagiannya. Maka tidak benar jika dikatakan bahwa “segala sesuatu” berubah. Pada dasarnya, tidak ada yang berubah. Yang terjadi adalah bahwa keempat unsur itu tergabung dan terpisah—untuk menjadi tergabung lagi.
Kita dapat membuat perbandingan dengan lukisan. Jika seorang pelukis hanya mempunya satu warna—merah, misalnya—dia tidak dapat melukis pepohonan yang hijau. Namun jika dia mempunyai warna kuning, merah, biru, dan hitam, dia dapat melukis ratusan warna yang berbeda sebab dia dapat mencampurkan warna-warna itu dalam takaran yang berlainan.
Sebuah contoh dari dapur dapat menggambarkan hal yang sama. Seandainya aku mempunyai tepung saja, aku harus menjadi tukang sihir untuk dapat membuat kue. Namun bila aku mempunyai telur, tepung, susu, dan gula, maka aku dapat membuat berbagai macam kue.
Bukan hanya kebetulan bahwa Empedocles memilih tanah, udara, api, dan air sebagai “akar” alam. Para filosof lain sebelum dia telah berusaha untuk menunjukkan bahwa zat primordial itu pastilah air, udara, atau api. Thales dan Anaximenes mengemukakan bahwa wair dan u dara merupakan unsur-unsur penting dalam dunia fisik. Orang-orang Yunani percaya bahwa api juga penting. Mereka mengamati, misalnya, pentingnya matahari bagi segala sesuatu yang hidup, dan mereka juga tahu bahwa binatang maupun manusia mempunyai panas tubuh.
Empedocles mungkin pernah menyaksikan sebatang kayu terbakar. Sesuatu terurai. Kita mendengarnya merekah dan memercik. Itulah “air”. Sesuatu naik menjadi asap. Itulah “udara.” “Api”-nya dapat kita lihat. Sesuatu yang lain tetap tinggal ketika api padam. Itulah abu—atau “tanah.”
Setelah Empedocles menjelaskan perubahan alam sebagai bersatu dan berpisahnya keempat “akar”, masih ada lagi yang harus dijelaskan. Apa yang membuat unsur-unsur itu menyatu sehingga tercipta kehidupan baru? Dan apa yang membuat “campuran” dari, katakanlah, sekuntum bunga, terpisah lagi?
Empedocles yakin bahwa ada dua kekuatan yang bekerja di alam. Dia menyebutnya cinta dan perselisihan. Cinta mengikat segala sesuatu, dan perselisihan memisahkannya.
Dia membedakan antara “zat” dan “kekuatan”. Ini patut dicatat. Bahkan kini, para ilmuwan membedakan antara unsur dan kekuatan alam. Sains modern berpendapat bahwa semua proses alam dapat dijelaskan sebagai interaksi antara unsur-unsur yang berbeda dan kekuatan-kekuatan alam yang beragam.
Empedocles juga mengemukakan pertanyaan apakah yang terjadi ketika kita melihat sesuatu. Bagaimana aku dapat “melihat” sekuntum bunga, misalnya? Apakah sebenarnya yang terjadi? Pernahkah kamu memikirkan tentang ini?
Empedocles percaya bahwa mata terdiri atas tanah, udara, api, dan air, sebagaimana segala sesuatu di alam. Maka “tanah” di mataku melihat apa yang berunsur tanah di sekelilingku, “udara” melihat apa yang berunsur udara, “api” melihat apa yang berunsur api, dan “air” melihat apa yang berunsur air. Jika mataku tidak mengandung salah satu dari keempat zat itu, aku tidak akan dapat melihat seluruh alam.
Sesuatu dari Segala Sesuatu dalam Segala Sesuatu
Anaxagoras (500—428 SM) adalah filosof lain yang tidak setuju bahwa satu bahan dasar tertentu—air, misalnya—dapat diubah menjadi segala sesuatu yang kita lihat di alam ini. Dia juga tidak dapat menerima bahwa tanah, udara, api, dan air dapat diubah menjadi darah dan tulang.
Anaxagoras berpendapat bahwa alam diciptakan dari partikel-partikel sangat kecil yang tak dapat dilihat mata dan jumlahnya tak terhingga. Lebih jauh, segala sesuatu dapat dibagi menjadi bagian-bagian yang jauh lebih kecil lagi, namun bahkan dalam bagian yang paling kecil masih ada pecahan-pecahan dari semua yang lain. Jika kulit dan tulang bukan merupakan perubahan dari sesuatu yang lain, pasti ada kulit dan tulang, menurutnya, dalam susu yang kita minum dan makanan yang kita santap.
Beberapa contoh dari masa sekarang ini barangkali dapat menggambarkan jalan pikiran Anaxagoras. Teknologi laser modern dapat menghasilkan apa yang dinamakan hologram. Jika salah satu hologram ini menggambarkan sebuah mobil, misalnya, dan hologram itu dipotong—potong, kita akan melihat gambar lengkap mobil itu meskipun kita hanya mempunyai bagian dari hologram yang menunjukkan gambar bempernya. Ini karena seluruh subyek hadir dalams etiap bagiannya yang kecil-kecil.
Sedikit banyak, tubuh kita tercipta dengan cara yang sama. Jika aku melepaskan sel kulit dari jariku, nukleus itu akan mengandung tidak hanya ciri-ciri kulitku: sel yang sama juga akan mengungkapkan jenis mata apa yang kumiliki, warna kulitku, jumlah dan jenis jari-jariku, dan sebagainya. Setiap sel tubuh manusia membawa cetak—biru dari cara tersusunnya sel-sel lain. Maka ada “sesuatu dari segala sesuatu” dalam setiap sel. Keseluruhan itu ada dalam masing-masing bagiannya yang sangat kecil.
Anaxagoras menyebut ini partikel-partikel amat kecil yang memiliki sesuatu dari segala sesuatu dalam benih-benih mereka.
Ingat bahwa Empedocles beranggapan bahwa “cinta”—lah yang menyatukan unsur-unsur itu dalam seluruh tubuh. Anaxagoras juga membayangkan “keteraturan” sebagai semacam kekuatan, yang menciptakan binatang dan manusia, bunga dan pohon. Dia menyebut kekuatan ini pikiran atau akal (nous).
Anaxagoras juga menarik karena dia adalah filosof pertama yang kita dengar dari Athena. Dia berasal dari Asia Kecil namun pindah ke Athena pada usia empat puluh. Di kemudian hari dia dituduh atheis dan akhirnya dipaksa meninggalkan kota. Antara lain, dia mengatakan bahwa matahari bukanlah dewa melainkan sebuah batu merah-panas, yang lebih besar dari seluruh jazirah Peloponesia.
Anaxagoras secara umum sangat tertarik pad astronomi. Dia percaya bahwa seluruh benda angkasa terbuat dari zat yang sama dengan Bumi. Dia sampai pada kesimpulan ini setelah menelaah sebuah meteorit. Ini memberinya suatu gagasan bahwa mungkin ada kehidupan manuisia di planet-planet lain. Dia juga memikirkan penjelasan untuk gerhana matahari.
Karena beberapa filosof hidup di zaman yang berbeda—dan barangkali dalam kebudayaan yang sama sekali berbeda dengan kita—sebaiknya kita berusaha mengetahui apakah proyek masing—masing filosof tersebut. Yang aku maksudkan di sini adalah kita harus berusaha untuk menangkap secara tepat apa yang ingin diketahui oleh sang filosof. Seorang filosof mungkin ingin tahu bagaimana tanaman dan binatang muncul. Yang lain mungkin ingin tahu apakah manusia mempunyai jiwa yang kekal.
Begitu kita telah menentukan apa proyek khusus filosof tertentu, akan lebih mudah untuk mengikuti jalur pemikirannya, sebab tak seorang filosof pun yang memusatkan perhatiannya pada seluruh filsafat.
Kisah jalur pemikiran para filosof juga merupakan kisah kaum pria. Para wanita di masa lampau direndahkan baik sebagai perempuan maupun sebagai makhluk primer, yang patut disayangkan sebab banyak sekali pengalaman sangat penting yang hilang karenanya. Baru pada abad kini sajalah kaum wanita benar-benar menunjukkan peran mereka dalam sejarah filsafat.
PARA FILOSOF ALAM
Para filosof Yunani paling awal kadang-kadang disebut filosof alam sebab mereka hanya menaruh perhatian pada alam dan proses-prosesnya.
Kita telah bertanya pada diri sendiri dari mana datangnya segala sesuatu. Sekarang ini banyak orang membayangkan bahwa pada suatu waktu sesuatu pasti muncul dari ketiadaan. Gagasan ini begitu tersebar luas di kalangan orang-orang Yunani. Karena satu atau lain alasan, mereka berpendapat bahwa “sesuatu” itu selalu ada.
Bagaimana segala sesuatu dapat muncul dari ketiadaan karenanya bukanlah pertanyaan yang penting sekali. Di lain pihak, orang-orang Yunani takjub melihat bagaimana ikan hidup dapat muncul di air, dan pohon-pohon besr dan bunga—bunga berwarna cemerlang dapat muncul dari tanah yang mati. Belum lagi bagaimana seorang bayi dapat muncul dari rahim ibunya.
Para filosof mengamati dengan mata mereka sendiri bahwa alam selalu berubah. Bagaimana perubahan semacam itu dapat terjadi?
Bagaimana sesuatu dapat berubah dri zat menjadi benda hidup, misalnya?
Semua filosof paling awal sama-sama percaya bahwa pasti ada suatu zat dasar di akar seluruh perubahan. Bagaimana mereka sampai pada gagasan ini sulit kita ketahui. Kita hanya tahu bahwa pandangan itu lambat laun berkembang. Pasti ada suatu zat dasar yang merupakan penyebab tersembunyi dari semua perubahan di alam. Pasti ada “sesuatu” yang darinya segala sesuatu berasal dan kepadanya segala sesuatu akan kembali.
Bagi kita, bagian yang paling menarik sesungguhnya bukan solusi—solusi apa yang berhasil dicapai para filosof paling awal ini, melainkan pertanyaan-pertanyaan mana yang mereka ajukan dan jenis jawaban apa yang mereka cari. Kita lebih tertarik pada bagaimana mereka berpikir daripada apa yang sebenarnya mereka pikirkan.
Kita tahu bahwa mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan perubahan yang dapat mereka amati di dunia fisik. Mereka mencari hukum-hukum alam yang mendasarinya. Mereka ingin memahami apa yang tengah terjadi di sekitar mereka tanpa harus kembali pada mitos-mitos kuno. Yang paling penting, mereka ingin memahami proses yang sesungguhnya dengan menelaah alam itu sendiri. Ini sangat berbeda dengan menjelaskan guntur dan halilintar atau musim salju dan musim semi dengan menciptakan dongeng mengenai dewa-dewa.
Maka filsafat lambat-laun membebaskan dirinya dari agama. Kita dapat mengatakan bahwa para filosof alam mengambil langkah pertama menuju penalaran ilmiah, dan dengan demikian menjadi pendahulu dari apa yang kemudian dinamakan sains. Dari semua yang dikatakan dan ditulis oleh para filosof alam hanya sedikit yagn sampai pada kita. Yang sedikit itu kita ketahui dari tulisan Aristoteles, yang hidup dua abad kemudian. Dia hanya mengacu pada kesimpulan-kesimpulan yang berhasil dicapai para filosof terdahulu itu. Jadi kita tidak tahu dengan jalan apa mereka sampai pada kesimpulan-kesimpulan tersebut. Tapi dari apa yang kita ketahui itu kita dapat memastikan bahwa proyek para filosof Yunani paling awal adalah menyangkut masalah bahan dasar dan perubahan-perubahan di alam.
Tiga Filosof dari Miletus
Filosof pertama yang kita kenal adalah Thales, yang berasal dari Miletus, sebuah koloni Yunani di Asia Kecil. Dia berkelana ke banyak negeri, termasuk Mesir, dimana dia dikatakan pernah menghitung tinggi sebuah piramid dengan mengukur bayangannya pada saat yang tepat ketika panjang bayangannya sendiri sama dengan tinggi badannya. Dia juga dikisahkan pernah meramalkan secara tepat terjadinya gerhana matahari pada 585 SM.
Thales beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu adalah air. Kita tidak tahu pasti apa yang dimaksudkannya dengan itu, dia mungkin percaya bahwa seluruh kehidupan berasal dari air—dan seluruh kehidupan kembali ke air lagi ketika sudah berakhir.
Selama perjalanannya di Mesir dia pasti telah mengamati bagaimana tanaman mulai tumbuh begitu banjir sungai Nil surut dari wilayah daratan di Delta Nil. Barangkali dia juga mengamati bahwa katak dan cacing muncul di tempat-tempat yang baru dibasahi hujan.
Besar kemungkinan bahwa Thales memikirkan tentang cara air berubah menjadi es atau uap—dan kemudian berubah menjadi air kembali.
Thales juga diperkirakan pernah berkata bahwa “semua benda itu penuh dengan dewa.” Apa yang dimaksudkannya dengan itu tidak dapat kita pastikan. Barangkali, mengingat bagaimana tanah yang hitam merupakan sumber dari segala sesuatu, mulai dari bunga dan hasil panen hingga serangga dan kecoa, dia membayangkan bahwa tanah itu penuh dengan “kuman kehidupan” yang sangat kecil dan tidak terlihat oleh mata. Satu hal sudah jelas—dia tidak berbicara tentang dewa-dewanya Homer.
Filosof berikutnya yang kita dengar adalah Anaximander, yang juga hidup di Miletus pada masa yang kira-kira sama dengan masa hidup Thales. Dia beranggapan bahwa dunia kita hanyalah salah satu dari banyak sekali dunia yang muncul dan sirna di dalam sesuatu yang disebutnya sebagai yang tak terbatas. Tidak begitu mudah untuk menjelaskan apa yang dimaksudkannya dengan yang tidak terbatas, tapi tampaknya jelas bahwa dia tidak sedang memikirkan tentang suatu zat yang dikenal dengan cara seperti yang dibayangkan Thales. Barangkali yang dimaksudkannya adalah bahwa zat yang merupakan sumber segala benda pastilah sesuatu yang berbeda dari benda-benda yang diciptakannya. Karena semua benda ciptaan itu terbatas, maka sesuatu yang muncul sebelum dan sesudah benda tersebut pastilah “tak terbatas”. Jelas bahwa zat dasar itu tidak mungkin sesuatu yang sangat biasa seperti air.
Filosof ke tiga dari Miletus adalah Anaximenes (kira-kira 570—526 SM). Dia beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu pastilah “udara” atau “uap”. Anaximenes tentu saja mengenal teori Thales menyangkut air. Taoi darimanakah asalnya air? Anaximenes beranggapan bahwa air adalah udara yang dipadatkan. Kita mengetahui bahwa ketika hujan turun, air diperas dari udara. Jika air diperas lebih keras lagi, ia menjadi tanah, pikirnya. Dia mungkin pernah melihat bagaimana tanah dan pasir terperas keluar dari es yang meleleh. Dia juga beranggapan bahwa api adalah udara yang dijernihkan. Menurut Anaximenes, udara karenanya adalah asal-usul tanah, air, dan api.
Tidak jauh berbeda jika dikatakan air adalah hasil dari tanah. Barangkali Anaximenes mengira bahwa tanah, udahara, dan api semuanya dibutuhkan untuk menciptakan kehidupan, tapi sumber dari segala sesuatu adalah udara atau uap. Maka, seperti Thales, dia beranggapan bahwa pasti ada sesuatu zat dasar yang merupakan sumber dari seluruh perubahan alam.
Tidak ada yang dapat muncul dari ketiadaan
Ketiga filosof Miletus ini semuanya percaya bahwa pada keberadaan satu zat dasar sebagai sumber dari segala hal. Namun bagaimana mungkin suatu zat dapat dengan tiba-tiba berubah menjadi sesuatu yang lain? Kita dapat menyebut ini masalah perubahan.
Sejak sekitar 500 SM, ada sekelompok filosof di koloni Yunani Elea di Italia Selatan. “Orang-orang Elea” ini tertarik pada masalah ini.
Yang paling penting diantara para filosof ini adalah Parmenides (kira-kira 540-480 SM). Parmenides beranggapan bahwa segala sesuatu yang ada pasti telah selalu ada. Gagasan ini tidak asing bagi orang-orang Yunani. Mereka menganggap sudah selayaknya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini abadi. Tidak ada sesuatu yang muncul dari ketiadaan, pikir Parmenides. Dan tidak ada sesuatu pun yang ada dapat menjadi tiada.
Namun Parmenides membawa gagasan itu lebih jauh. Dia beranggapan bahwa tidak ada yang disebut perubahan aktual. Tidak ada yang dapat menjadi sesuatu yang berbeda dari yang sebelumnya.
Parmenides sadar, tentu saja, bahwa alam selalu berubah terus-menerus. Dia merasakan dengan indra-indranya bahwa segala sesuatu berubah. Namun dia tidak dapat menyamakan ini dengan apa yang dikatakan oleh akalnya. Jika dipaksa memilih antara bergantung pada perasaan atau pada akalnya, dia memilih akal.
Kamu kenal ungkapan “Aku baru percaya kalau sudah melihatnya.” Tapi Parmenides bahkan tidak mempercayai segala sesuatu sekalipun dia sudah melihatnya. Dia yakin bahwa indera-indera kita memberikan gambaran yang tidak tepat tentangg dunia, suatu gambaran yang tidak sesuai dengan akal kita. Sebagai seorang filosof, dia beranggapan bahwa tugasnyalah mengungkapkan segala bentuk ilusi perseptual.
Keyakinan yang tak tergoyahkan pada akal manusia dinamakan rasionalisme. Rasionalis adalah seseorang yang percaya bahwa akal manusia merupakan sumber utama pengetahuan kita tentang dunia.
Segala Sesuatu Mengalir
Rekan sezaman Parmenides adalah Heraclitus (kira-kira 540—480 SM), yang berasal dari Ephesus di Asia Kecil. Dia beranggapan bahwa perubahan terus-menerus, atau aliran, sesungguhnya merupakan ciri alam yang paling mendasar. Barangkali dapat kita katakan bahwa Heraclitus mempunyai keyakinan lebih besar pada apa yang dapat dirasakannya daripada Parmenides.
“Segala sesuatu terus mengalir,” kata Heraclitus. Segala sesuatu mengalami perubahan terus-menerus dan selalu bergerak, tidak ada yang menetap. Karena itu kita “tidak dapat melangkah dua kali ke dalam sungai yang sama.” Kalau saya melangkah ke dlam sungai untuk kedua kalinya, maka saya atau sungainya sudah berubah.
Heraclitus mengemukakan bahwa dunia itu dicirikan dengan adanya kebalikan. Jika kita tidak pernah sakit, kita tidak tahu seperti apa rasanya sehat. Jika kita tidak mengenal kelaparan, kita tidak akan merasakan senangnya menjadi kenyang. Jika tidak pernah ada perang, kita tidak dapat menghargai perdamaian. Dan jika tidak ada musim salju, kita tidak akan pernah melihat musim semi.
Yang baik maupun yang buruk mempunyai tempat sendiri-sendiri yang tak terelakkan dalam tatanan dari segala sesuatu, demikian keyakinan Heraclitus. Tanpa saling-pengaruh antara dua hal yang berkebalikan itu maka dunia tidak akan pernah ada.
“Tuhan adalah siang dan malam, musim salju dan musim panas, perang dan damai, kelaparan dan kekenyangan,” katanya. Dia menggunakan istilah “Tuhan,” namun jelas dia tak mengacu pada dewa-dewa dalam mitologi. Bagi Heraclitus, Tuhan—atau Dewa—adalah sesuatu yang mencakup seluruh dunia. Sesungguhnyalah, Tuhan dapat dilihat paling jelas dalam perubahan dan pertentangan alam yang terjadi terus menerus.
Sebagai ganti istilah “Tuhan,” Heraclitus sering menggunakan kata Yunani logos, yang berarti akal. Meskipun kita, manusia, tidak selalu berpikir sama atau mempunyai tingkatan akal yang sama, Heraclitus yakin bahwa ada semacam “akal universal” yang menuntun segala sesuatu yang terjadi di alam.
“Akal universal” atau “hukum universal” ini adalah sesuatu yang ada dalam diri kita semua, dan sesuatu yang menjadi penuntun setiap orang. Namun toh kebanyakan manusia hidup dengan akal mereka masing-masing, pikir Heraclitus. Secara umum, dia merendahkan rekan-rekannya sesama manusia. “Pendapat dari kebanyakan orang,” katanya, “adalah seperti mainan bayi.”
Maka di tengah segala perubahan dan pertentangan yang terus-menerus terjadi di alam ini, Heraclitus melihat adanya satu entitas atau ke-satu-an. “Sesuatu” ini, yang merupakan sumber dari segala sesuatu, dinamakannya Tuhan atau logos.
Empat Unsur Dasar
Dalam satu hal, Parmenides dan Heraclitus saling bertentangan. Akal Parmenides menegaskan bahwa tidak ada sesuatu yang dapat berubah. Persepsi indra Herclitus menegaskan bahwa alam selalu berubah. Yang mana diantara keduanya yang benar? Haruskah kita biarkan akal yang berkuasa atau haruskan kita bergantung pada indra kita?
Parmenides dan Heraclitus sama-sama mengemukakan dua hal:
Parmenides mengemukakan:
a) bahwa tidak ada sesuatu yang berubah, dan
b) bahwa persepsi indra kita karenanya tidak dapat dipercaya.
Heraclitus, sebaliknya, mengemukakan:
a) bahwa segala sesuatu berubah (“segala sesuatu mengalir”), dan
b) bahwa persepsi indra kita dapat dipercaya.
Para filosof tidak mungkin dapat berselisih paham lebih jauh lagi. Tapi siapa yang benar? Adalah Empedocles (kira-kira 490-430 SM) dari Sicilia yang menuntun mereka keluar dari kekacauan yagn telah mereka masuki itu.
Dia berpendapat bahwa mereka berdua benar dalam salah satu penegasan namun mereka salah dalam penegasan yang lain.
Empedocles mendapat bahwa penyebab dari pertentangan mereka adalah bahwa kedua filosof itu sama-sama mengemukakan adanya hanya satu unsur. Jika ini benar, kesenjangan antara apa yang dikemukakan akal dan apa “yang dapat kita lihat dengan mata kita sendiri” tidak akan dapat disatukan.
Air jelas tidak dapat berubah menjadi seekor ikan atau kupu-kupu. Sesungguhnya, air tidak dapat berubah. Air murni akan tetap menjadi murni. Maka Parmenides benar dengan keyakinannya bahwa “tidak ada sesuatu yang berubah.”
Namun pada saat yang sama Empedocles setuju dengan Heraclitus bahwa kita harus mempercayai bukti dari indra-indra kita. Kita harus mempercayai apa yang kita lihat, dan apa yang kita lihat itu adalah bahwa alam berubah.
Empedocles menyimpulkan bahwa gagasan mengenai satu zat dasar itulah yang harus ditolak. Baik air maupun udara semata—mata tidak dapat berubah menjadi rumpurn mawar atau kupu-kupu. Sumber alam tida mungkin hanya satu “unsur” saja.
Empedocles yakin bahwa setelah dipertimbangkan, alam itu terdiri dari empat unsur, atau “akar” sebagaimana dia mengistilahkan. Keempat akar ini adalah tanah, air, api, dan air.
Semua proses alam disebabkan oleh menyatu atau terpisahnya keempat unsur ini. Sebab semua benda merupakan campuran dari tanah, udara, api, dan air, namun dalam proporsi yang beragam. Jika sebatang bunga atau seekor binatang mati, katanya, keempat unsur itu terpisah lagi. Kita dapat mengamati perubahan-perubahan ini dengan mata telanjang. Namun tanah dan udara, api dan air tetap abadi, “tak tersentuh” oleh semua campuran dimana mereka menjadi bagiannya. Maka tidak benar jika dikatakan bahwa “segala sesuatu” berubah. Pada dasarnya, tidak ada yang berubah. Yang terjadi adalah bahwa keempat unsur itu tergabung dan terpisah—untuk menjadi tergabung lagi.
Kita dapat membuat perbandingan dengan lukisan. Jika seorang pelukis hanya mempunya satu warna—merah, misalnya—dia tidak dapat melukis pepohonan yang hijau. Namun jika dia mempunyai warna kuning, merah, biru, dan hitam, dia dapat melukis ratusan warna yang berbeda sebab dia dapat mencampurkan warna-warna itu dalam takaran yang berlainan.
Sebuah contoh dari dapur dapat menggambarkan hal yang sama. Seandainya aku mempunyai tepung saja, aku harus menjadi tukang sihir untuk dapat membuat kue. Namun bila aku mempunyai telur, tepung, susu, dan gula, maka aku dapat membuat berbagai macam kue.
Bukan hanya kebetulan bahwa Empedocles memilih tanah, udara, api, dan air sebagai “akar” alam. Para filosof lain sebelum dia telah berusaha untuk menunjukkan bahwa zat primordial itu pastilah air, udara, atau api. Thales dan Anaximenes mengemukakan bahwa wair dan u dara merupakan unsur-unsur penting dalam dunia fisik. Orang-orang Yunani percaya bahwa api juga penting. Mereka mengamati, misalnya, pentingnya matahari bagi segala sesuatu yang hidup, dan mereka juga tahu bahwa binatang maupun manusia mempunyai panas tubuh.
Empedocles mungkin pernah menyaksikan sebatang kayu terbakar. Sesuatu terurai. Kita mendengarnya merekah dan memercik. Itulah “air”. Sesuatu naik menjadi asap. Itulah “udara.” “Api”-nya dapat kita lihat. Sesuatu yang lain tetap tinggal ketika api padam. Itulah abu—atau “tanah.”
Setelah Empedocles menjelaskan perubahan alam sebagai bersatu dan berpisahnya keempat “akar”, masih ada lagi yang harus dijelaskan. Apa yang membuat unsur-unsur itu menyatu sehingga tercipta kehidupan baru? Dan apa yang membuat “campuran” dari, katakanlah, sekuntum bunga, terpisah lagi?
Empedocles yakin bahwa ada dua kekuatan yang bekerja di alam. Dia menyebutnya cinta dan perselisihan. Cinta mengikat segala sesuatu, dan perselisihan memisahkannya.
Dia membedakan antara “zat” dan “kekuatan”. Ini patut dicatat. Bahkan kini, para ilmuwan membedakan antara unsur dan kekuatan alam. Sains modern berpendapat bahwa semua proses alam dapat dijelaskan sebagai interaksi antara unsur-unsur yang berbeda dan kekuatan-kekuatan alam yang beragam.
Empedocles juga mengemukakan pertanyaan apakah yang terjadi ketika kita melihat sesuatu. Bagaimana aku dapat “melihat” sekuntum bunga, misalnya? Apakah sebenarnya yang terjadi? Pernahkah kamu memikirkan tentang ini?
Empedocles percaya bahwa mata terdiri atas tanah, udara, api, dan air, sebagaimana segala sesuatu di alam. Maka “tanah” di mataku melihat apa yang berunsur tanah di sekelilingku, “udara” melihat apa yang berunsur udara, “api” melihat apa yang berunsur api, dan “air” melihat apa yang berunsur air. Jika mataku tidak mengandung salah satu dari keempat zat itu, aku tidak akan dapat melihat seluruh alam.
Sesuatu dari Segala Sesuatu dalam Segala Sesuatu
Anaxagoras (500—428 SM) adalah filosof lain yang tidak setuju bahwa satu bahan dasar tertentu—air, misalnya—dapat diubah menjadi segala sesuatu yang kita lihat di alam ini. Dia juga tidak dapat menerima bahwa tanah, udara, api, dan air dapat diubah menjadi darah dan tulang.
Anaxagoras berpendapat bahwa alam diciptakan dari partikel-partikel sangat kecil yang tak dapat dilihat mata dan jumlahnya tak terhingga. Lebih jauh, segala sesuatu dapat dibagi menjadi bagian-bagian yang jauh lebih kecil lagi, namun bahkan dalam bagian yang paling kecil masih ada pecahan-pecahan dari semua yang lain. Jika kulit dan tulang bukan merupakan perubahan dari sesuatu yang lain, pasti ada kulit dan tulang, menurutnya, dalam susu yang kita minum dan makanan yang kita santap.
Beberapa contoh dari masa sekarang ini barangkali dapat menggambarkan jalan pikiran Anaxagoras. Teknologi laser modern dapat menghasilkan apa yang dinamakan hologram. Jika salah satu hologram ini menggambarkan sebuah mobil, misalnya, dan hologram itu dipotong—potong, kita akan melihat gambar lengkap mobil itu meskipun kita hanya mempunyai bagian dari hologram yang menunjukkan gambar bempernya. Ini karena seluruh subyek hadir dalams etiap bagiannya yang kecil-kecil.
Sedikit banyak, tubuh kita tercipta dengan cara yang sama. Jika aku melepaskan sel kulit dari jariku, nukleus itu akan mengandung tidak hanya ciri-ciri kulitku: sel yang sama juga akan mengungkapkan jenis mata apa yang kumiliki, warna kulitku, jumlah dan jenis jari-jariku, dan sebagainya. Setiap sel tubuh manusia membawa cetak—biru dari cara tersusunnya sel-sel lain. Maka ada “sesuatu dari segala sesuatu” dalam setiap sel. Keseluruhan itu ada dalam masing-masing bagiannya yang sangat kecil.
Anaxagoras menyebut ini partikel-partikel amat kecil yang memiliki sesuatu dari segala sesuatu dalam benih-benih mereka.
Ingat bahwa Empedocles beranggapan bahwa “cinta”—lah yang menyatukan unsur-unsur itu dalam seluruh tubuh. Anaxagoras juga membayangkan “keteraturan” sebagai semacam kekuatan, yang menciptakan binatang dan manusia, bunga dan pohon. Dia menyebut kekuatan ini pikiran atau akal (nous).
Anaxagoras juga menarik karena dia adalah filosof pertama yang kita dengar dari Athena. Dia berasal dari Asia Kecil namun pindah ke Athena pada usia empat puluh. Di kemudian hari dia dituduh atheis dan akhirnya dipaksa meninggalkan kota. Antara lain, dia mengatakan bahwa matahari bukanlah dewa melainkan sebuah batu merah-panas, yang lebih besar dari seluruh jazirah Peloponesia.
Anaxagoras secara umum sangat tertarik pad astronomi. Dia percaya bahwa seluruh benda angkasa terbuat dari zat yang sama dengan Bumi. Dia sampai pada kesimpulan ini setelah menelaah sebuah meteorit. Ini memberinya suatu gagasan bahwa mungkin ada kehidupan manuisia di planet-planet lain. Dia juga memikirkan penjelasan untuk gerhana matahari.
Langganan:
Postingan (Atom)